News

Ibarat Bangkai Tikus, Pusaran Korupsi dan Ketimpangan Infrastruktur di Kalimantan Timur

Ibarat bangkai tikus, begitulah Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menggambarkan korupsi infrastruktur di Kalimantan Timur (Kaltim). Melalui juru bicaranya, Herdiansyah Hamzah, SAKSI menengarai jika korupsi infrastruktur di Kaltim bukan hanya menggerogoti uang negara, pun praktik itu turut membuat masyarakat sengsara dan menderita berkepanjangan.

”Korupsi infrastruktur tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga secara langsung merugikan masyarakat, sebab berkenaan dengan pembangunan fasilitas publik. Dampaknya, kualitas yang buruk dan cepat rusak, lamanya waktu pengerjaan, hingga bangunan mangkrak,” ujar Castro, sapaan Herdiansyah Hamzah, Rabu 16 Oktober 2019 melalui rilis yang diterima Kliksamarinda.

Herdiansyah Hamzah

SAKSI mengeluarkan rilis itu setelah adanya kabar Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kalimantan Timur (Kaltim) dan Jakarta terhadap delapan pejabat yang diduga mengetahui kasus tersebut di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Wilayah XII, Selasa 15 Oktober 2019. KPK menangkap tujuh orang di Kaltim dan langsung menjalani proses pemeriksaan awal di Polda Kalimantan Timur. Sementara satu orang lainnya ditangkap di Jakarta dan kini sedang menjalani pemeriksaan di Kantor KPK.

Yang diamankan adalah Kepala Balai Pelaksana Jalan Wilayah XII, Refly Tuddy Tangkere, Pejabat Pembuat Komitmen dan Staf Balai Pelaksana Jalan Wilayah XII, serta pihak swasta. KPK menduga ada penerimaan uang sekitar Rp1,5 miliar terkait paket pekerjaan jalan multi years senilai Rp155 miliar. Dia mengatakan pemberian uang tidak dilakukan secara langsung alias melalui transfer ke rekening ATM. KPK menduga Refly menerima total Rp2,1 miliar dalam beberapa kali penerimaan.

“Sebanyak 8 kali dengan besaran masing-masing pemberian uang sekitar Rp200-300 juta dengan jumlah total sekitar Rp2,1 miliar terkait dengan pembagian proyek-proyek,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu malam, 16 Oktober 2019.

Ketua KPK Agus Rahardjo

Selain Refly, KPK menduga jika Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan, Andi Tejo Sukmono (ATS) menerima suap. Suap itu diberikan oleh Hartoyo sebagai Direktur PT Harlis Tata Tahta sebagai pelaksana proyek. Agus menyebut proyek yang dikerjakan adalah Pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019. Nilai kontraknya sebesar Rp 155,5 miliar.

Ilustrasi

“Dalam proses pengadaan proyek, HTY (Hartoyo) diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada RTU (Refly Tuddy Tangkere) selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan dan ATS (Andi Tejo Sukmono) selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kaltim,” ujar Agus.

Agus menyebut total jatah commitment fee itu 6,5 persen dari nilai proyek. Suap itu diberikan rutin setiap bulan secara tunai ataupun transfer. Sementara Refly menerima Rp 2,1 miliar, Andi diduga menerima setoran uang dari Hartyono dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama orang lain. Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan menerima uang dari Hartoyo.

Agus juga menambahkan, ATS menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun SMS banking. Rekening tersebut menerima transfer uang dari HTY dengan nilai total Rp 1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 630 juta. Selain itu, ATS juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar total Rp 3,25 miliar.

“Uang yang diterima oleh ATS dari HTY tersebut salah satunya merupakan sebagai pemberian ‘gaji’ sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan oleh PT HTT. ‘Gaji’ tersebut diberikan kepada ATS sebesar Rp250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT. Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dicatatkan oleh ROS Staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan,” ujarnya.

Enam orang yang diamankan Tim Penindakan KPK di Kalimantan Timur telah dibawa ke Kantor KPK, Jakarta. “Enam orang dibawa ke Jakarta pagi ini untuk kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut. Tadi menggunakan penerbangan pagi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu pagi 16 Oktober 2019.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah

Menurut SAKSI, modus yang jamak dilakukan dalam korupsi infrastruktur, relatif serupa, yakni mengurangi spesifikasi bahan dan bangunan. Selain itu, juga sering didapatkan proyek-proyek infrastruktur fiktif, termasuk proyek yang belum selesai tapi uangnya sudah dicairkan lebih dulu. Belum termasuk fee tertentu untuk jatah preman.

OTT korupsi infrastruktur di Kaltim ini, imbuh Castro, seperti mengkonfirmasi kebenaran obrolan warung kopi selama ini, yang menyebut jika proyek-proyek infrastruktur selalu disertai dengan aktivitas yang berbau korupsi.

”Lagi-lagi pertahanan pemerintah jebol. Ada yang salah dengan sistem lalu lintas proyek infrastruktur kita dari hulu ke hilir,” ujarnya.

Fakta terkait belum maksimalnya pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) Kaltim bisa ditengok di sejumlah jalan negara yang berada di Jalan Poros Samboja-Sepaku-Petung yang ada saat ini. Jalan yang merupakan akses menuju lokasi ibukota negara baru di kawasan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sepanjang sekitar 50 KM ini dalam keadaan rusak. Para pengemudi kendaraan harus saling bergantian jika melintasi jalan itu. Akibatnya, waktu tempuh perjalanan semakin lama. Jalan yang bisa ditempuh hanya 30 menit kini harus ditempuh selama 1 jam 30 menit. Kondisi ini sudah berlangsung lama.

Tidak hanya Jalan Poros Samboja-Sepaku-Petung, kerusakan jalan juga terjadi jalan nasional yang menghubungkan Samarinda-Tenggarong di kawasan Bakungan, Kecamatan Loa Janan, Kukar. Jalan ini terputus sejauh 200 meter akibat abrasi Sungai Mahakam, Kendaraan yang ingin melintasi kawasan ini harus melintasi tambang batu bara. Sejumlah rumah yang berada di pinggir jalan itu pun turut rusak. Pemilik terpaksa memperbaiki rumah mereka sendiri tanpa bantuan pemerintah.

Jalan nasional yang menghubungkan Samarinda-Tenggarong di kawasan Bakungan, Kecamatan Loa Janan, Kukar

Meski telah berjalan 5 tahun, sejak 2015 lalu, jalan nasional yang menghubungkan Samarinda-Kukar itu tidak pernah diperbaiki. Padahal, warga telah berulang kali meminta agar pemerintah segera memperbaiki termasuk kepada Pemerintah Kabupaten Kukar. Musawati, warga RT 13, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Loa Janan yang berprofesi sebagai bidan ini mengaku rumahnya sempat rusak akibat runtuhnya jalan yang menjadi jalan alternatif menuju Tenggarong. Ia menyesalkan lambannya pemerintah melakukan perbaikan jalan. Ia terpaksa menggunakan bambu untuk menahan abrasi air Sungai Mahakam dan menempatkan pasir yang diambil dari gunung sekitar rumahnya.

”Selama ini kayaknya pemerintah itu gak mau memperlihatkan memperbaiki jalan ini. Masih bisa diperbaiki. Sayang kalau gak diperbaiki. Itu waktu 2015 bulan 7, pokoknya kurang 3 hari Lebaran. Amblas langsung jam 2. Jalan bagus ini lurus ke sana,” ujar Musawati, Rabu 16 Oktober 2019.

OTT KPK di Kaltim terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Wilayah XII di sejumlah tempat di kalimantan timur mendapat respon Bupati Kukar, Edi Damansyah. Bupati yang wilayahnya akan dijadikan IKN ini mengaku khawatir dan menyesalkan apa yang dilakukan oleh pejabat di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Wilayah. Edi mengharapkan agar ini menjadi cambuk bagi jajarannya untuk berkerja maksimal dalam melaksanakan tugas pembangunan.

Edi juga mengaku sering kesulitan untuk meminta perbaikan jalan negara di wilayahnya. Padahal jalan itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satunya jalan di kawasan Bakungan yang telah longsor selama 5 tahun namun tidak ada perbaikan hingga saat ini.

Bupati Kukar, Edi Damansyah

”Kalau ditanya kekhawatiran, yang namanya pemerintah ini, kan organisasinya besar dan personilya banyak. Macam-macam perilaku ada. Tetapi, kita dalam upaya langkah langkah kita membangun sistemnya. Tapi, kita bisa lebih bekerja maksimal,” ujarnya.

OTT KPK menjadi bukti terkait proyek pembangunan infrastruktur jalan yang dilakukan oleh petugas Balai Pelaksana Jalan Wilayah XII bukan lagi untuk kepentingan masyarakat. Proyek itu diduga pesanan pengusaha di tengah kondisi jalan nasional di Kaltimur yang rusak.

Karena itu, Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawaman menyarankan beberapa hal dalam mengevaluasi proyek-proyek infrastruktur rawan korupsi ini:

Pertama, meminta KPK untuk mengusut tuntas kasus OTT infrastruktur ini, termasuk menyelidiki kemungkinan pelaku lain di luar yang terkena OTT. Sebab korupsi pada umumnya, melibatkan persekongkolan banyak orang, termasuk mereka yang memiliki kuasa dan kewenangan.

Kedua, kasus OTT ini bisa menjadi momentum untuk membuka kemungkinan menyelidiki kasus-kasus serupa. Setidaknya, seluruh proyek infrastruktur di Kalimantan Timur yang kontroversial dan mengundang perbincangan khalayak luas, agar dilakukan audit investigatif oleh BPK. Mulai dari bandara, jembatan, fly over, jalan tol, dll.

Ketiga, di level pengawasan, pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan kejaksaan melalui TP4D (Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah). Sebab TP4D hanya efektif melakukan pengawasan ketaatan pada aspek hukumnya, tetapi tidak memadai untuk mengawasi aspek konstruksinya. Untuk itu, pemerintah seharusnya juga menggandeng lembaga yang memiliki kemampuan analisis konstruksi yang memadai.

Keempat, mengingat tingkat kerawanan korupsinya, pemerintah tidak boleh hanya mengedepankan investasi dan pembiayaan infrastruktur semata, tetapi abai dalam pengawasannya. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang lebih terukur untuk meminimalisir tindak pidana korupsi, diantaranya: membuat list daftar hitam (blacklist) perusahaan/kontraktor bermasalah, penguatan transparansi anggaran, pengetatan sistem pengawasan, hingga model partisipasi publik yang lebih terbuka.

Kelima, KPK sekali lagi membuktikan bahwa adalah hal yang mungkin untuk mengungkap kasus-kasus korupsi yang selama ini dianggap hampir mustahil oleh masyarakat Kaltim. Sebelumnya, KPK pernah mengungkap kasus yang melibatkan Suwarna Abdul Fatah, Syaukani Hasan Rais, Samsuri Aspar, Rita Widyasari, hingga Hakim Kayat (PN Balikpapan). Untuk itu, warga Kaltim sepatutnya memberikan apresiasi dan terus memberi sokongan kepada KPK. (JeS-dui)

Back to top button
error: Maaf Konten Diproteksi oleh Sistem !! Sila hubungi redaksi melalui email kliksamarinda.@gmail.com
DMCA.com Protection Status