Bupati PPU Kena OTT KPK, Ini Sikap SAKSI FH Unmul Kaltim
KLIKSAMARINDA – Penangkapan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud, dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK di awal tahun 2022, menambah daftar panjang OTT kepala daerah yang dilakukan KPK di Kalimantan Timur (Kaltim).
OTT Bupati PPU ini adalah OTT KPK di Kaltim yang ke-empat kali. Sebelumnya OTT KPK juga menyasar 3 kepala daerah di Kaltim.
Mereka adalah Syaukani (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2005), Rita Widyasari (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Ex Bupati Kutai Timur) juga dijerat dalam OTT KPK.
Dalam konferensi pers, Kamis 13 Januari 2022, KPK tetapkan Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu Bendahara Partai Demokrat DPC Balikapapan sebagai tersangka korupsi.
Mereka disangka telah menerima suap pengadaan barang dan jasa atas perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
Nilai pengadaan barang dan jasa itu berkaitan dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar. Masing-masing untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit subur dengan nilai kontrak Rp58 Miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Sedangkan yang berkaitan dengan korupsi terkait perizinan, tersangka diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan. Antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU.
Menurut akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman yang tergabung dalam Pusat Studi Anti Korupsi atau SAKSI, kasus tersebut memberi gambaran bahwa selain proyek pengadaan barang dan jasa, perizinan di bidang sumber daya alam merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim.
“Korupsi SDA tidak hanya membawa kerugian bagi individu, tapi juga komunitas, dan masyarakat luas, belum lagi disertai dampaknya terhadap lingkungan,” ujar juru bicara SAKSI, Herdiansyah Hamzah, melalui keterangan tertulis, Jumat 14 Januari 2022.
Herdiansyah Hamzah menilai akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK tak lepas dari politik dinasti. Sistem itu diduga menjadi pintu masuknya korupsi.
“Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi. Lingkaran kekuasaan yang diisi keluarga dan kerabat merupakan faktor utama penyubur perilaku korup. Segala perangkat dan sektor jaringan dalam genggaman segelintir orang dan golongan, bahkan politik dinasti kian bermertafora dalam berbagai bentuk, bukan lagi hubungan darah semata, namun juga merambah pada relasi perkawanan,” ujar Herdiansyah Hamzah.
Akademisi Hukum Unmul juga menilai bahwa praktik korupsi yang marak saat ini adalah wujud kesinambungan historis yang merupakan warisan oligarki yang harus dijadikan musuh bersama.
Praktik korupsi terhadap barang dan jasa yang juga diprediksi akan terus menjamur seiring menyambut Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN), juga bidang SDA yang rawan korupsi saat proses perizinan.
“Dengan potensi SDA yang cukup melimpah di Kaltim, tentu saja pengawasan harus dilakukan bersama oleh masyarakat Kaltim. “The earth provides enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed” kata Mahatma Gandhi (Bumi menyediakan cukup untuk kebutuhan manusia, tapi tidak keserakahan manusia),” ujar Herdiansyah Hamzah.
Menurut Herdiansyah Hamzah, upaya menjaga SDA Kaltim dari para koruptor perlu terus dilakukan bersama, tidak hanya oleh aparat penegak hukum seperti KPK, tapi juga memerlukan keterlibatan masyarakat, penggiat anti korupsi, akademisi di Kaltim.
Upaya itu, menurut Herdiansyah Hamzah menuntut energi lebih dalam momentum pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang tak terhindarkan bahkan terkesan dipaksakan di tengah guncangan ekonomi akibat pandemi covid-19.
“Pengawasan dan penegakan hukum harus terus dilakukan agar momentum pembangunan IKN tidak menjadi celah yang dimanfaatkan oleh proyek yang diboncengi kepentingan-kepentingan oligarki,” ujar Herdiansyah Hamzah.
Karena itu, SAKSI FH Unmul memberikan catatan dalam menyikapi kasus ini.
1. Penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan
2. Mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial.
3. Meminta KPK untuk mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor.
4. Meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi. (*)