News

Aliansi Akademisi Tolak Pemberlakuan UU Omnibuslaw dan Turunannya Pasca Putusan MK

KLIKSAMARINDA – Aliansi Akademisi Tolak Omnibus Law memberikan penilaian terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang mengabulkan uji formil terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam pers rilis Selasa, 30 November 2021 kemarin, Aliansi Akademisi menyatakan bahwa Putusan MK itu merupakan penegasan tentang prosedur ugal-ugalan dalam pembentukan undang-undang.

“Pemerintah dan DPR telah melakukan penyimpangan terhadap tata cara pembentukan UU sebagaimana yang diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jalan pintas pembentukan UU (fast track legislation) yang menghalalkan segala cara, tengah dipertontonkan hanya untuk memuaskan kepentingan investasi. Dikabulkannya uji formil ini ex-officio juga turut membatalkan substansi atau materi UU a quo secara keseluruhan. Ibarat Salat, jika wudu-nya tidak benar, maka batal pula salat-nya. Maka tidak mengherankan jika MK pada akhirnya menolak keseluruhan uji materi UU a quo, sesaat setelah uji formil UU a quo dikabulkan,” ujar juru bicara Aliansi Akademisi, Herdiansyah Hamzah.

Aliansi Akademisi juga menilai bahwa putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR harus tunduk terhadap seluruh amar putusan MK.

“Namun anehnya, Presiden justru memberikan tafsir berbeda terhadap amar putusan MK tersebut, tanpa merujuk kepada keseluruhan makna putusan MK sebelumnya, khusunya yang berkaitan frase “inkonstitusional bersyarat”. Bahkan Presiden secara terbuka memberikan pernyataan jika UU 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya tetap dapat dijalankan tanpa terpengaruh oleh putusan MK tersebut,” ujar Herdiansyah Hamzah.

Pernyataan Presiden ini dapat ditonton melalui kanal resmi Sekretariat Negara (https://youtu.be/yQBApvSs6Pg) Dalam pernyataan resmi Presiden RI Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Dengan dinyatakan masih berlakunya UU Cipta Kerja oleh MK, maka seluruh materi dan substansi dalam UU Cipta Kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK,” demikian disampaikan Presiden dalam keterangan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 29 November 2021.

Presiden juga menyebutkan bahwa dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk segera menindaklanjuti dan melakukan perbaikan terkait putusan tersebut. Presiden menambahkan, seluruh peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang ada saat ini masih tetap berlaku.

“Saya telah memerintahkan kepada Menko dan menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepat-cepatnya dan MK sudah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku. Pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang diberikan waktu paling lama dua tahun untuk melakukan revisi atau perbaikan-perbaikan,” ujar Presiden.

Presiden menegaskan, komitmen pemerintah terhadap agenda reformasi struktural, deregulasi, dan debirokratisasi akan terus dijalankan. Presiden juga memastikan bahwa pemerintah menjamin keamanan dan kepastian investasi di Indonesia.

“Saya pastikan kepada para pelaku usaha dan para investor dari dalam dan luar negeri, bahwa investasi yang telah dilakukan, serta investasi yang sedang dan akan berproses, tetap aman dan terjamin,” tandasnya.

Statement Presiden itu, menurut Aliansi Akademisi cenderung menyesatkan publik. Pernyataan itu seolah menjadi jaminan para investor dan kelompok oligarki yang berkepentingan terhadap UU a quo.

Padahal, perihal penafsiran inkonstitusional bersyarat (conditionaliy unconstitutional) sendiri, dijelaskan oleh MK dalam putusannya Nomor 4/PUU-VII/2009. Dalam putusan a quo, MK berpendapat bahwa inkonstitusional bersyarat adalah tidak konstitusional sepanjang tidak dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh MK.

“Oleh karena itu, dalam putusan 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan untuk melakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan, adalah syarat mutlak agar UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dapat dinyatakan konstitusional. Dengan demikian, UU a quo adalah inkonstitusional pada saat putusan dibacakan dan akan menjadi konstitusional apabila syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi oleh addresaat putusan MK, dalam hal ini Pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU,” ujar Herdiansyah Hamzah.

Aliansi Akademisi berdasarkan putusan MK tersebut, maka keberlakuan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta seluruh aturan turunannya, harus ditangguhkan sampai syarat konstitusionalitasnya terpenuhi. Hal ini disebutkan secara eksplisit dalam amar putusan MK, yang menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

“Makna strategis dan berdampak luas sendiri diuraikan secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 4 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang pada initinya mencakup 11 klaster yang diatur dalam UU a quo beserta aturan pelaksananya. Untuk itu, keberlakuan aturan pelaksana dari UU a quo juga harus ditangguhkan, hingga dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun,” tandas Herdiansyah Hamzah.

Oleh karena itu, Aliansi Akademisi Tolak Omnibus Law, menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Presiden telah mengabaikan putusan MK, dengan menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta seleuruh aturan pelaksananya tetap berlaku dan dapat dijalankan. Ini jelas merupakan pemabangkangan terhadap putusan MK yang dapat dikategorikan sebagai penghinaan terhadap peradilan (contempt of court).

2 Menolak pemberlakuan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta seleuruh aturan pelaksananya, sebagaimana yang disebutkan secara eksplisit baik dalam amar putusan maupun pertimbangan putusan MK.

3. Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, dari berbagai sektor, yang telah menjadi korban dari Omnibus Law UU Cipta Kerja yang pro investasi, untuk terus melancarkan aksi-aksi menuntut agar UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dibatalkan secara permanen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status