Diduga Usir Murid dan Intimidasi Wartawan, Guru di Samarinda Jadi Sorotan
KLIKSAMARINDA – Seorang guru di sebuah sekolah di Samarinda Seberang, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) tengah menjadi sorotan. Guru tersebut diduga telah mengusir muridnya saat mengajar di kelas dan melakukan intimidasi terhadap wartawan.
Perkara itu bermula ketika seorang murid diduga mengalami intimidasi dari seorang guru saat jam belajar. Oknum guru di sekolah tersebut merupakan wali kelasnya.
Intimidasi tersebut terjadi ketika murid yang ada di kelas 4 itu tak dapat mengikuti pembelajaran daring karena tidak punya gawai (handphone).
Dari keterangan seorang warga, Muhammad Kadir Jailani (28), dirinya mendapati murid SD itu dalam kondisi menangis di tepi jalan tak jauh dari sekolah. Muhammad Kadir Jailani lalu mendampingi murid korban intimidasi itu dalam sepekan terakhir.
“Saya tanya, kenapa menangis? Dia bilang diusir dari kelas,” ujar Muhammad Kadir Jailani, melalui keterangan tertulis, Jumat 3 Juni 2022.
Muhammad Kadir Jailani kemudian mendatangi sekolah tersebut dan berupaya mendapatkan informasi dari pihak sekolah. Namun dirinya justru mendapatkan sikap tidak kooperatif dari pihak sekolah.
“Kedatangan kami yang bertujuan mengkonfirmasi kebenaran yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut. Namun disambut sikap temperamen oleh beberapa oknum guru yang menyangkal akan kejadian tersebut,” ujar Muhammad Kadir Jailani
Informasi tersebut kemudian menyebar kepada sejumlah wartawan Samarinda. Awak media pun mencari informasi akurat tentang kebenaran kabar dugaan intimidasi terhadap murid di sekolah tersebut.
Namun, wartawan tak mendapatkan klarifikasi dari pihak sekolah. Seorang berkemeja hitam yang mengaku guru mendatangi para wartawan di salah satu ruangan di sekolah tersebut.
Oknum guru itu lantas menyulut rokok dengan nada tinggi mempertanyakan keberadaan wartawan.
“Ada apa ini bawa-bawa wartawan,” ujar pria itu tanpa sempat diketahui identitasnya.
Kericuhan kecil sempat terjadi. Para wartawan tidak menerima perlakuan oknum guru tersebut.
Sejumlah wartawan melakukan pantuan di lingkungan sekolah. Beberapa guru dengan tatapan penuh tanya dan sesekali berbicara dengan nada tinggi.
“Ngapain ini ramai-ramai datang bawa wartawan segala? Kan permasalahanya sudah selesai,” ujar wali kelas siswa bersangkutan saat dijumpai di ruang guru.
Sejumlah wartawan kemudian berusaha menghadapi situasi dengan kepala dingin. Wartawan juga menemui kepala sekolah, Sarban.
“Belum ada konfirmasi dari guru yang bersangkutan. Namun akan kami lakukan pemanggilan terhadap oknum guru tersebut,” ujar Sarban.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, mengaku belum mengetahui permasalahan yang terjadi.
“Saya akan konfirmasi kepala sekolahnya dulu,” ujar Asli Nuryadin.
Karena menyeret profesionalisme wartawan dalam kerja jurnalistik, kabar adanya dugaan intimidasi terhadap wartawan itu direspon Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S Efendi.
Didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Abdurrahman Amin, Endro S. Effendi menyayangkan masalah tersebut.
Menurut Abdurrahman Amin, oknum guru tersebut telah melakukan arogansi terhadap pekerjaan wartawan. Sebagai profesi yang dilindungi undang-undang, sikap guru tersebut merupakan pelanggaran.
“Pekerjaan wartawan itu dilindungi undang-undang. Jadi tidak boleh dihalang-halangi oleh siapa pun, termasuk melakukan intimidasi,” ujar Abdurahman Amin.
Abdurrahman Amin menyatakan akan menyiapkan langkah hukum jika diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Pekerjaan wartawan, menurut Abdurrahman Amin, memiliki standar aturan dan etika yang tinggi.
Karena itu, pihak manapun, termasuk oknum guru di sekolah tersebut, tidak perlu alergi menghadapi wartawan ketika terjadi dugaan permasalahan.
“Sandaran etis dalam bekerja tidak bisa ditawar dalam pekerjaan wartawan. Jadi tidak perlu alergi, apalagi menghindar jika ada wartawan yang ingin menggali informasi,” ujar Abdurrahman Amin.
Selain itu, Abdurrahman Amin menegaskan bahwa guru dilindungi undang-undang dan pasti memahami bagaimana profesi dan etika masing-masing. Menurut Abdurrahman Amin, sangat disayangkan jika dugaan intimidasi itu benar-benar dilakukan terhadap murid dan wartawan.
Pedoman kerja wartawan
Dalam Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang ditetapkan di Jakarta, 6 Desember 2012, Dewan Pers telah memberikan gambaran terkait kekerasan terhadap wartawan dalam Bab IV Bentuk Kekerasan Terhadap Wartawan.
IV. Bentuk Kekerasan Terhadap Wartawan
1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan,
penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.
2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.
3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.
4. Upaya menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.
5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.
Di sisi lain, kerja jurnalistik wartawan juga telah diatur dalam etika profesi yang disebut Kode Etik Jurnalistik dari Dewan Pers. Kode Etik Jurnalistik memuat 11 pasal Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik ini ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers yang ditetapkan di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006.
Berikut 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik dan penafsirannya.
Kode Etik Jurnalistik
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang sematamata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. (*)