News

Menakar Untung Rugi Samarinda Tanpa Zona Tambang 2026

KLIKSAMARINDA – Pemerintahan Kota Samarinda telah menetapkan diri untuk mencoret zona tambang dari tata ruang mulai 2026. Meski mulai berlaku 3 tahun mendatang jika dihitung sejak 2023, rencana tersebut menuai respon dari pelbagai pihak.

Sebagai gambaran umum, Samarinda telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Kota Samarinda 2022-2042. Perda itu sudah diserahkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Perda RTRW Samarinda Tahun 2022-2042 ini tidak lagi memuat zona tambang di dalamnya. Dari luas total Kota Samarinda adalah 71.678,36 hektare, tercatat ada luas kawasan lindung 8.756 hektare atau sebesar 12,22 persen. Rinciannya adalah pola ruang Badan Air, Kawasan Perlindungan Setempat, dan Ruang Terbuka Hijau.

Ada pula Kawasan yang direncanakan sebagai Kawasan Budidaya seluas 62.921 hektare atau sebesar 87,78 persen.

Rincian pola ruangnya antara lain:

– Kawasan Hortikultura 10.088 hektare
– Kawasan Perumahan 37.071 hektare
– Kawasan Hutan Produksi Tetap 516 hektare
– Kawasan Perdagangan dan Jasa 7.484 hektare
– Kawasan Transportasi untuk APT. Pranoto 1.562 hektare
– Kawasan Tanaman Pangan 1.012,36 hektare
– Kawasan Peruntukkan Industri 3.768 hektare.

Meski Pola Ruang Lindung seluas 12,22 persen, jika ditambahkan luas kawasan yang direncanakan tetap sebagai area hijau, yaitu Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Hortikultura, dan Hutan Produksi Tetap, persentase area yang menjadi kawasan Lindung dan pemanfaatan hijau total 28,42 persen.

Karena itu, melalui diskusi publik Samarinda Bebas Tambang tahun 2026, Minggu malam, 19 Maret 2023, Setiap Hari Coffee Jalan Ir. H. Juanda, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), para pihak bertemu dan mengungkapkan respon atas rencana itu.

Ngobrol Pintar di Setiap Hari Coffee ini mengangkat tema “Untung dan Rugi 2026 Samarinda Bebas Zona Tambang” dipandu jurnalis senior Kaltim, Anjas Pratama.

Hadir dalam diskusi itu Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Hairul Anwar (Cody), dan Herdiansyah Hamzah (Castro) yang hadir lewat zoom meeting.

Selain itu, tampak hadir aktivis Tambang dan Lingkungan, Pradarma Rupang serta Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30, Buyung Marajo.

Dari unsur pemerintahan, hadir anggota DPRD Kaltim yang juga anggota Panitia Khusus (Pansus) RTRW Kaltim, Rusman Yaqub dan Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

Dalam paparannya, Wali Kota Andi Harun menegaskan bahwa Perda RTRW Samarinda 2022-2042 telah ditetapkan. Namun, satu persoalan yang menjadi sorotan dalam perda itu, menurut Wali Kota Andi Harun adalah peniadaan zona tambang di Samarinda.

Terlepas dari pelbagai soal dalam rencana Samarinda tanpa zona tambang mulai 2026, Wali Kota Andi Harun tetap optimis Samarinda akan berubah menjadi kota jasa, industri, dan perdagangan. Wali Kota Andi Harun menyatakan perlu dibedakan antara langkah fundamental dan langkah teknikal. Sehingga polemik tentang Perda RTRW telah selesai sejak persetujuan substantif (Persub) dari kementerian ATR/BPN pada 13 Desember 2022 sejak pembahasan di tahun 2019.

Meski bukan persoalan mudah dalam menetapkan keputusan tersebut, Wali Kota Andi Harun menegaskan di peta Samarinda yang terbaru tak ada lagi zona tambang.

Indikasi adanya upaya menggagalkan wacana tersebut juga tak terhindarkan. Namun, Wali Kota Andi Harun menegaskan, berdasarkan studi-studi yang dilakukan, Samarinda sudah sangat siap untuk hidup tanpa tambang.

“Samarinda bisa berkeadaban tanpa batubara,” ujar Wali Kota Andi Harun.

Persoalan yang mengemuka lainnya adalah adanya 20 izin usaha pertambangan (IUP) yang ternyata masih berlaku di tahun 2026. Untuk urusan tersebut, Wali Kota Andi Harun menyatakan Pemkot Samarinda akan mempertimbangkan penolakan perpanjangan izin 20 IUP tersebut.

“Bisa menjadi ruang bagi pemkot untuk menolak perpanjangan izinnya,” ujar Wali Kota Andi Harun.

Optimisme itu semakin menguat seiring rencana pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara yang memerlukan adaptasi dini. Karena itu, Wali Kota Andi Harun memastikan bahwa Perda RTRW Samarinda 2022-2042 telah sesuai dengan rencana pembangunan nasional IKN Nusantara. Bahkan, Samarinda akan menjadi pusat pengembangan energi terbarukan.

“Samarinda akan menjadi epicentrum IKN Nusantara,” sebutnya.

Dukungan Samarinda Bebas Tambang 2026 juga mendapat respon positif dari akademisi dan kalangan aktivis lingkungan dan tambang.

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Khairul Anwar ikut mendukung rencana Samarinda Bebas Tambang 2026. Menurut dia, Samarinda dengan statusnya sebagai Ibu Kota Kaltim mestinya fokus pada sektor jasa dan perdagangan.

Khairul Anwar menjelaskan sejak RTRW 2000, dengan luasan Samarinda 711 kilometer persegi, di dalamnya ada kebun sawit dan tambang. Sementara Samarinda struktur tanahnya rawa. Hal itu memunculkan keanehan bagi Khairul Anwar sejak menekuni area Samarinda sebagai akademisi Unmul di tahun 2000.

Khairul Anwar menilai, kota akan hidup oleh jasa dan perdagangan. Namun, hingga kini, masalahnya Samarinda belum memiliki wali kota yang mampu memaksimalkan sektor jasa dan perdagangan. Keberadaan tambang sendiri pada akhirnya menjadi beban bagi Samarinda, khususnya dalam soal pemulihan dan struktur ekonomi pemerintah lewat dana bagi hasil yang tak seberapa.

Padahal, Samarinda merupakan wilayah urban yang berpotensi memaksimalkan urusan jasa dan niaga. Setiap kota akan menuju pembangunan berbasis jasa dan niaga. Karena itu, Khairul Anwar yakin setiap kota mampu berdiri di atas dukungan sektor jasa dan niaga.

“Samarinda ga perlu tambang. Yang penting, aturan dan kebijakannya jelas,” ujar Khairul Anwar yang kerap disapa Cody itu.

Sementara akadimisi hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah menerangkan bahwa sebelumnya Samarinda memiliki dua produk hukum untuk bisnis tambang. Pertama adalah Perda Pertambangan Nomor 12 tahun 2013 saat kewenangan pertambangan masih dalam kewenangan daerah. Kedua adalah Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang RTRW Samarinda.

Saat itu, politik hukum pertambangan di Samarinda membuka seluasnya-luasnya bagi bisnis fosil ini. Namun, ada dua cara untuk bisa mengatur pertambangan karena kondisi darurat lingkungan tidak membolehkan pertambangan. Tapi persoalannya saat ini kewenangan ada di pusat sehingga masih terbuka peluang evaluasi dari pemerintah pusat.

“Persoalannya bagaimana cara mengkonkretkan Samarinda tanpa tambang 2026. Yang paling penting dimanifestasikan ke dalam komitmen Pemkot Samarinda. Yang memungkinkan adalah Perda RTRW. Tapi itu akan kembali dievaluasi oleh pemerintah pusat. Sekarang harus melibatkan dukungan publik lebih luas soal Samarinta tanpa tambang. Tapi sampai sekarang saya belum membaca draft Perda RTRW (2022-2042) itu,” ujar Herdiansyah Hamzah.

Di sisi lain, aktivis lingkungan dan tambang Kaltim, Pradarma Rupang, di pemerintahan sebelumnya, ada 63 izin usaha pertambangan dan 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tambang. Beberapa di antaranya PKP2B selesai di tahun 2036 di Samarinda.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 43 yang selesai dan tersisa 20 IUP di 2026 dengan 19 IUP dan satu statusnya IUP trading. Dari 43 IUP itu, total 11 ribu hektare yang berakhir dan menyisakan 349 lubang tambang di Samarinda.

Menurut Pradarma Rupang, seharusnya lahan yang telah selesai dari tambang kembali ke negara. Pemerintah harus mengambil status quo dalam rangka kepentingan umum.

Karena itu, Pradarma Rupang menyatakan kebijakan Samarinda tanpa zona tambang pantas mendapatkan apresiasi. Tapi menurut Pradarma Rupang, publik juga harus tahu peta jalan Perda RTRW.

“Ekonomi batubara ini ekonomi bunuh diri. Cepat datang daya rusaknya luar biasa, beban keuangan dearah hanya untuk pemulihan. Pilihan bebas zona tambang itu pilihan penting. Cepat atau lambat, industri ini akan berakhir di Samarinda karena dia tidak berkelanjutan. Hanya apakah wali kota menunggu kehancuran atau ingin selamat? Kalau ingin selamat, tetapkan Samarinda bebas zona tambang,” ujar Pradarma Rupang.

Di sisi lain, Rusman Yaqub menilai kebijakan Samarinda tanpa tambang adalah terlambat. Dampak eksploitasi dari tambang itu perlu dihitung antara kerusakan alam dan risiko sosial dengan manfaaat dari adanya tambang.

Namun, menurut Rusman Yaqub mempertanyakan data efek kesejahteraan sosial dari keberadaan tambang. Pasalnya, data itu penting untuk menunjukkan sejauh mana efek keberadaan tambang bisa membawa dampak kesejahteraan bagi warga khususnya di Samarinda.

“Saya percaya data yang disampaikan atas dampak tambang Samarinda tidak membawa efek kesejahteraan bagi Samarinda dan justru membawa kesengsaraan sebagaimana yang sudah kita nikmati bersama. Harus ada data perbandingan itu sejak Samarinda dibuka untuk tambang. Berapa tingkat pendapatan jika dibandingkaan kerusakan alam dan risiko alam. Jangan-jangan terlalu banyak risiko kerusakan lingkungan dan risiko sosialnya,” ujar Rusman Yaqub.

Uraian lainnya, disampaikan Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30, Buyung Marajo. Masyarakat, menurut Buyung Marajo, selalu berada dalam kerugian. Buyung Marajo mengingatkan jangan sampai jeda menuju 2026 menciptakan ruang ekpolitasi lebih parah dari tambang sehingga menciptakan kerusakan Samarinda lebih parah.

“Yang untung itu Ismail Bolong dan sejenisnya. Itu yang ilegal bisa Rp 700 juta per bulan,” ujar Buyung Marajo. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status