News

Penetapan Tersangka Pemilik Harimau dalam Kasus Kematian Suprianda di Samarinda

KLIKSAMARINDA – Dalam peristiwa tragis yang terjadi di Jalan Wahid Hasyim II, RT.11, Kelurahan Sempaja Barat, Kecamatan Samarinda Utara, seorang pria bernama Suprianda tewas akibat diterkam oleh harimau milik seorang warga setempat yang diduga sebagai pemilik harimau.

Kasus ini sedang dalam pemeriksaan intensif oleh Polresta Samarinda, dan pemilik harimau, yang berinisial AS, telah dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan sejak Sabtu malam 18 November 2023 kemarin.

Dua pasal menjadi landasan pihak kepolisian menjadikan AS pemilik harimau di Samarinda. Yaitu, pasal 359 KUHP junto pasal 21 ayat 2 juncto pasal 40 ayat 2 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

“Tentang tindak pidana karena kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dunia dan berkaitan dengan perkara larangan memelihara satwa atau hewan liar dilindungi,” ujar Kombes Pol Ary Fadli kepada wartawan, Minggu 19 November 2023.

Menurut Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli, melalui pernyataan dari Kasat Reskrim, Kompol Rengga Puspo Saputro, dalam wawancara dengan media proses penyidikan telah mencapai tahap yang signifikan. Polisi telah menetapkan AS sebagai tersangka.

Dalam upaya mengungkap fakta-fakta terkait kematian Suprianda, pihak berwenang telah meminta keterangan dari 3-5 orang saksi.

“Ada 3-5 orang yang sudah kami mintai keterangannya,” ungkap Kompol Rengga Puspo Saputro.

Informasi ini mencakup detail-detail penting yang dapat menggambarkan kronologi peristiwa dan memberikan gambaran lebih jelas terkait keadaan sekitar pada saat kejadian tragis itu terjadi.

Penting untuk dicatat bahwa AS, yang diduga sebagai pemilik harimau yang menerkam Suprianda, telah memelihara hewan buas tersebut selama 2-3 tahun. Pengakuan ini membuka peluang untuk penyelidikan lebih lanjut terkait pemeliharaan satwa liar dan kemungkinan adanya hewan-hewan lain yang dipelihara oleh AS.

Sebelumnya, pada tanggal 18 November 2023, Suprianda (27) dilaporkan tewas setelah diterkam oleh harimau yang dimiliki oleh AS di Jalan Wahid Hasyim II.

Kejadian tragis ini terjadi sekitar pukul 11.00 WITA. Suprianda, yang merupakan korban dalam peristiwa ini, telah dimakamkan oleh pihak keluarga.

Dengan penetapan AS sebagai tersangka, muncul pertanyaan terkait tanggung jawab hukum atas kematian Suprianda. Proses hukum yang sedang berlangsung akan menentukan sejauh mana pemilik harimau bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, dan apa implikasinya terhadap keberlanjutan pemeliharaan satwa liar.

Kasus kematian Suprianda diterkam harimau juga mengundang pertanyaan lebih luas tentang pemeliharaan satwa liar di lingkungan masyarakat. Apakah regulasi yang ada sudah cukup untuk mencegah insiden serupa, atau apakah perlu adanya peninjauan lebih lanjut terkait keamanan dan tanggung jawab pemilik satwa liar?

Hingga saat ini diketahui terdapat Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya yang mengatur tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diatur pula dalam Peraturan Menteri KLHK No 92 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. Aturan ini menegaskan bahwa Panthera tigris sumatrae atau harimau sumatera termasuk ke dalam satwa liar yang dilindungi.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, setiap orang dilarang untuk :

1. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
2. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Ketentuan Pidana Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 Pasal 40:

1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

4. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Kasus kematian Suprianda menjadi sorotan utama, dengan pemilik harimau, AS, sebagai tersangka utama. Implikasi hukum dan pembahasan tentang pemeliharaan satwa liar menjadi fokus penting dalam menyikapi kejadian tragis ini. (*)

Back to top button
DMCA.com Protection Status