News

Menjaga Bekatan dari Kepunahan

Kisah Aidil Amin, Sang Penjaga Sungai Hitam

Sungai Hitam jadi habitat bekantan. Meliuk di atas pohon menghindari kematian.

KLIKSAMARINDA – SEEKOR bekantan mati ditembak pemburu liar. Kejadian di masa lalu itu menjadi pelecut ayah dua anak ini menjaga hutan mangrove dan pohon nipah. Keputusannya mengundurkan diri sebagai manager sebuah perusahaan, dimaksudkan untuk satu hal; menjaga kelangsungan hidup bekantan Kalimantan.

Aidil Amin dan Sungai Hitam di Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja –Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)– seolah tak bisa dipisahkan. Kepeduliannya pada lingkungan membuat tempat ini dikenal hingga ke mancanegara. Bahkan jadi salah satu destinasi paling dicari di sekitar Ibukota Negara Negara (IKN) Nusantara.

“Begitulah. Bekantan ini berbeda dengan individu hewan yang lain. Bekantan memiliki karakter yang unik. Dia tidak bisa hidup jika pernah mengalami trauma. Beberapa bekantan yang kami temui mengalami trauma, ujungnya selalu mati alias tidak bisa tertolong,” kata Aidil, saat ditemui Dermaga Sungai Hitam, Samboja, Kukar, Senin, 14 Oktober 2024, bersama sejumlah penggiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bekantan Sungai Hitam.

Sejak lama, Aidil telah melihat potensi besar Sungai Hitam yang tidak dimiliki daerah lain. Namun, ia prihatin melihat kondisi alam Sungai Hitam yang rusak. Aidil mengaku, berdirinya Ekoriparian Bekantan Sungai Hitam ini bertujuan untuk memberikan kontribusi nyata terhadap keberadaan habitat bekantan. Tidak saja kelangsungan hidup, namun juga perbaikan lingkungan khususnya menyangkut limbah domestik.

Kerusakan habitat bekantan memang lebih rentan terjadi pada habitatnya yang berada di tepi sungai. Hal ini disebabkan hutan di tepi sungai mudah dijangkau dan dialihfungsikan menjadi permukiman, tambak, dan pertanian. Aidil menyebut, pada 1990-an, luas habitat bekantan tercatat mencapai 29.500 kilometer persegi (km2). Namun saat ini lebih dari 60 persen telah beralih fungsi.

Dengan kata lain, Ekoriparian adalah memanfaatkan sepadan sungai yang semula menjadi tempat pembuangan sampah dengan membangun fasilitas pengendalian pencemaran sesuai dengan sumber pencemar yang ada. Serta fasilitas lingkungan lainnya yang tidak menganggu ekosistem yang ada, dan menjadi tempat wisata yang dikelola masyarakat sehingga meningkatkan ekonomi.

Mereka mulai menanam dan merawat mangrove jenis rambai di sepanjang aliran sungai. Jenis tanaman yang menjadi rumah tinggal bekantan dengan buah yang juga menjadi makanan monyet hidung panjang dengan nama Latin Nasalis larvatus itu.

Namun, menjaga dan melestarikan hutan mangrove sebagai tempat hidup bekantan tidak bisa sendirian. Agar usaha konservasi tersebut lebih kuat, mereka pun membentuk Pokdarwis Sungai Hitam Lestari.

Melalui Pokdarwis inilah, mereka dipertemukan dengan PT Pertamina EP (PEP) Sangasanga Field. Di kemudian hari, pertemuan itu melahirkan program Ekoriparian Sungai Hitam Lestari sejak 2019. Melalui program ini, Pertamina EP Sanga-Sanga telah memberikan kontribusi terhadap masyarakat sekitar kowisata Sungai Hitam dan pembinaan serta pelatihan sesuai kebutuhan.

Pertamina EP Sanga Sanga bersama Pokdarwis Sungai Hitam kemudian mengembangkan ekowisata berbasis pelestarian bekantan. Kolaborasi para pihak ini memanfaatkan sempadan sungai yang sebelumnya kurang termanfaatkan dengan baik.

Beberapa kegiatan yang sangat bermanfaat, antara lain pelatihan pemantauan dan perlindungan habitat bekantan, serta pelatihan memandu wisatawan (tour guide).
Di luar pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) itu, Pokdarwis Sungai Hitam Lestari juga terbantu dengan pembangunan fisik seperti renovasi gudang, pembuatan plang, pembuatan dermaga (jetty), serta pengadaan kapal.

Dengan dukungan dan kolaborasi berbagai pihak, program ini diharapkan menjadi model pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan, menciptakan dampak positif yang dirasakan secara luas, baik dari sisi ekologi maupun sosial-ekonomi

“Tidak itu saja, seringnya peneliti atau wisatawan asing ke tempat ini, mereka bahkan mendonasikan uang mereka untuk membangun satu fasilitas umum yang bisa digunakan masyarakat atau pengunjung yakni toilet. Kebetulan saat itu yang mendonasikan adalah wisatawan asal Jerman.” jelas Aidil.

Dari atas kapal dengan panjang 6 meter dengan kapasitas penumpang 9 orang bersama motorisnya saat mengantar KlikSamarinda menyusur Sungai Hitam, Aidil terlihat menunjukan beberapa hewan yang ditemui sepanjang perjalanan menyusuri sungai. Dengan tersenyum, ia menunjukan keberadaan ular yang menggantung di pohon nipah. Begitu juga saat Aidil memperlihatkan satwa lain seperti biawak, bahkan buaya di Sungai Hitam.

“Alhamdulillah, saat ini berdasarkan data yang disampaikan BKSDA juga dari 188 individu Bekantan pada 2013, kini sudah berkembang menjadi 400 individu bekantan yang berada di Sungai Hitam, ini prestasi yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya,” terang Aidil.

Hal ini jelas di luar ekspetasi. Sebab di awal merintis usaha Ekoriparian, banyak sekali kendalanya. Bahkan banyak orang yang menganggap kegiatan ini sia-sia. Termasuk keluarganya sendiri. “Tapi semuanya kini telah terjawab,” tegasnya.

Saat ini, ada 5 kapal wisata yang melayani susur sungai hitam dengan kapasitas penumpang yang berbeda beda dari kapasitas 4 orang yang paling kecil hingga kapasitas 20 orang.

Bahkan dalam setahun, Aidil mengaku bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp60 juta dengan rincian sekitar Rp4 juta sampai Rp5 juta setiap bulannya. Angka ini jauh berbanding terbalik dengan pendapatan Ekowisata Sungai Hitam Lestari ketika pertama kali dibuka yang hanya mampu memperoleh Rp1 juta sampai Rp2 juta.

Keberhasilan Aidil ternyata membawa kesuksesan juga bagi masyarakat desa Kampung Tua dalam pengembangan UMKM. Serupa dengan pengembangan Sungai Hitam, pengembangan UMKM masyarakat Kampung Tua tidak lepas dari peran PT Pertamina EP (PEP) Sangasanga Field.

“Kami mendapatkan banyak dukungan setelah Pertamina EP Sangasanga masuk. Tidak hanya soal pelestarian, tetapi juga pengembangan ekowisata,” jelas pria yang mendapat penghargaan Kandidat Kalpataru 2020 itu.

Aidil berharap, dengan adanya IKN Nusantara dan kerja sama berkelanjutan dari Pertamina, dapat mengenalkan Ekowisata Sungai Hitam Lestari ke masyarakat lebih luas.

Kini, Sungai Hitam menjadi salah satu destinasi yang sering dikunjungi oleh turis asing maupun peneliti yang tertarik untuk mempelajari ekosistem bekantan dan kehidupan hewan-hewan lainnya di sana.

Hal ini juga memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat sekitar. Zainal, misalnya. Motoris kapal wisata itu mengakui kehadiran wisatawan memberikan tambahan penghasilan di luar pekerjaan utama mereka sebagai nelayan.

“Kami terus menjaga kawasan ini dengan terus melakukan penanaman dan memunguti sampah. Yang ibaratnya untuk menjaga kawasan ini tetap bersih dan berkembang,” ungkap Zainal.

Sungai Hitam Kalimantan
Habitat bekantan di Sungai Hitam Samboja.

Komitmen Jaga Keseimbangan

Di balik nama Aidil Amin dan Sungai Hitam, ada peran Pertamina EP Sangasanga yang membuat jerih payah Kandidat Kalpataru 2020 itu tak sia-sia. Head of Comrel & CID Zona 9, Elis Fauziyah, mengapresiasi kegigihan dan konsistensi Aidil bersama kelompoknya dalam menjaga dan melestarikan bekantan dan ekosistemnya.

Makanya, Pertamina EP Sangasanga melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang inovatif dan berkelanjutan sebagai wujud komitmen kami terhadap prinsip Environment, Social, Governance (ESG). “Dalam penerapannya kami mengembangkan program-program CSR sesuai hasil pemetaan sosial di desa-desa area wilayah operasi perusahaan,” ucapnya.

Fokus Pertamina EP Sangasanga pada pelestarian bekantan. Ini berdasarkan hasil pemetaan sosial. Hasilnya, teridentifikasi ada masalah perambahan lahan area mangrove yang berubah menjadi pemukiman di Sungai Hitam.

Masalah ini tidak hanya mengurangi habitat bekantan, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan. Inilah yang jadi atensi serius bagi PT PEP Sangasanga Field. Dengan program Ekoriparian Sungai Hitam Lestari, PEP Sangasanga Field menunjukkan komitmen untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Melalui dukungan dan kolaborasi dengan berbagai pihak, kami berharap program ini dapat menjadi model pemberdayaan yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif yang luas. Baik untuk lingkungan maupun untuk kesejahteraan sosial-ekonomi,” ungkap Elis Fauziyah.

“Kami melihat sudah ada indikator kemandirian di kelompok ini. Mereka juga mempunyai network yang bagus dengan stakeholder, korporasi dan juga pemerintah. Siklus pengelolaan kelompoknya juga baik, artinya mereka mendapatkan keuntungan dari bisnis ini dikembalikan jadi modal lagi untuk pengembangan,” ulasnya.

Pelestarian tanaman mangrove, tutur Elis Fauziyah, sangat penting untuk menjaga ekosistem bekantan. “Avicennia lanata dan Avicennia marina merupakan jenis buah yang dimakan oleh bekantan. Adapun dedaunan yang menjadi makanan bekantan, yakni daun dari jenis Sonneratia alba,” ujarnya.

Menuai Harapan dari Sungai Hitam

Wisata susur Sungai Hitam bukan hanya sekadar wisata alam biasa. Sungai yang kecil, penuh pepohonan, dan menjadi habitat berbagai satwa membuat pengalaman ini begitu menegangkan dan mampu memacu adrenalin.

Pun, kawasan ini berpotensi besar sebagai destinasi wisata di Samboja, terutama dengan rencana pengembangan IKN Nusantara. Lokasinya berpotensi sebagai tempat wisata, khususnya di Samboja.

Dengan semua daya tarik dan kekayaan alamnya, Sungai Hitam diharapkan dapat menjadi kawasan lindung untuk menjaga kelangsungan hidup Bekantan dan ekosistem di sekitarnya.

Pelestarian ini penting tidak hanya bagi kelangsungan hidup satwa liar, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan lingkungan di tengah ancaman alih fungsi lahan yang terus meningkat.

Penting bagi kita semua untuk berkontribusi dalam menjaga kawasan ini agar tetap lestari. Bekantan dan keanekaragaman hayati Sungai Hitam merupakan bagian dari kekayaan alam yang harus dijaga agar tidak punah (Suriyatman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status