Sani Bin Husain Tidak Benarkan Perilaku Kekerasn Guru Terhadap Siswa
KLIKSAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sani Bin Husain mengingatkan para pendidik agar tetap memberikan ilmu dengan cara yang bijak.
Menurut Sani bin Husain, peran guru menjadi sangat penting karena menyangkut lahirnya generasi-generasi yang dapat meneruskan cita-cita bangsa.
Meski begitu, peran guru yang penting tersebut juga turut ditentukan dari pola seorang guru mendidik aset bangsa tersebut.
Sani bin Husain menerangkan, guru merupakan tombak utama dalam pembentukan karakter anak bangsa. Tak hanya soal memberikan ilmu, namun juga mendidik secara mental dan perilaku agar dapat menjadi warga negara yang berbudi luhur.
“Namun, bagaimana jika guru juga turut memberikan perilaku buruk? Tentu juga akan membentuk karakter seorang siswa yang juga akan mencontoh keburukan tersebut,” ujar Sani bin Husain saat ditemui di ruangan Komisi IV DPRD Samarinda, Senin, 22 Agustus 2022 lalu.
Sani bin Husain mencontohkan beberapa perilaku buruk dan tidak terpuji dari seorang guru. Antara lain, melakukan kekerasan fisik terhadap siswa. Mulai dari memberikan kata-kata tidak pantas hingga pemukulan.
Dari perilaku buruk tersebut, dampaknya dapat memberikan efek trauma bagi siswa.
Demi membentengi guru dari perilaku buruk tersebut, Sani bin Husain selaku Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda yang juga bergerak di bidang pendidikan, tidak membenarkan adanya kekerasan dalam pendidikan.
Bagi Sani Bin Husain, kekerasan fisik adalah hal yang tidak patut dipertontonkan di depan siswa. Oleh karena itu, dirinya mengusulkan perlu adanya penegakkan aturan yang sangat detail, agar perbuatan-perbuatan seperti itu tak dapat terulang lagi.
“Perlu adanya penegakkan aturan di internal sekolah, baik pendidik maupun tenaga pendidik,” ujar Sani Bin Husain tandas.
Sani meyakini, masalah kekerasan tak akan pernah hilang. Namun, paling tidak, seluruh pihak terus berupaya untuk dapat menekan angka kekerasan di dalam tubuh pendidikan.
“Masalah itu gak akan hilang. Tapi bagaimana menyikapinya, harus dipertajam dan jangan sampai pelampiasannya ke siswa. Guru juga punya masalah. Bisa jadi faktor ekonomi, juga mungkin karena BBM yang sulit terutama pertalite,” ujar Sani.
Sani juga mengatakan perlu adanya rumusan kode etik guru di dalam tubuh lembaga pendidikan itu sendiri. Kode etik tersebut akan memnatasi guru dari tindakan yang tidak sesuai dengan kaidah profesi yang dijalaninya.
“Terkait oknum guru yang mungkin keluar dari kewenangannya, perlu ada kode etik di sekolah yang dapat berakibat pada guru tersebut,” ujar Sani.
“Saya rasa kalau melanggar pasti punya rasa malu. Kalau keluar dari batas kewajaran, saya rasa harus menyadari, dan diberikan sanksi tegas ya,” ujar Sani.
Karena itu, Sani menekankan jika kekerasan fisik yang dilakukan jika didasari atas karakternya, maka guru tersebut tidak layak menjadi guru.
“Kalau memang masalahnya adalah karakter, ya berarti gak pantas jadi guru. Jangan dibiarkan sampai berlarut-larut. Harus segera ditindak,” ujar Sani. (Pia/Adv)