“Pisang” Penyelamat Pesut

KLIKSAMARINDA – Alat itu berwarna kuning dan hijau. Bentuknya serupa pisang. Benda itu diletakkan di sisi kanan dan kiri renggek milik nelayan. Ini adalah alat modifikasi yang diciptakan para peneliti Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) bekerjasama dengan Pertamina Hulu Mahakam.
Keduanya berhasil mengembangkan inovasi pinger akustik yang dipasang di jaring rengge. Pinger ini mengeluarkan sonar dengan frekuensi yang dapat ditangkap oleh pesut Mahakam. Sehingga mereka akan menghindar dari area sekitar jaring nelayan.
Inovasi pinger akustik ini dikembangkan dari modifikasi resonansi suara yang digunakan pada proses seismik. Implementasi pinger akustik berhasil mengurangi jumlah pesut Mahakam yang terjerat jaring nelayan.
“Alat inilah yang kemudian membuat tidak lagi ditemukan pesut mati akibat terjerat rengge, bahkan kini dengan kesadaran sendiri warga desa Pela menggunakan pinger ini di setiap rengge milik warga,” kata Boby Arianto, Sekretaris Pokdarwis Desa Pela, Sabtu (19/10/2024).
Boby Arianto mengatakan ingin mengembalikan populasi pesut seperti di medio 1970-an. Meski berat, namun diharapkan agar pesut-pesut ini tidak punah.
Pada era 1970-an, lanjut Boby, Desa Pela dikenal sebagai surga pesut. Sebab, di tempat ini ada ratusan hingga ribuan pesut yang melintas di Desa Pela menuju ke Danau Semayang untuk mencari makan.
“Dulu ceritanya pesut itu selalu mengikuti perahu milik warga yang mencari ikan di danau, tidak ada saling mengganggu antara pesut dengan nelayan,” kata Boby.
Namun kini, pesut Mahakam yang memiliki nama Latin Orcaella brevirostris yang merupakan satwa khas sungai Mahakam Kalimantan Timur ini telah dimasukkan ke daftar merah atau sangat terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Berdasarkan catatan sementara Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), populasinya tersisa 80 ekor pada 2021.
“Dalam catatan rasi kondisinya ini sangat mengkhawatirkan walaupun ada dua ekor pesut yang lahir pada 2023,” jelas Boby.
Dua ekor pesut itu terlihat bersama kelompok pesut dewasa yang kerap melintas di Desa Pela menuju ke Danau Semayang.
“Ya memang baru dua ekor pesut ini yang terlihat kita harapkan ada beberapa ekor lagi yang lahir sehingga upaya kita untuk mempertahankan populasi pesut bisa tercapai,” papar Boby.
“Jadi kami dari pemerintahan desa itu sedang mencanangkan peraturan desa dan peraturan kepala desa, bagi nelayan yang khususnya warga Pela itu tidak boleh membentangkan alat-alat nelayan seperti rengge itu, karena menghalangi lalu lintas dari pesut itu,” tambah Boby Arianto.
Boby Arianto mengatakan, sesungguhnya ada kesadaran dari warga di desa itu terhadap arti penting pesut. Kehadiran pesut menjadi penanda keberadaan ikan yang banyak.
Bersama pemerintah desa, upaya lain dilakukan dengan melakukan kegiatan razia terhadap para pelaku yang menangkap ikan dengan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
“Kami juga dari kelompok sadar wisata menjaga betul (eksistensi) pesut. Kami sering merazia para penjarah-penjarah ikan yang tidak ramah lingkungan. Karena yang penjarah-penjarah ikan itu dari luar Desa Pela yang masih menggunakan alat tangkap seperti setrum dan racun. Kalau ikan sudah habis, otomatis pesut makan apa lagi,” terangnya.
Desa Pela menjadi tempat wisatawan dalam dan luar negeri untuk melihat aktivitas pesut dari dekat. Wisatawan menyewa perahu panjang (longboat) untuk mengikuti pesut berenang lambat di aliran Sungai Pela menuju danau Semayang.
Kehadiran wisatawan tersebut sekaligus memberikan pemasukan ekonomi bagi warga di desa tersebut. Selain di danau semayang, biota pemakan ikan dan udang air tawar itu juga dapat dijumpai di perairan Danau Jempang dan Danau Melintang
Desa Wisata Pela berlokasi di Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Desa ini masuk dalam daftar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.
Boby Arianto mengakui kesalahan masa lalu menjadi penyebab ikan khas Sungai Kalimantan Timur ini terancam punah. Namun, ia meminta agar masyarakat tidak menyalahkan masa lalu dan lebih pada tindakan nyata untuk menyelamatkan populasi pesut yang makin sedikit saat ini.
Seperti diketahui beberapa waktu lalu ramai beredar penangkapan pesut oleh masyarakat. Hal ini dilakukan demi konservasi pesut yang akan dilakukan oleh Ancol.
Jadi, ada keinginan dari gubernur DKI Jakarta waktu itu untuk melakukan konservasi bagi pesut di Jakarta sebagai sarana pendidikan dan pelestarian kekayaan bahari Indonesia.
“Jadi Pak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, meminta masyarakat untuk menangkap pesut untuk dibawa ke Jakarta untuk mengisi Gelanggang Samudra di Ancol pada 70-an. Jadi ada, 3 kali tim dari Jakarta datang ke sini untuk membawa pesut ke Jakarta,” sebut Boby.
Setelah penangkapan selesai, pesut-pesut ini kemudian dipindahkan dengan beberapa jalur, yakni jalur air, darat, dan udara. Pertama-tama, pesut dinaikkan di kapal cepat untuk dibawa ke Balikpapan.
Namun, di tengah perjalanan yakni di Samarinda tim DKI Raya ini singgah, tepatnya di kantor gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 13 Oktober 1974, pukul 11.00 singgah di dermaga pelabuhan gubernur untuk serah terima pesut Mahakam yang berjumlah 6 ekor ini.
Sebagai tanda terima kasih Gelanggang Ancol kepada masyarakat Desa Pela, mereka memberikan hadiah karena telah membantu jalannya penangkapan pesut Mahakam tersebut.
Sesampainya di Samarinda, pesut-pesut ini melanjutkan perjalanan sampai ke Sangasanga dan bermalam satu hari. Selanjutnya pesut-pesut ini dibawa ke lapangan pesawat Sepinggan menggunakan sebuah mobil bak. Di dalam perjalanan, mobilitas tidak diperbolehkan kencang (laju).
Untuk membawa pesut ini diberi vitamin terlebih dahulu supaya tetap sehat
dalam perjalanan menggunakan pesawat sampai ke Jakarta. Sesampainya di lapangan pesawat pesut-pesut ini dipindahkan dari bak mobil ke pesawat dan perjalanan pun dimulai menggunakan pesawat sampai ke Jakarta.
Namun konservasi yang dilakukan Gelanggang Ancol berhenti karena populasi pesut Mahakam yang menurun drastis. Selain itu, terbentuknya Undang-Undang yang melindungi pesut Mahakam sehingga tidak diperbolehkan lagi konservasi Pesut di Jakarta.
Sementara itu, Yusni, warga desa Pela mengaku bahwa mereka pelaku penangkapan pesut pada waktu itu tidak pernah menyangka jika kondisi habitat pesut menjadi seperti saat ini.
“Dulu banyak sekali yang melintas di desa Pela. Namun saat ini jarang, mungkin masih banyak tapi mereka mendapatkan lokasi baru untuk cari makan,” kata Yusni.
Pria 97 tahun ini mengaku menjadi salah satu warga yang ikut dalam penangkapan pesut demi konservasi.
“Saat itu kita gak tau kalau pesut bakal punah, karena waktu itu banyak sekali pesut di tempat ini. Saya bersama lima warga berhasil menangkap beberapa ekor pesut, kemudian dimasukkan ke dalam semacam penangkaran di muara sungai dan kemudian dibawa ke Jakarta menggunakan kapal dan helicopter,” kata Yusni.
“Kita orang kampung lihat helikopter waktu itu, wah banyak yang kagum. Jadi kampung ini penuh warga yang menonton. Tidak cuma warga Pela tapi warga dari desa lainnya di sekitar desa Pela,” jelasnya.
Head of Communication Relations & CID Zona 8, Frans Alexander A. Hukom menjelaskan, Perusahaan mendorong peningkatan pengetahuan dan kapasitas masyarakat dalam menjaga lingkungan dan keberlangsungan hidup pesut Mahakam.
“Melalui payung program Desa Wisata Pela, Perusahaan mengedukasi pentingnya konservasi pesut Mahakam. Masyarakat yang awalnya memburu, berbalik arah menjadi pengelola desa wisata dalam Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya yang giat menjaga pesut mahakam,” kata Frans Alexander.
Perusahaan mengembangkan inovasi pinger akustik yang dipasang di jaring rengge. Pinger ini mengeluarkan sonar dengan frekuensi yang dapat ditangkap oleh pesut Mahakam sehingga mereka akan menghindar dari area sekitar jaring nelayan.
Inovasi pinger akustik ini dikembangkan dari modifikasi resonansi suara yang digunakan pada proses seismik. Implementasi pinger akukstik berhasil mengurangi jumlah pesut mahakam yang terjerat jaring nelayan.
“Terbukti sejak digunakan pinger akustik tidak ditemukan lagi kematian pesut akibat jaring nelayan, padahal sebelumnya sering ditemukan pesut mati akibat jaring nelayan, dan berdasarkan pantauan Yayasan RASI sejak tahun 2022-2024 telah ditemukan 6 bayi pesut yang berada di Sungai Mahakam,” jelas Frans Alexander.
Saat ini, lanjutnya, ada 80 nelayan yang telah mampu menggunakan Pinger Akustik dan ada sekitar 200-300 pinger yang sudah tersebar di Sungai Mahakam, khususnya di jalur lintas pesut mencari makan.
Selain itu, PHM bersama Pokdarwis juga mendirikan museum nelayan untuk pusat edukasi wisatawan, memasang papan informasi di area konservasi, serta memperhatikan perahu yang digunakan pengunjung agar tidak menganggu keberadaan pesut Mahakam.
Perusahaan juga mendorong Desa Pela menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 2 tahun 2018 tentang Larangan Alat Tangkap Ikan Kurang Ramah Lingkungan.
Data monitoring sampai dengan 2022 menunjukkan Program Komik Pesut Mahakam berkontribusi pada pelestarian 85 ekor pesut mahakam. Bersama dengan Program Pengembangan Desa Wisata Pela, konservasi ini selaras dengan pengelolaan aspek ESG Perusahaan serta berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan /SDGs Tujuan 14 Ekosistem Laut sekaligus Tujuan 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Capaian multiaspek yang ditimbulkan membuat Komik Pesut Mahakam mendapat berbagai penghargaan. Pada tahun 2022, program ini menyabet Juara 3 Nasional Kategori Kelembagaan Desa Wisata Terbaik Anugerah Wisata Desa Indonesia 2022 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Sementara, pada 15 Juni 2023 program ini kembali mendapat apresiasi berupa penghargaan Gold dari the 1st Indonesia GPR Awards yang diselenggarakan Humas Indonesia di Makassar.
Dalam penghargaan Tourism Entrepreneurial Marketing Awards 2023 dari Mark Plus Tourism, Pokdarwis Desa Pela juga menerima penghargaan silver kategori Local Community Empowerment dan penghargaan bronze pada kategori Digitalization. Tak tanggung-tanggung, di hari yang sama Pokdarwis Desa Pela juga diganjar penghargaan Kalpataru Tingkat Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2023 dengan Kategori Penyelamat Lingkungan.
Perusahaan berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan program-program CSR perusahaan sehingga mampu menciptakan manfaat dan nilai yang dinikmati bersama (creating shared value), termasuk dalam Program Komik Pesut Mahakam dan pengembangan Desa Wisata Pela.
“Saat ini, sebanyak 15 orang dalam Pokdarwis telah terampil menjadi pemandu wisata, bahkan untuk wisatawan mancanegara. Setiap bulan, setidaknya Desa Pela menerima 200 orang wisatawan dari berbagai daerah,” imbuh Fans.
Selain itu, program ini berhasil menggerakkan ekonomi 500 orang warga lokal melalui pengelolaan penginapan, pengembangan UMKM, serta atraksi wisata.
“Untuk mendukung pengembangan Desa Wisata Pela kami juga memberikan beasiswa kepada warga Desa Pela untuk melanjutkan pendidikan D4 Pariwisata di Samarinda melalui Program Beasiswa Pesisir,” pungkasnya. (Suriyatman)