KLIKSAMARINDA – Kabupaten Berau memiliki potensi hasil perkebunan, yaitu Kakao. Kakao menjadi satu dari lima komoditas perkebunan unggulan Kalimantan Timur, termasuk di Berau.
Bukti keunggulan kakao Berau adalah masuk delapan (8) besar biji kakao yang lolos seleksi Indonesian National Cocoa of Excellence 2021 dari 58 biji kakao se-Indonesia. Delapan kakao tersebut sedang berkompetisi dalam ajang bergensi Cocoa of Excellence di Paris, Prancis, 2021.
“Ada titipan merah putih yang kita perjuangkan, jika ada satu perusahaan yang menempatkan kakao dari Kampung Merasa, Berau, sebagai single origin saja, akan menjadi kebanggaan kita,” ujar Konsultan Kakao dari Yayasan Kalimanjari, Agung Widiastuti, dalam Webinar “BINGKA KALTIM: Bincang Komoditas Perkebunan Lestari Kalimantan Timur“ dengan tema Rantai Pasok dan Hilirisasi Kakao Berau Menuju Pasar Ekspor, Kamis, 27 Mei 2021.
Kakao Berau masih berpotensi dikembangkan menjadi single origin seperti komoditas kopi. Melihat secara kualitas sudah masuk Cocoa of Excellence, secara kuantitas pun masih terbuka.
Angka produksi menigkat perlahan, mulai dari 600 kg/ha tahun 2018 kini empat tahun berselang menjadi 750 kg/ha. Luasan kebunnya pun turut bertambah, hingga mencapai 3200 hektare di 2021.
Agung yang menganalisis rantai pasok di enam kampung (Long Lanuk, Merasa, Muara Lesan, Lesan Dayak, Long Beliu, Sidobangen) di Berau, mengatakan bahwa arah pengembangan Kakao Berau perlu ditujukan ke pasar premium, yaitu kakao fermentasi dengan sertifikasi organik.
“Produktivitas memang penting, tapi pasar premium terbukti stabil di tengah pandemik, kami sudah lihat nyata dari Kabupaten Jembrana, Bali,” ujarnya.
Permintaan kakao premium dari Jembrana, Bali terus datang, selama pandemik COVID-19 yang menurunkan banyak permintaan atas komoditas lain. Bahkan pada April 2021 lalu, Kakao Jembrana berhasil ekspor perdana ke Qatar.
Webinar ini digelar atas kerja sama Forum Komunikasi Perkebunan Berkelanjutan Provinsi, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Forum Komunikasi Perkebunan Kabupaten Berau dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Pada seri keempat ini narasumber yang hadir, selain Agung Widiastuti, adalah Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Jembrana I Ketut Suastika, dan Direktur Utama Cau Chocolate Bali Kadek Surya Prasetya Wiguna.
Kemudian para panelis antara lain Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Ujang Rachmad, Kepala Dinas Perkebunan Berau Sumaryono, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Berau Agus Wahyudi, Dosen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Odit Ferry Kurniadinata, dan : Pjs. Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Berau Salim.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Ujang Rachmad menambahkan, selain kualitas kakao yang sudah teruji, Berau diuntungkan dengan hadirnya pemain baru dalam rantai pasok kakao, yaitu Berau Cocoa, yang merupakan anak perusahaan Berau Coal.
“Berau bisa menjadi hub (penghubung) biji-biji kakao dari Kalimantan Timur,” kata Ujang.
Lantaran, kabupaten seperti Kutai Timur dan Mahakam Ulu, ternyata punya potensi Kakao yang belum tersentuh. Menurut Ujang, bila sudah ada hub, akan memudahkan hilirisasi kakao, untuk pasar domestik maupun global. Apalagi, Kalimantan Timur akan menjadi Ibukota Negara.
“Rencana Ibukota lebih membuka peluang pasar domestik, hotel-hotel maupun tempat wisata, merupakan pasar potensial,” ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Berau Agus Wahyudi mengatakan, bahwa perlu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang khusus mengelola kakao.
“BUMD ini diharapkan menjadi penstabil harga dan stok kakao dari Berau,” ujarnya pada kesempatan yang sama.
Kakao Berau sebenarnya sudah mulai diasah kilaunya. Berawal pada 2017 silam, Pemerintah Kabupaten meluncurkan program Gerakan Mengembangkan Agribisnis (Gemari) Kakao di Kampung Tumbit Melayu. Namun untuk mengarah secara komersial dan digitalisasi pemasaran, Berau perlu belajar dari Kabupaten Jembrana, Bali.
“Kami membuat Peraturan Daerah tentang Kakao, agar program ini berkesinambungan,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Jembrana I Ketut Suastika.
Legislasi itu adalah Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Perlindungan dan Pengembangan Komoditas Kakao, Perda Nomor 8 tahun 2020. Beleid yang baru disahkan pada 28 Desember 2020 lalu, mengatur dana talangan koperasi petani, dukungan ke petani muda, keterlibatan perempuan, hingga asuransi perkebunan.
“Hukum pasar tidak berlaku untuk kakao Jembrana, ketika panen raya, justru harga cukup baik,” kata I Ketut.
Perda yang mengampu tentang pengelolaan kakao tersebut, memberikan kepastian hukum bagi petani, sehingga antusias warga, termasuk anak muda, meningkat untuk mengelola kebun kakao.
Anak muda yang sukses dari Jembrana, salah satunya adalah Direktur Utama Cau Chocolate Bali Kadek Surya Prasetya Wiguna. Pria 33 tahun ini, adalah orang dibalik ekspor perdana kakao Jembrana ke Qatar.
“Agar Kakao berkembang, perlu melibatkan anak muda yang melek teknologi,” ujarnya.
Kadek mendirikan agrowisata sekaligus pabrik pengolahan kakao. Agrowisata Desa Coklat Bali tersebut, bertujuan memberikan edukasi ke khalayak tentang cita rasa kakao asli.
“Coklat yang enak itu berasa pahit, seperti kopi, kalau yang manis itu gula,” ujarnya. Kadek menekankan, bahwa konsumsi coklat di Indonesia masih rendah, begitupun penghargaan terhadap cita rasanya. Tidak seperti kopi yang sudah menjamur, kakao yang single origin masih belum banyak dikenal.
Penting, kata Kadek, untuk terus mengenalkan coklat di tempat dia dibudidayakan. Itulah yang dilakukan Kadek dengan Desa Coklatnya, mengenalkan coklat dari kebunnya.
Di luar pasar domestik, Kadek menekankan dukungan pemerintah untuk membantu kelompok tani dalam memenuhi standar kakao internasional. Tujuannya agar mendapat harga premium dan kesempatan ekspor.
Dukungan tersebut antara lain, bantuan sertifikasi organik,- baik yang dari Uni Eropa, Jepang dan Amerika-, maupun sertifikasi fair trade (perdagangan yang adil-petani kakao dipastikan mendapatkan harga yang pantas atas komoditasnya).
Agung mengatakan, bahwa kualitas kakao dari enam kampung di Berau, sangat berpotensi untuk mendapatkan sertifikasi organik. Karena memang pengelolaannya masih tradisional, termasuk dari Kampung Merasa.
“Tinggal bagaimana para pemangku kepentingan di Berau mengambil kesempatan ini,” ujarnya.
Ia berharap Kakao dari Berau bisa mengikuti Kakao dari Jembrana. Koperasi dari Jembrana, menurut Agung, adalah satu-satunya koperasi di Indonesia yang memegang sertifikasi organik dari Amerika Serikat.
“Saya berharap Berau bisa menjadi teman Jembrana,” kata dia.
Berau terus berbenah menjadi sentra produksi kakao.
“Pengembangan Kakao ini sudah sesuai dengan misi kedua Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Berau,” ujar Bupati Berau Sri Juniarsih yang sambutannya dibacakan oleh Ketua Forum Komunikasi Perkebunan Berkelanjutan Berau, M. Gazali.
Misi kedua RPJMD tahun 2021-2026 yaitu : Meningkatkan ekonomi masyarakat dengan optimalisasi sektor hilir sumber daya alam dan pertanian dalam arti luas yang berbasis kerakyatan dengan perluasan lapangan kerja dan pengembangan usaha berbasis pariwisata dan kearifan lokal. Pengembangan kakao adalah salah satu upaya tersebut. (*)