Prahara Rektor ITK
Opini: Rizal Effendi
CUITAN Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Ir Budi Santosa Purwokartiko, MS, PhD viral di mana-mana. Kebanyakan menghujat guru besar ini. Karena yang disampaikannya dianggap menyentuh masalah peka terutama terkait agama Islam dalam sisi yang kurang pas. Tidak sekedar dihujat, Rektor ITK bakal menghadapi berbagai konsekueensi, mulai tuntutan dicopot dari jabatannya sampai pengaduan ke wilayah hukum.
Seperti sudah diketahui, Prof Budi menulis di facebook pribadinya tentang hasil wawancaranya dengan beberapa mahasiswa yang mendapatkan kesempatan belajar di luar negeri melalui program LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
LPDP memberikan beasiswa atau memberikan pembiayaan studi untuk anak-anak yang sudah menyelesaikan pendidikan S1/D4 atau S2 dan ingin melanjutkan pendidikan pada program magister atau doktoral di perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri.
Rektor Budi memuji anak-anak yang ditemuinya pintar-pintar dengan IP S1-nya rata-rata di atas 3,5. Yang jadi soal ada hal-hal yang dinyinyirnya. Misalnya dia bilang itu anak-anak yang tidak suka demo dan tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insyaallah, barakallah, syiar, qadarullah dan sebagainya.
Dari 12 mahasiswi yang diwawancarainya, Prof Budi juga mengatakan tidak ada satu pun di antaranya menggunakan penutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar openmind, mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa Barat, dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Lalu Rektor ITK ini berharap para mahasiswa LPDP tersebut tidak masuk dalam lingkungan orang-orang yang menyembah Tuhan tapi lupa pada manusia. Ingin cepat masuk surga tapi kalau sakit tetap cari dokter dan minum obat serta menggunakan KPI langit sementara urusannya masih hidup di dunia.
Kontan komentarnya itu mendapat serangan di mana-mana. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menilai unggahan Rektor ITK Budi Santosa melecehkan norma agama. Karena itu ia meminta Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengambil tindakan. “Sebagai seorang Rektor memang mengejutkan karena sangat sembrono membuat unggahan yang layak dinilai proaktif, rasis bahkan melecehkan norma agama. Sebaiknya Mendikbudristek mengambil langkah strategis, karena ini sudah masuk ke ranah hukum,” kata Fikri kepada wartawan, Sabtu (30/4).
Saya belum mendengar tanggapan langsung dari Rektor ITK mengenai reaksi berbagai pihak yang menghujatnya. Siaran pers ITK menegaskan bahwa tulisan Prof Budi Santosa itu adalah tulisan pribadi, dan tidak ada hubungannya dengan jabatan Rektor ITK. Karena itu ITK meminta masyarakat tidak mengaitkan dengan kampus dan mempersilakan meminta klarifikasi langsung ke Prof Budi Santosa. Mudah-mudahan dalam waktu dekat Prof Budi Santosa memberikan penjelasan agar masalah ini tidak berkembang lebih keruh.
“POPULERKAN” ITK
Saya tidak tahu persis tingkat pemahaman keagamaan Prof Budi Santosa. Tapi sebagai seorang guru besar meski bidangnya teknik industri tentu dia di atas kita dalam menilai dan memahami berbagai masalah termasuk agama. Sebelum saya purna tugas sebagai Wali Kota Balikpapan, saya beberapa kali bertemu Rektor ITK ini. Penampilannya kalem tapi gigih memperjuangkan beberapa kepentingan ITK berkaitan dengan tugas dan kewajiban Pemkot Balikpapan.
“Setahu saya pemahaman keislamannya cukup baik. Salatnya tertib dan bahkan beliau puasa Senin-Kamis. Semua mahasiswa ITK yang muslim wajib ikut pesantren kilat kita 3 hari di tempat saya,” kata KH Muhammad Muhlasin, pimpinan Ponpes Al-Izzah, yang lokasi pondoknya berdekatan dengan kampus ITK.
Kiai Muhlasin melihat tak ada yang aneh dari Rektor ITK. “Beliau memang ingin mahasiswanya sempurna dan punya daya saing yang tinggi di bidang teknologi. Saya kira beliau hanya kurang pas dalam pemilihan kata-kata sehingga bikin geger,” ujar Kiai Muhlasin, yang juga Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Balikpapan.
Prof Budi Santosa menempuh pendidikan S1 di ITB. Lalu melanjutkan pendidikan magister dan doktoral teknik industri di University of Oklahoma, Norman, USA. Gelar guru besarnya dianugerahi oleh Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.
Lelaki kelahiran Klaten, 12 Mei 1969 ini mempunyai bidang keahlian di antaranya Data Mining, Optimasi dan Metaheuristik, Operation Research dan manajemen proyek. Dia dilantik menjadi Rektor ITK kedua pada tanggal 19 November 2018 masa bhakti 2018-2022 setelah berakhir masa tugas Prof Dr Sulistijono. Keduanya sama-sama dari ITS. Maklum ITS adalah bapak asuh ITK.
Gara-gara cuitan Prof Budi Santosa itu, banyak orang ingin tahu tentang ITK. Kebetulan saya termasuk orang yang sangat gigih memperjuangkan kemajuan ITK sejak saya jadi walikota sampai purnatugas. Saya berkali-kali meminta Presiden Jokowi memasukkan ITK dalam proyek strategis nasional, terutama berkaitan dengan kebutuhan sumber daya manusia di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Kampus ITK berada di kawasan Jalan Soekarno-Hatta Km 15, Karang Joang, Balikpapan Utara. Sebagian lahannya masih hutan. Posisinya sangat strategis, diapit kawasan industri Kariangan dan Hutan Lindung Sungai Wain berikut Kebun Raya Balikpapan. Juga tidak terlalu jauh dari lokasi IKN di Sepaku.
Dalam sejarah pendirian ITK, saya bersama Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak ikut terlibat. Gagasan itu muncul ketika Menteri Pendidikan Prof Dr Ir Mohammad Nuh, DEA meresmikan penegerian Politeknik Balikpapan (Poltekba), 9 September 2011. Nuh yang mantan Rektor ITS (2003-2007) itu, menyampaikan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia) Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang ingin membangun dua institut teknologi baru di Kalimantan dan Sumatera.
Saya dan Pak Awang langsung menyambut baik dan menyanggupi menyediakan lahannya seluas 300 hektare sebagai persyaratan meski waktu itu tidak ada persiapan apa-apa.
Proses pun dilakukan. Kebetulan Kepala Dinas PU Balikpapan waktu itu Ir. Sri Sutantinah satu angkatan dengan Menteri Nuh di ITS. Sehingga komunikasi bisa berlangsung lancar. Dan akhirnya pada tanggal 6 Okober 2014, Presiden SBY meresmikan kampus ITK.
Perkuliahan di ITK sendiri sudah berlangsung dua tahun sebelum peresmian. Saking semangatnya punya ITK, meski kampusnya belum jadi, Gubernur Awang nekad menitipkan 100 mahasiswa ITK di kampus ITS Surabaya pada tahun 2012. Semuanya dibiayai oleh Pemprov Kaltim melalui program Beasiswa Kaltim Cemerlang. Ada 5 program studi yang ditempuh mereka yaitu teknik elektro, teknik mesin, teknik perkapalan, teknik kimia, dan teknil sipil.
Sekarang, ITK mempunyai prodi yang cukup banyak dari Jurusan Matematika dan Teknologi Informasi, Jurusan Sains, Teknologi Pangan dan Kemaritiman, Jurusan Teknologi Industri dan Proses, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, serta Jurusan Ilmu Kebumian dan Lingkungan. Total mahasiswa aktif di ITK sebanyak 6.000 lebih dan sudah 11 kali melaksanakan wisuda. Rata-rata masa studi mahasiswanya 4 tahun dengan rata-rata IPK lulusan 3,31.
Ketika saya dan Gubernur Awang Farook purna tugas, Pemkot Balikpapan dan Pemprov Kaltim masih punya “utang” dengan ITK. Kami belum berhasil menyelesaikan pengadaan tanah untuk ITK. Masih 100 hektare lebih yang belum dibebaskan. Di antaranya karena keterbatasan dana dan masalah di lapangan. Karena itu saya ngotot agar ITK dijadikan proyek strategis nasional. Jika itu diloloskan Presiden Jokowi, maka penyelesaian pembangunan infrastruktur ITK termasuk pembebasan lahannya bisa dibiayai oleh APBN. Juga pasti dilakukan percepatan.
Niat kita waktu itu ITK bisa sejajar dan bahkan bisa lebih besar dari induknya, ITS. Apalagi lulusannya sangat ditunggu oleh kehadiran pembangunan IKN. Gara-gara cuitan Prof Budi Santosa, ITK jadi popular meski aromanya tidak nyaman. Kali-kali ini tanda kebangkitan dan kemajuan ITK, di tengah koreksi kepada Pak Rektor. Apalagi masih dalam suasana Idulfitri. (*)