News

Kutai Timur Komitmen Terapkan Praktik Berkelanjutan Berdaya Saing Tinggi di Sektor Perkebunan

KLIKSAMARINDA – Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim), menjadi satu di antara delapan kabupaten di Indonesia yang menyatakan komitmen untuk menerapkan praktik berkelanjutan yang berdaya saing tinggi di sektor perkebunan.

Kabupaten Kutai Timur juga telah mendeklarasikan diri untuk menjadi daerah yang menerapkan prinsip-prinsip yurisdiksi berkelanjutan.

Hal itu ditandai dengan penyusunan Rencana Perkebunan 2021-2030.

“Kutai Timur telah menetapkan areal bernilai konservasi tinggi di kawasan perkebunan dengan luasan 48.933,68 hektar yang sudah diregulasikan dalam bentuk SK Bupati, dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang dalam perhelatan “Sustainable Business and Investment Ecosystem, B20 Investment Forum” di Nusa Dua Bali.

Selain Kutai Timur, ada pula 7 kabupaten lainnya yaitu Aceh Tamiang (Provinsi Aceh), Sanggau dan Kapuas Hulu (Provinsi Kalimantan Barat); Seruyan dan Kotawaringin Timur (Provinsi Kalimantan Tengah); Siak (Provinsi Riau); serta Sigi (Provinsi Sulawesi Tengah).

Pernyataan komitmen tersebut disampaikan dalam agenda diskusi “Sustainable Business and Investment Ecosystem, B20 Investment Forum” di Nusa Dua Bali, 12 November 2022. Pada kesempatan yang sama diluncurkan Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan.

Komitmen tersebut menunjukkan adanya kesadaran akan praktik pembangunan yang berkelanjutan di daerah semakin meningkat.

Berbagai kabupaten dan kota semakin intensif dalam mengimplementasikan praktik-praktik sektor perkebunan yang berkelanjutan.

Menurut Plt. Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS, Ir. R. Anang Noegroho Setyo Moeljono, MEM, Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan yang pada tahap awal ini dikembangkan pada sektor perkebunan dimaksudkan untuk membantu operasionalisasi Peraturan Presiden 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024.

“Kemitraan yang baik antara para pemangku kepentingan adalah pondasi utama yang mempercepat tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Bersama-sama kita mengawal dan memfasilitasi seluruh pemangku kepentingan melalui kerja sama multipihak dan strategi investasi hijau, agar target-target TPB dapat tercapai,” ujar Anang.

Sementara itu, Direktur Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, BAPPENAS, Dr. Nur Hygiawati Rahayu, MSc, kolaborasi multipihak adalah kunci bagi pelaksanaan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan lahan, sehingga kerja sama yang baik antara pengelola hutan, petani, pelaku usaha, serta pemerintah daerah sebagai regulator pada tingkat daerah sangat diperlukan di sepanjang rantai pasok komoditas.
“Pemerintah daerah menjadi pihak yang mempunyai peranan sangat penting terkait dengan penguatan dari segi kebijakan dan monitoring terhadap konservasi dan tata kelola lahan,” ujar Dr. Nur Hygiawati Rahayu, MSc.

Di lain pihak, Dr. Indra Darmawan, MSc Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi BKPM menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai strategi jangka panjang mengenai investasi hijau, termasuk dalam sektor komoditas berbasis lahan.

Pihaknya telah menyiapkan Peta Peluang Investasi yang berhasil memetakan 47 usulan proyek memiliki fokus terhadap potensi investasi di Indonesia.

Informasi tersebut akan dilengkapi dengan gambaran tentang kemajuan dan komitmen di daerah, dengan menggunakan informasi yang disediakan melalui proses penilaian dari Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan yang disiapkan oleh BAPPENAS.

Harapannya adalah agar daya saing komoditas daerah semakin tinggi, portfolionya semakin menarik, dan membangkitkan minat investasi asing ke dalam negeri.

Uni Eropa telah memberikan dukungan bagi BAPPENAS dan Pendekatan Yurisdiksi Berkelanjutan selama lima tahun terakhir melalui beberapa inisiatif, termasuk melalui program Keberlanjutan sAwit Malaysia dan Indonesia (KAMI) yang diimplementasikan oleh European Forest Institute.

Uni Eropa juga tengah bekerja dengan mitra di tingkat lokal dan nasional – termasuk Javlec, Surveyor Indonesia dan LPEM Universitas Indonesia – untuk meningkatkan inklusivitas dan ketertelusuran dalam rantai pasok kelapa sawit, menyempurnakan Platform Yurisdiksi

Keberlanjutan, dan mempertimbangkan opsi-opsi yang ada, dalam konteks hadirnya regulasi-regulasi baru di tingkat global yang relevan dengan kelapa sawit.

Henriette Faergemann, Konselor Pertama untuk Lingkungan dan Aksi Iklim dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia menyatakan, “Uni Eropa akan terus bekerja bersama BAPPENAS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, serta pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung Indonesia dalam mendemonstrasikan praktek-praktek berkelanjutan di sektor perkebunan.”

Berbagai kerjasama ini, tandas Henriette, dipercaya akan memperkuat hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa.

Dukungan lain datang dari USAID Indonesia yaitu program ‘Sustainable Environmental Governance Across Regions’ atau USAID SEGAR yang bertujuan untuk mendorong pembangunan Indonesia ke arah pemanfaatan lahan yang berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

“Amerika Serikat, melalui USAID, bekerjasama dengan BAPPENAS untuk memperkuat implementasi tata kelola lingkungan dan lahan yang berkelanjutan. Sasaran utama kami adalah untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pengelolaan lahan berkelanjutan melalui penguatan peran pemerintah daerah di dalam rantai pasok,” ucap Brian Dusza, Direktur Kantor Lingkungan Hidup, USAID Indonesia.

“Kami juga mengajak sektor swasta untuk membuat rantai pasok mereka lebih hijau, sejalan dengan prioritas pemerintah daerah,” tutupnya.

Praktik Baik Pemerintah Daerah
Berbagai daerah penghasil sawit telah menyelesaikan Rencana Aksi Daerah untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan, yang menjadi pegangan bagi arah perbaikan tata kelola sawit di daerahnya.

Irawati, Wakil Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menyatakan bahwa dukungan yang didapatkan dari kolaborasi multipihak sangat membantu dalam penguatan fungsi kelembagaan dan peran kelompok swadaya masyarakat.

“Kami mempunyai produk unggulan dari Siam yang sudah mendapatkan hak paten dari Kemenkumham RI yaitu beras Siam Epang. Tentunya untuk bisa mempertahankan komoditas ini sebagai produk unggulan, kami harus meningkatkan kualitas dan daya saing produk. Sehingga, kami sangat mengapresiasi adanya Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan yang bisa kami gunakan sebagai pedoman,” ungkapnya.

Kesiapan daerah untuk menerapkan prinsip keberlanjutan juga dihayati oleh Kabupaten Siak, Provinsi Riau melalui Peta Jalan Siak Hijau.

Hal ini dijelaskan oleh Arfan Usman, Sekretaris Daerah Siak yang menuturkan bahwa perumusan peta ini sebagai rencana aksi yang melibatkan multipihak untuk mempercepat pencapaian Siak sebagai Kabupaten Hijau.

Adapun isi dari peta ini juga mencakup prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akan digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah, masyarakat, dan pihak Swasta untuk mencapai target Siak Hijau.

Iswanti, SE, MM, Wakil Bupati Seruyan menambahkan bahwa sebagai salah satu produsen sawit, Seruyan yang saat ini menjadi Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Sawit juga sudah bersiap memperbaiki berbagai aspek dalam tata kelola lahannya melalui pendekatan yurisdiksi.

Salah satunya adalah dengan membentuk Peraturan Daerah serta Kelompok Kerja (POKJA) khusus yang bertugas untuk memperbaiki berbagai aspek mulai dari penanganan konflik lahan, sertifikasi pekebun swadaya, hingga perlindungan areal dengan nilai konservasi tinggi.

Setidaknya ada 1.045 sertifikat STDB yang dikeluarkan oleh Kabupaten Seruyan yang menunjukkan bahwa lahan tersebut telah clean and clear. Penanganan konflik juga dipantau langsung oleh Bupati, setelah ditangani oleh tim yang dibentuk mulai dari tingkat desa.

Rukaiyah Rafik, Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menjelaskan bahwa tidak semua petani bisa mengakses sertifikasi ISPO dan RSPO dengan mudah.

Petani membutuhkan dukungan semua pihak dalam upaya pelaksanaan sertifikasi sawit berkelanjutan.

“Sejumlah program pendukung dibentuk untuk mendukung petani, salah satunya adalah keterlibatan FORTASBI dalam integrasi sertifikasi RSPO dan ISPO, di mana dalam tiga tahun mendatang diharapkan sebanyak 9.000 petani sawit Indonesia dapat mengantongi sertifikasi ISPO,” jelas Rukaiyah.

Rukaiyah juga menggarisbawahi bahwa peran Pemerintah Daerah melalui pendekatan yurisdiksi ini sangat penting artinya bagi percepatan registrasi dan sertifikasi petani sehingga mereka nantinya dapat menjadi bagian dari rantai pasok hijau.

Selain kelapa sawit, terdapat komoditi lainnya yang juga menjadi perhatian yaitu kakao atau coklat.

Samuel Pongi, Wakil Bupati Sigi menyampaikan bahwa kakao adalah komoditas perkebunan yang menjadi salah satu sub-sektor pertanian untuk terus dikembangkan di Kabupaten Sigi.

“Sebanyak hampir 75 persen dari wilayah Sigi merupakan daerah kawasan hutan dan sisanya adalah kawasan budidaya. Karena itu, ada Peraturan Daerah Sigi Hijau yang mencakup skema investasi, yang bertujuan untuk menjaga hutan dan mensejahterakan rakyat kami. Salah satu komoditi potensial yang kami miliki adalah kakao. Dalam kemitraan bersama dengan Cocoa Sustainability Partnership (CSP), PISAgro dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), kami sedang membangun sebuah portofolio investasi yurisdiksi yang berfokus pada kakao,” jelas Samuel. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status