Opini

Gibran dan Mobil Listrik

Opini: Rizal Effendi 

Ada kejutan menarik. Datangnya dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Dia membatalkan anggaran pembelian mobil listrik dari APBD 2023.

Alasannya pengadaan mobil listrik belum mendesak, apalagi harganya masih mahal. Karena itulah dia alihkan untuk kepentingan yang lain.

“Ya, saya hapuskan karena bukan sesuatu yang urgent. Mending membangun pasar tradisional, mengaspal jalan, mengembangkan UMKM atau membangun taman cerdas. Itu lebih prioritas dan bermanfaat,” katanya seperti diberitakan CNN Indonesia TV, Kamis 3 November 2022 lalu.

Banyak komentar yang muncul termasuk warga netizen. Soalnya pengadaan mobil listrik tidak sekadar kemauan daerah. Tapi itu perintah Presiden Joko Widodo, yang tidak lain ayah kandung Gibran sendiri.

Karena itu ada yang membuat konten dengan judul: “Beraninya Gibran Tak Ikuti Presiden Jokowi, Ogah Beli Mobil Listrik untuk Kendaraan Dinas.”

Gibran sendiri sudah siap dengan risiko apa pun.

“Saya siap ditegur, siap disanksi dan bahkan siap dipecat,” tandasnya.

Ketika ada warganet yang menyindirnya, Gibran juga cuek. “Ya didemo aja,” katanya setengah menantang.

Seperti kita ketahui, Presiden Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2022 yang mulai berlaku tanggal 13 September 2022.

Isinya tentang penggunaan kendaraan bermotor berbasis listrik (Battery Electric Vehicle) sebagai kendaraan dinas operasional dan atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan daerah.

Tujuan dikeluarkannya Inpres tersebut untuk mempercepat penggunaaan mobil listrik di Tanah Air.

“Ini bentuk komitmen Pemerintah khususnya Presiden Jokowi terhadap penggunaan kendaraan listrik dan penerapan Perjanjian Paris, di mana tahun 2060 nanti kita menuju zero emission,” kata Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Indonesia termasuk dari 171 negara yang menandatangani naskahnya di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, 22 April 2016.

Pemerintah Pusat dan daerah diminta secara bertahap mulai mengganti mobil dinasnya dari yang menggunakan BBM ke mobil listrik. Termasuk para petinggi negara, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala pemerintahan lainnya. Caranya, bisa membeli langsung atau menyewa.

Selain itu, kata Moeldoko, transformasi energi merupakan salah satu tema besar yang akan dibicarakan dalam pertemuan G-20 di Bali. Jadi, dikeluarkannya Inpres tersebut juga dalam rangka menunjukkan kepada dunia bahwa Pemerintah Indonesia memang berkomitmen kuat untuk kepentingan lingkungan.

Berkaitan dengan itu, semua kendaraan para delegasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang berlangsung di Bali tanggal 15-16 November 2022 adalah kendaraan listrik.

Ratusan mobil ramah lingkungan dari berbagai merek, seperti Hyundai, Toyota, Lexus, Tesla dan Wuling sudah berkeliaran di Pulau Dewata.

Agar mobil listriknya bisa terus melayani delegasi dari berbagai utusan negara, Pemerintah sudah membangun sejumlah stasiun pengisian listrik di berbagai sudut di kota Bali.

Jadi, tidak ada alasan ada mobil listrik delegasi suatu negara mogok karena kehabisan energi listriknya.

Tragedi Dahlan Iskan
Keberadaan mobil listrik di Indonesia sejalan dengan perkembangan mobil listrik dunia. Banyak versi tentang mobil listrik pertama di dunia.

Salah satunya disebutkan pada tahun 1837 seorang ahli kimia bernama Robert Davidson mencoba membuat mobil listrik. Namun, P1 karya Porche dianggap sebagai mobil listrik pertama yang diperkenalkan kepada masyarakat luas.

Salah satu perusahaan mobil listrik yang cukup tua adalah Baker Motor Vihicle. Perusahaan itu berdiri sejak 1899 dan berakhir 1914. Salah satu karya Baker bahkan pernah dibeli oleh Thomas Alva Edison, penemu bohlam lampu.

Ia mendesain baterai berbahan nikel yang akan digunakan pada kendaraan Baker. Baterai yang didesain Edison kala itu memiliki keawetan yang sangat luar produksi.

Thomas juga sempat bekerjasama dengan Henry Ford untuk mengembangkan mobil listrik dengan harga yang murah di tahun 1914. Mobil listrik memasuki masa keemasannya menjelang abad 20.

Itu terjadi di Inggris dan Amerika Serikat. Tapi mulai redup di pasaran sekitar 1920-an. Karena infrastruktur jalan sudah semakin baik dan menyambung dari kota ke kota, sehingga memerlukan kendaraan yang mempunyai kemampuan jarak tempuh lebih panjang.

Selain itu, terjadi penemuan sumber minyak yang berlimpah sehingga pengoperasian mobil bensin terbilang lebih murah. Bensin bisa dibeli di mana-mana. Akhirnya mobil listrik terpinggirkan.

Sejarah mobil listrik di Indonesia dikembangkan tahun 2012 pada era Presiden SBY. Dahlan Iskan, yang menjadi menteri BUMN waktu itu, memanggil pulang Ricky Elson dari Jepang. Ricky adalah anak muda Indonesia yang ahli di bidang motor listrik.

Berkat kerja kerasnya, lahir mobil listrik buatan lokal, yang diberi nama Selo dan Tucuxi. Tadinya Dahlan mempersiapkan mobil listrik itu untuk KTT APEC 2013 di Bali.

Tapi karena dianggap tidak memenuhi kualifikasi, maka proyek itu gagal dan bahkan berbuntut jadi kasus hukum karena dianggap merugikan keuangan negara.

Dahlan sendiri ketika menguji Tucuxi dari Solo menuju Surabaya, 5 Januari 2013, mengalami kecelakaan di Magetan gara-gara sistem pengeremannya tidak berjalan sempurna. Magetan adalah kampung kelahiran Dahlan.

“Saya seperti diberi kesempatan hidup kedua setelah dulu kena kanker hati,” komentarnya setelah kecelakaan.

Setelah itu, mobil listrik di Indonesia seperti mogok total. Baru belakangan dihidupkan kembali oleh Presiden Jokowi menyusul dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai pada 12 Agustus 2019, menyusul kemudian Inpres No 7 Tahun 2022.

IKN Mobil Listrik
Suka atau tidak, mobil listrik memang menjadi kebutuhan mutlak di masa mendatang. Kelangkaan BBM berbahan fosil menyebabkan orang harus mencari penggantinya dan kembali ke mobil listrik. Apalagi mobil konvensional yang ada sekarang berdampak buruk terhadap lingkungan. Banyak menebarkan emisi karbon (CO2) ke udara.

Presiden Jokowi juga mengisyaratkan kendaraan yang bisa berseliweran di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti, hanya mobil listrik. Karena IKN didesain sebagai ibu kota, yang sangat ramah lingkungan. Salah satu konsepnya, forest city.

Belakangan ini produsen mobil dunia sudah berlomba-lomba memproduksi mobil listrik. Ada yang full listrik, ada juga jenis hibrid. Bisa menggunakan bensin, bisa juga listrik. Sebagian sudah masuk Indonesia mulai harga Rp200 juta sampai Rp4 miliar.

Salah satu mobil listrik kelas premium adalah Tesla milik Elon Musk, yang bakal hadir di acara G-20 Bali. Presiden Jokowi 15 Mei 2022 lalu datang ke markas Elon Musk di Space X, Boba Chica, AS dan mengharapkan Tesla membangun pabrik baterainya di Indonesia.

Sebelumnya Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan lebih dulu menemui Elon Musk. Dia mencoba meyakinkan orang kaya nyentrik itu untuk bekerjasama dalam penyediaan dan pemrosesan nikel sebagai bahan baku membuat battery cell, yang berlandaskan ESG (Environment, Social dan Governance).

Indonesia mempunyai cadangan bahan baku nikel yang besar untuk memproduksi baterai (accu), yang menjadi komponen penting mobil listrik. Saat ini harga baterai mobil listrik terbilang mahal. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa harga mobil listrik masih sulit terjangkau.

Karena kecintaannya dengan mobil listrik tak pernah padam, Dahlan Iskan termasuk salah satu pemilik mobil listrik Tesla pertama di Tanah Air. Ia membeli Tesla model S. Harganya sekitar Rp4 miliar.

Dia mengaku tak memiliki kendala mengendarai Tesla. Ada yang tanya bagaimana kalau rusak? “Yang rusak apanya? Lha ini kan ngga ada mesinnya. Jadi yang rusak apanya?” ucapnya tertawa.

Selain Dahlan, ada sejumlah artis juga sudah membeli. Deddy Corbuzier, pemilik pertama Tesla model 3 seharga Rp1,5 miliar. Juga Raffi Ahmad dan aktris Dian Sastrowardoyo.

Ada dua politisi Indonesia juga sudah mengoleksi Tesla. Salah satunya politisi Nasdem Ahmad Sahroni. Dia membeli Tesla Model X. Kabarnya harganya dibandrol antara 3 sampai 4 miliar rupiah.

Juga Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang juga ketua IMI Pusat. Bamsoet malah punya koleksi dua mobil Tesla, yakni Tesla Model S dan Model X.

Banyak pihak mengatakan masih melihat perkembangan sebelum memutuskan membeli mobil listrik. Mengingat industri otomotif Indonesia masih memasuki masa peralihan dari kendaraan bermesin pembakaran internal menuju teknologi elektrifikasi.

Memang ada beberapa kelebihan menggunakan mobil listrik. Di antaranya ramah lingkungan, memiliki torsi instan sehingga sangat lincah dan gesit, kabin terasa senyap karena tidak ada proses pembakaran, ada stimulus pajak yang diberikan pemerintah, dan perawatan mobil lebih minim karena tidak membutuhkan pelumas mesin.

Di sisi lain masih terdapat beberapa kekurangan. Di antaranya harga mobil listrik masih mahal, jarak tempuhnya relatif pendek, belum banyak tersedia tempat pengisian baterai dan waktu pengecasan (charging) juga terbilang lama.

Meski perawatan tidak ribet tetap saja orang bertanya bagaimana jika mengalami kerusakan. Apalagi kalau harus mengganti baterai. Padahal harga baterainya masih selangit.

Sejalan dengan Perpres 55, maka Pemerintah dan perusahaan otomotif di Tanah Air harus segera mengatasi beberapa kekurangan atau kendala dalam kepemilikan mobil listrik.

Untunglah belakangan sudah ada mobil listrik terbilang murah seperti harga mobil biasa. Tapi stasiun pengecasan baterai rasanya belum banyak dibangun.

Pemerintah juga harus memberikan insentif yang besar bagi produsen mobil listrik lokal di Tanah Air. Semangat Ricky Elson harus tetap dikobarkan. Kasus penciptaan mobil listrik buatan anak bangsa seyogianya tidak berujung ke wilayah hukum.

Kita juga menunggu kelanjutan rencana kerjasama Elon Musk dengan Indonesia dalam membangun pabrik baterai untuk mobil listrik. Sebab, ada terdengar Elon Musk malah bekerja sama dengan pihak lain. Barangkali kedatangan Elon Musk ke Bali akan membawa angin surga untuk kita.

Beberapa waktu lalu saya sempat melakukan test drive mobil listrik Wuling di Grand City Balikpapan. Enak juga karena suaranya nyaris tak terdengar.

“Sekalian bawa pulang Pak,” kata sales-nya. Ya saya mau, kalau gratis. Kata saya bercanda. “Ah Bapak, cuma Rp350 juta saja,” katanya tersenyum. Berat juga buat saya sekarang. Maklum saya bukan pak wali lagi.(*)

*) Rizal Effendi
– Wartawan Senior Kalimantan Timur
– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status