News

Peringatan Hakordia 2024 di Kaltim, Aktivis Gelar Parade Cosplay Pejabat “Korup”

KLIKSAMARINDA – Sejumlah aktivis, yang tergabung dalam Komite HAM Dalam 30 Hari, menggelar aksi unjuk rasa dalam peringatan Hari antikorupsi sedunia tahun 2024, Senin 9 Desember 2024.

Dalam aksi yang berlangsung di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada Samarinda tersebut, para aktivis menggelar parade cosplay dengan meniru karakter sejumlah pejabat di instansi yang dinilai kerap terlibat praktik korupsi.

Aksi eksebisi cosplay pejabat “korup” ini menampilkan persona yang mewakili 7 institusi, lembaga, dan aparatur pemerintahan atau negara yang paling rajin korupsi di Indonesia.

“Ketujuh instansi yang diimpersonate adalah Presiden beserta menteri, polisi, pembisnis, advokat, kepala daerah, pejabat pemerintah, anggota DPR. dan DPD,” demikian keterangan Diah, juru bicara aksi.

Para aktivis menyoroti eksistensi lembaga negara yang kerap terseret dalam kasus korupsi.

Dalam hal ini, Komite HAM Dalam 30 Hari memandang penting aksi peringatan Hari Anti Korupsi ini karena perilaku koruptif bukan hanya merusak sendi demokrasi dan pemerintahan yang bersih, tetapi juga merusak masa depan bangsa.

“Masa depan bangsa dipertaruhkan karena ongkos politik yang makin meninggi. Dalam kandidasi dan kontestasi pemilu, pihak yang terlibat harus mengumpulkan biaya politik yang sulit dipenuhi lewat cara-cara legal,” demikian ungkapnya.

Kritik tersebut tampak jelas tertuang dalam sebuah spanduk yang terbentang. “KPK Tak Berfungsi Tambang Ilegal Jadi Sarang Korupsi,” demikian tertulis pada spanduk itu.

Pertambangan batubara, khususnya pertambangan batubara ilegal, menjadi salah satu pemasok yang diduga kerap bersinggungan dengan praktik korupsi dan pembiayaan politik praktis.

“Biaya politik kemudian kerap bersumber dari ‘Ekonomi Undeground’, aktivitas ekonomi yang kental dengan perlindungan aparat penegak hukum,” ungkap Komite HAM Dalam 30 Hari.

Komite HAM Dalam 30 Hari menyebutkan, salah satu fenomena ‘Ekonomi Underground’ adalah maraknya pertambangan ilegal setiap menjelang kontestasi pemilu.

“Yang disebut tambang ilegal bukan hanya tambang tak berijin namun juga tambang yang ijinnya dikeluarkan dengan cara yang tidak benar, seperti melalui penyuapan atau gratifikasi,” ungkapnya.

Melalui aksi ini Komite HAM Dalam 30 Hari mengajak masyarakat untuk melakukan mosi tidak percaya terhadap ketujuh institusi yang paling rajin korupsi ini jika mulai saat ini tidak menunjukkan niat untuk membersihkan dirinya sendiri dari perilaku koruptif.

“Karena korupsi, demokrasi terluka dan masa depan bersama kita menjadi suram. Korupsi yang telah menjadi kanker stadium akhir ini membuat semua inisiatif pemulihan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau dan mitigasi perubahan iklim menjadi solusi omong kosong belaka,” tandas Komite HAM Dalam 30 Hari.

Komite HAM Dalam 30 Hari bahkan menduga solusi tersebut menjadi ladang korupsi baru yang bersembunyi di balik narasi menyelamatkan masa depan umat manusia sedunia.

Di sisi lain, Komite HAM Dalam 30 Hari menyoroti bukan hanya korupsi yang “mengotori” demokrasi. Politik Dinasti hingga hingga turunnya angka partisipasi publik terhadap pemilu juga memberikan dampak buruk terhadap kualitas demokrasi kekinian.

“Namun patut diduga tingginya angka golput dalam Pilkada Serentak 2024 juga berkaitan dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah pada para calon yang berkontestasi. Masyarakat tak yakin seberapa besar para pemimpin daerah terpilih akan mengubah kehidupan mereka. Masyarakat sesungguhnya juga sudah jengah dengan tren yang terjadi paska rezim pemilu langsung dalam pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung memunculkan tren politik dinasti. Hampir merata di tiap-tiap daerah tumbuhnya ‘Keluarga Berkuasa’,” demikian keterangan Komite HAM Dalam 30 Hari.

Komite HAM Dalam 30 Hari adalah komite yang beranggotakan 13 kelompok aktivis di Kaltim.

Antara lain, Sambaliung Corner, SIAR (Simpul Advokasi Rakyat), KBAM (Kelompok Belajar Anak Muda), Aksi Kamisan Kaltim, Tarekat Menulis Samarinda, HMPS FKIP Unmul, hingga Perempuan Mahardika Samarinda.

Ada pula aktivis dari kelompok XR Bunga Terung Kaltim, BEM KM Unmul, BEM Fisip Unmul, Satgas PPKS Unmul, HMPS FEB Unmul, dan Pusat Penelitian Hak Asasi Manusia dan Miltikulturalisme Tropis. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status