Kematian Remaja di Kolam Bekas Tambang Diduga Ilegal di Kukar Jadi Sorotan Aktivis Lingkungan
KLIKSAMARINDA – Insiden tenggelamnya seorang remaja di kolam bekas galian pasir di Gunung Gelis, Jalan Serayu RT 5, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar) pada Sabtu 11 Mei 2024 lalu, mengundang perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Gusti Prayogo Pangestu, Ketua Komunitas Pecinta Alam – Hijau (KPA-Hijau).
Menurut Gusti, insiden ini tidak bisa dianggap remeh dan harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak terkait, khususnya kepolisian dan pemerintah daerah. “Dari pantauan kami melalui website resmi geoportal ESDM, lokasi tersebut tidak masuk dalam wilayah konsesi yang sah dan diduga ilegal,” tegas Gusti pada Selasa, 14 Mei 2024.
Dari data yang dihimpun Gusti, kolam bekas galian tersebut merupakan hasil dari aktivitas penambangan yang diduga tidak memiliki izin resmi. Gusti menekankan bahwa temuan ini seharusnya menjadi perhatian utama bagi pihak kepolisian dalam menindaklanjuti kasus kematian yang disebabkan oleh kelalaian dalam pengelolaan lahan bekas tambang.
“Jika memang dugaan itu benar ilegal, harus menjadi perhatian khusus pihak kepolisian untuk dapat mengusut siapa pemilik dan pengelola lahan tersebut karena terbukti lalai dan dapat dikenakan Pasal 359 KUHP,” kata Gusti.
Ia juga menambahkan bahwa pejabat berwenang yang terbukti sengaja melakukan pembiaran bisa dijerat berdasarkan Pasal 112 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Insiden ini menambah panjang daftar korban yang tewas di lubang bekas tambang di Kalimantan Timur.
Data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menunjukkan bahwa sejak tahun 2011, setidaknya 47 anak telah kehilangan nyawa di lubang bekas tambang batubara di berbagai daerah di Kalimantan Timur. Dengan insiden terbaru ini, jumlah tersebut bertambah menjadi 48 anak yang menjadi korban.
“Menurut Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, ketentuan menyebut paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan, area tersebut wajib direklamasi. Tapi fakta di lapangan kita bisa lihat sendiri,” jelas Gusti.
Gusti menilai, kasus ini memperlihatkan ketidakseriusan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan perlindungan terhadap warga sekitar, khususnya anak-anak yang sering bermain di area bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja tanpa pengawasan dan pengamanan yang memadai.
Selain itu, aktivitas tambang ilegal telah lama menjadi masalah serius di Kalimantan Timur. Selain menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, tambang ilegal juga seringkali diabaikan oleh pihak berwenang. Penegakan hukum yang lemah dan korupsi seringkali menjadi penghalang utama dalam menangani masalah ini.
“Masalah tambang ilegal bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial yang kompleks. Banyak kasus yang tidak diusut tuntas karena ada permainan di belakang layar,” ungkap Gusti.
Insiden ini juga memicu tuntutan agar penegakan hukum terkait pertambangan ilegal dan pengelolaan lahan bekas tambang harus diperketat. Keselamatan warga, terutama anak-anak, harus menjadi prioritas utama dalam menangani masalah ini. (Pia)