Menjadi Ibu
Opini: Rizal Effendi
Kamis, 22 Desember 2022, kita memperingati Hari Ibu Nasional ke-94. Saya ingin mengutip ulang kisah perjuangan seorang ibu yang sangat dramatis untuk melahirkan bayinya, yang sudah dia nantikan selama 14 tahun. Sang bayi lahir selamat. Tapi sang ibu, “hanya” menjadi ibu beberapa menit. Setelah mencium sang bayi, dia menutup mata untuk selama-lamanya.
Dokter yang menangani kelahiran itu menulis dalam akun Instagram @humansofpakistan. Sambil menangis dia berucap: “Hari ini adalah hari yang paling menyedihkan dalam hidupku. Sebagai seorang dokter, aku telah banyak menangani persalinan dan menyaksikan saat proses itu berlangsung. Tapi aku benar-benar merasa kehilangan karena ibu yang kutangani sekarang ini telah menunggu 14 tahun untuk hamil,” paparnya.
Menurut sang dokter, ibu itu memiliki kista dan fibroid di rahimnya. Karena itu hampir tak mungkin memiliki anak. Berbagai upaya dia lakukan dan akhirnya dia hamil juga melalui proses bayi tabung. Akan tetapi menjelang kelahiran dia dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit, apakah dirinya atau anaknya yang harus diselamatkan. Si ibu dengan tegar memilih lebih baik anaknya yang harus tetap hidup, meski dia harus dijemput kematian.
Selama tujuh jam, dokter menangani proses kelahiran dan berusaha menyelamatkan kedua-duanya. Tapi takdir menentukan lain. Setelah lahir, si ibu sambil tersenyum dan sempat mencium dan mendekap sang bayi beberapa menit. Lalu seiring dengan tangis pertama sang bayi, si ibu menutup mata untuk selama-lamanya.
Kisah yang sangat pilu ini belakangan viral karena banyak orang turut simpati atas kejadian tersebut. Postingan ini sendiri telah disukai sekitar 800 ribu orang. “Saya merasakannya, perjuangan seperti ini memang antara hidup dan mati,” kata seorang ibu dua anak terisak-isak setelah membaca.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian ibu (AKI) saat proses kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan, memang masih tinggi. Padahal ini menjadi target SDGs untuk diturunkan menjadi 70 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2030.
Data WHO tahun 2019 menunjukkan AKI mencapai 303 ribu jiwa. Sedang ASEAN tercatat 235 per 100 ribu. Indonesia lebih tinggi lagi dari 228 menjadi 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka AKI dalam masa pandemi juga meningkat lagi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, terdapat 7.389 kematian ibu di Indonesia pada 2021. Jumlah tersebut melonjak 56,69 persen dibanding jumlah kematian tahun sebelumnya sebanyak 4.627 jiwa. Sebagian besar karena tertular virus Covid-19.
Gubernur Kaltim Isran Noor dalam suatu kesempatan meminta perhatian semua pihak, karena AKI di daerah ini relatif masih tinggi. “Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menurunkan seminimal mungkin,” tandasnya.
Berdasarkan data 2021, angka kematian ibu melahirkan di Kaltim mencapai 1,22 persen, lebih tinggi dari nasional yang tercatat 0,97 persen. “Aneh juga, padahal tingkat pendapatan kita tinggi. Jadi harus dicari sebabnya,” kata Isran.
Adalah menjadi catatan penting soal AKI kita singgung ketika kita memperingati Hari Ibu. Sebab, salah satu tujuan peringatan Hari Ibu adalah memuliakan ibu atau kaum perempuan. Memuliakan perjuangannya terhadap bangsa dan negara, termasuk juga perjuangan melahirkan dan merawat kita semua.
Bukan Mother’s Day
Sejarah Hari Ibu di Indonesia mulai diperingati menyusul keluarnya Dekrit Presiden Soekarno Nomor 316 tahun 1959. Dekrit itu menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu dan dirayakan secara nasional.
Tanggal 22 Desember merujuk pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia pertama, yang berlangsung 22 hingga 26 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan perempuan Indonesia dari masa ke masa, maka 22 Desember ditetapkan sebagai Peringatan Hari Ibu (PHI).
Kalau kita lihat catatan sejarah, sejak abad ke-19 lahir pejuang-pejuang wanita Indonesia seperti Christina Martha Tiahahu, Cut Nyak Dien, Cut Meutiah, RA Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan banyak lagi nama yang lain.
Pada tahun 1950 untuk pertama kalinya wanita diangkat menjadi menteri, yaitu Maria Ulfah yang dipercaya Presiden Soekarno menjadi menteri sosial pertama. Sejak itu selalu ada tokoh wanita dalam pemerintahan dan politik bangsa.
Dua srikandi hebat mendampingi Presiden Jokowi pada perhelatan KTT G20 di Bali, pertengahan November lalu. Kebetulan mereka dua sahabat, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Marsudi. Sri dan Retno bagian dari sukses G20, yang mendapat apresiasi dunia.
Tema utama PHI ke-94 adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.” Bagian dari logonya ada setangkai bunga melati, yang menggambarkan kasih sayang kodrati antara ibu dan anak; kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak; kesadaran perempuan untuk menggalang kesatuan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara.
“Melalui PHI ke-94, saya berharap perempuan Indonesia di generasi masa kini atau generasi milenial dalam segala aktivitasnya, tidak melupakan makna dari perjuangan perempuan Indonesia di masa yang lalu,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Menteri menegaskan, peringatan Hari Ibu di Indonesia bukan perayaan Mother’s Day seperti yang diperingati di negara lain. PHI merupakan tonggak perjuangan perempuan Indonesia untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.
Karena itu peringatan Hari Ibu di Indonesia tidak sekadar menghargai dan ungkapan kasih sayang dan terima kasih kepada ibu, tetapi juga meneladani dan menghargai perjuangan kaum perempuan, yang ikut merebut kemerdekaan dan mengisi pembangunan bangsa.
Puncak PHI 2022 rencananya dipusatkan di Provinsi Bengkulu dengan dihadiri Ibu Negara, Iriana Joko Widodo. Berbagai penghargaan akan diberikan kepada daerah dan lembaga yang berkomitmen mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak.
Ketika memperingati hari ibu, saya jadi teringat kata bijak dari Gilda Radner, aktris Amerika yang populer. Dia mengatakan: “Menjadi ibu adalah pertaruhan terbesar di dunia. Itu adalah kekuatan hidup yang mulia. Ini sangat besar dan menakutkan – Ini adalah tindakan optimisme tanpa batas.”
Islam juga menempatkan ibu di posisi yang sangat mulia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah menegaskan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Bahkan dalam hadis lain yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, digambarkan bahwa seorang anak harus berbuat baik tiga kali lebih besar kepada ibu dibanding bapak. Selamat Hari Ibu. Maju dan sehat serta sejahtera perempuan Indonesia. (*)