Kratom Mengandung Narkotika Kelas Wahid Tapi Belum Ada Hukumnya
KLIKSAMARINDA – Tanaman kratom atau popula disebut kademba banyak tersebar di bantaran sungai atau tepi-tepi Sungai Mahakam, di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Satu lokasinya ada di Kecamatan Kota Bangun, Kukar.
Namun, menurut Direktur Pemberdayaan Alternatif Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN RI, Brigjen Pol Teguh Iman Wahyudi, tanaman kratom itu yang tumbuh liar itu memiliki unsur kandungan jenis Narkotika kelas I di dunia.
Ketika Teguh Iman Wahyudi melakukan kunjungan kerja dan monitoring pengembangan Kratom di Kota Bangun, Kukar, di Kantor Camat Kota Bangun, Rabu 16 Juni 2021, dirinya menjelaskan, saat ini memang belum ada aturan melarang membudidayakan bahkan mengkonsumsi tumbuhan kratom.
Tetapi, menurut Teguh Iman Wahyudi, mulai sekarang harus disosialisasikan kepada masyarakat, bahwa tumbuhan itu membahayakan bagi kehidupan maupun jiwa masyarakat.
“Saat ini memang masyarakat kita belum tahu dampaknya. Berdasarkan, dalam dunia medis sebagai pengganti opioid. Bahkan, Amerika Serikat mendapati lebih dari 130 orang meninggal setiap hari akibat overdosis opioid,” ujar Teguh Iman Wahyudi didampingi Kepala Biro Perekonomian Setprov Kaltim H Nazrin bersama Kepala Bagian Produksi Daerah Muhammad Arnains.
Alasan kratom termasuk memiliki kandungan narkotika kelas I karena mengandung zat alkaloid, mitraginin, dan kandungan lainnya yang bisa memberikan efek sedatif sehingga menyebabkan kecanduan.
“Ini diklasifikasikan sebagai psikotropika golongan satu, seperti heroin dan kokain. Tentu sangat membahayakan. Tapi, aturannya baru akan ditetapkan 2024. Maka, sejak sekarang disosialisasikan,” ujar Teguh Iman Wahyudi.
Menyikapi informasi ini, Kepala Biro Perekonomian Setprov Kaltim, H Nazrin mengatakan Pemprov Kaltim siap menindaklanjuti hal itu. Carannya, dengan menggkoordinasikan berbagai pihak tak terkecuali BNN Provinsi Kaltim maupun BNN RI.
“Kita kaget juga kalau Kratom atau Kedemba sebagai jenis Narkotika kelas I oleh BNN RI. Tapi, karena aturan pelarangan itu belum ditetapkan dan belum ada Perpres atau undang-undangnya. Maka, segera Pemprov Kaltim tindaklanjuti,” ujar Nazrin.
Kratom dengan nama latin Mitragyna speciosa Korth, sebagaimana dalam riset Mariana Raini dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menerangkan bahwa kratom merupakan tanaman yang sering dijumpai di Asia Tenggara. Tanaman ini dimanfaatkan dalam pengobatan herbal untuk mengobati beberapa penyakit seperti diare, pereda nyeri, batuk, hipertensi, dan lemah syahwat. Mengonsumsi kratom dapat memberikan efek stimulan pada dosis rendah dan efek seperti opiat pada dosis menengah hingga tinggi.
“Kratom mengandung lebih dari 40 jenis alkaloid di antaranya adalah mitraginin,
7-hidroksimitraginin, painantein, spesioginin, spesiosiliatin, beberapa jenis flavonoid, terpenoid, saponin, dan beberapa jenis glikosida.10,12. Kandungan utama kratom adalah mitraginin. Adanya gugus hidroksil pada C-7 meningkatkan potensi analgetik 7-hidroksimitraginin sekitar 13 kali lebih tinggi dari morfin dan 46 kali lebih tinggi dari mitraginin baik secara in vitro maupun in vivo,” demikian petikan hasil riset Mariana Raini yang dimuat dalam Media Litbangkes, Vol. 27 No. 3, September 2017, 175–184.
Di beberapa daerah, kratom mulai diteliti. Sepeti yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) pada Februari 2020 lalu. Mereka memulai penelitian terkait tanaman Kratom (Mitragyna Speciosa Korth). Penelitian dimulai dengan sidang proposal berjudul Peran Ekonomi Daun Kratom di Kapuas Hulu dan Pengembangannya Sebagai Sedian Obat digelar, (*)