Mahasiswa Polnes Temukan Teknologi Serap Karbon Pakai Sampah Kaleng
Oleh: Faris Achmad Parmadi, Nikmah Nurjannah, Muhammad Ardycha Yuda R., Amalia Wulandari, Anjasmoro
MAHASISWA Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) kembali membuat terobosan. Kali ini mereka menemukan teknologi khusus untuk menyerap karbon. Uniknya, bahan yang digunakan adalah limbah kaleng.
Riset yang dipimpin oleh Faris Achmad Parmadi –mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Polnes– ini menemukan, kaleng minuman yang biasanya menjadi limbah berbahaya, ternyata dapat diubah fungsinya menjadi bahan penyerap karbon yang efisien. Dengan memanfaatkan teknologi dan proses yang inovatif, mereka berhasil mengekstrak material dari kaleng bekas yang mampu menyerap karbon dioksida dari udara.
Melalui hibah PKM-RE yang didanai oleh Direktorat Akademik Perguruan Tinggi Vokasi 2024, mahasiswa-mahasiswa ini mengembangkan metode untuk mengubah kaleng bekas menjadi bahan penyerap karbon yang efektif.
Faris Achmad Parmadi menjelaskan, bahan penyerap karbon yang diberi nama Aluminium Format-Metal Organic Framework (ALF-MOF) ini, dihasilkan melalui metode solvothermal. Langkah-langkah sintesis meliputi pelbagai tahapan. Sepeti mencampurkan prekursor aluminium dan ligan organik. Lalu memanaskan campuran dalam reaktor tertutup pada suhu di atas 100°C selama beberapa jam. Mendinginkan dan memisahkan kristal ALF-MOF dari larutan selanjutnya mengeringkan kristal ALF-MOF. Hingga melakukan karakterisasi ALF-MOF menggunakan alat XRD, FTIR, dan SEM untuk memverifikasi struktur dan morfologi kristal.
“Kami percaya bahwa penemuan ini memiliki potensi besar untuk mengurangi jejak karbon, sekaligus mengurangi jumlah limbah kaleng yang tidak terkelola dengan baik di lingkungan sekitar,” kata Faris Achmad Parmadi.
Data riset awal menunjukkan bahan penyerap karbon yang dihasilkan dari kaleng minuman ini, urainya, memiliki daya serap 128,507 m2/gram yang artinya bahwa satu gram bahan dapat menyerap karbon setara 128,507 m2 dalam periode waktu tertentu.
“Kami sangat bersemangat dengan hasil riset ini dan melihat potensi besar untuk mengaplikasikannya dalam skala yang lebih besar,” ucap Faris Achmad Parmadi. “Dengan mengubah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat, kami berharap dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” timpalnya
Sementara itu, Zainal Arifin selaku Dosen Pembimbing menyatakan, “Riset ini menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan teknologi yang tepat, sampah dapat menjadi sumber solusi bagi masalah lingkungan global yang mendesak. Kami berharap temuan ini dapat menginspirasi lebih banyak inovasi di bidang pengelolaan limbah dan mitigasi perubahan iklim.”
Menurut Zainal Arifin, temuan ini tidak hanya membawa harapan untuk solusi berkelanjutan terhadap masalah lingkungan, tetapi juga menggambarkan potensi besar riset mahasiswa dalam menciptakan perubahan positif bagi masyarakat dan planet. “Diharapkan bahwa riset ini akan mendapatkan dukungan lebih lanjut untuk dikembangkan lebih lanjut dan diterapkan dalam skala yang lebih luas,” tukas Zainal Arifin.
Sebagai informasi, pada 2022, konsentrasi CO2 mencapai 420,99 ppm. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca terutama karbon dioksida (CO2) telah mengakibatkan terjadinnya pemanasan gobal. Apabila konsentrasi gas rumah kaca tidak direduksi akan berpotensi meningkatkan pemanasan global antara 1,5-4,5oC pada tahun 2030. Persetujuan Paris 2015 telah melahirkan konsep Net Zero Emission (NZE), dimana 191 negara sepakat melakukan pengurangan emisi karbon (dekarbonisasi) baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjaga kenaikan temperatur rata-rata global hingga 2oC. Program Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) adalah salah satu strategi kunci untuk mencapai NZE. (*)