News

Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Tegaskan Perlu Reformasi Polri di Tengah Kasus Tambang Ilegal

KLIKSAMARINDA – Praktik tambang batubara ilegal di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi sorotan publik. Terutama di Samarinda dan Kaltim pada umumnya.

Sorotan itu makin menguat saat munculnya rekaman video pengakuan Ismail Bolong, mantan anggota Polresta Samarinda, yang mengungkapkan praktik tambang batubara ilegal yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Polri.

Direktur Eksekutif Pokja 30, Buyung Marajo, mengatakan, beredarnya video viral pengakuan Ismail Bolong, membuat Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim mendesak Polri melakukan reformasi kepolisian.

Menurut Buyung Marajo, pengungkapan berbagai kasus pertambangan ilegal yang terjadi di Kaltim saat ini belum membuktikan keberpihakan kepolisian untuk memberantas ilegal mining.

Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menilai aktivitas tambang ilegal ini semakin marak terjadi di seluruh wilayah Kaltim.

Apalagi berdasarkan Undang Undang Minerba yang baru, kewenangan untuk pengawasan pertambangan ini ditarik ke pusat sehingga gubernur dan bupati wali kota tidak bisa melakukan pengawasan.

Akibatnya, kejahatan tambang ilegal di Kaltim seolah “dibiarkan” begitu saja oleh aparat kepolisian.

Mengutip data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Buyung Marajo mencatat ada 151 titik aktivitas tambang ilegal di seluruh wilayah Kaltim.

Fakta yang bisa dilihat lebih dekat terkait tambang batubara ilegal di Samarinda, ibu Kota Kaltim, adalah penolakan warga di Jalan Taves, Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, Samarinda terhadap praktik tambang batubara ilegal beberapa waktu lalu.

Warga Jalan Tawes Samarinda berupaya menghentikan aktivitas pertambangan batubara ilegal di wilayah mereka.

Warga takut bencana banjir sehingga menggenangi dan merusak area persawahan dan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian mereka.

Ditambah lagi rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang terbaru menyebutkan semua wilayah di Kaltim bisa ditambang.

Buyung Marajo menegaskan, pengakuan Ismail Bolong itu dinilai Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim merupakan petunjuk bagi aparat kepolisian untuk proses lebih lanjut.

Pengakuan atas keterlibatan anggota kepolisian ini mengonfirmasi dan menguatkan dugaan publik selama ini jika lemahnya penegakan hukum terhadap kejahatan tambang ilegal terjadi karena keterlibatan ataupun backup dari aparat penegak hukum sendiri.

“Kalau dari data kawan-kawan Jatam itu ada 151 kegiatan itu data per September 2022. Tapi kalau sudah sampai November, lebih. Persoalan-persoalan ini, kan kita banyak polres-polres di setiap kabupaten kota, bisa mengawasi itu. Jadi nyata-nyata, perlakuan memenuhi syarat pidana itu melanggar Undang Undang itu, dibiarkan. Ini sama halnya dan kalau bisa kita sebut itu malingnya di rumah sendiri tapi dipersilakan,” ujar Buyung Marajo ditemui di kantornya, Selasa 8 November 2022.

Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim telah menyatakan sejumlan tuntutan kepada Polri.

Pertama menindak cepat tepat kepada pelaku tambang ilegal.

Kedua karena ini melibatkan salah satu institusi keamanan atau kepolisian harusnya direformasi dari pusat sampai ke daerah.

“Kenapa? Karena kalau seperti ini terus tidak akan selesai urusan penegakan hukum. Yang kita tahu, penegakan hukum kita terus merosot, persoalan sumber daya alam sangat lemah. Lemahnya kenapa? Ada beberapa oknum ikut bbermain dalam industri tambang batubara,” ujar Buyung Marajo.

Karena itu, menurut Buyung Marajo, Ismail Bolong berikut nama-nama aparat kepolisian baik yang disebut maupun yang tidak disebut, yang terlibat dalam kejahatan ini, harus diproses hukum.

“Atas nama hukum dan keadilan, Buyung Marajo menyatakan pengakuan Ismail Bolong harus menempatkan hukum pada tempatnya. Hukum harus ditegakkan dan kejahatan tambang ilegal harus diungkap,” tandas Buyung Marajo. (Sur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status