EkbisProvinsi Kaltim

Lada Kaltim Siap Tembus Pasar Global

KLIKSAMARINDAProvinsi Kalimantan Timur (Kaltim telah menetapkan lima komoditas unggulan perkebunan, yaitu kakao, lada, karet, kelapa dalam, dan kelapa sawit. Komoditas ini diharapkan bisa menjadi tambahan pendapatan asli daerah yang sekarang masih didominasi oleh sektor industri ekstraktif.

“Kita serius dalam mengembangkan komoditas perkebunan di Kalimantan Timur, salah satunya lada,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Ujang Rachmad pada acara “BINGKA KALTIM: Bincang Komoditas Perkebunan Lestari Kalimantan Timur” seri kelima yang mengangkat tema Mengurai Strategi Pemasaran Lada Kalimantan Timur di Pasar Global, pada Rabu, 27 Oktober 2021 secara daring.

Ujang Rachmad menjelaskan, Pemprov Kaltim telah membuat rencana kawasan perkebunan berbasis korporasi petani. Rencana ini menempatkan kabupaten Kutai Kartanegara, Panajam Paser Utara, dan Berau sebagai kabupaten penghasil lada terbesar di Provinsi Kalimantan Timur.

Namun, menurut Ujang Rachmad, tidak menutup kemungkinan kabupaten-kabupaten lain juga turut mengembangkan lada. Lada di Kalimantan Timur sempat mencapai masa kejayaan hingga akhir tahun 2010an. Pada tahun 2009 areal tanaman lada tercatat seluas 14.900 Ha. Namun pada tahun 2020 luas areal tanaman lada tinggal 8.247 Ha.

Demikian pula produksinya juga mengalami penurunan yaitu dari 11.121 ton (2009) menjadi 3.760 ton (2020). Penurunan luas areal dan produksi ini antara lain karena (a) bertambahnya tanaman yang sudah tua, (b) banyak tanaman yang rusak karena serangan hama dan penyakit, (c) beralih fungsinya lahan tanaman lada menjadi tambang batubara, perkebunan kelapa sawit dan peruntukan lainnya.

Ujang Rachmad mengakui bahwa harga lada di Kalimantan Timur, kurang kompetitif, sehingga banyak petani lada yang menjual ladang mereka. Dari sisi hulu, pengembangan lada di Kalimantan Timur masih terkendala penyediaan bibit, karena masih belum optimalnya pemanfaatan kebun induk yang ada.

Keberadaan kebun induk penting bagi kebun lada, karena merupakan sumber bibit berkualitas. Adapun dari sisi hilir, pemasaran lada dari bumi etam ini, masih dilakukan secara tradisional. “Petani belum punya akses kepada hub maupun pembeli di tingkat nasional maupun global,” ujar Ujang Rachmad.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas serta kekhasan produk lada, adalah mendorong terbentuknya Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) lada dan selanjutnya memfasilitasi legalisasi dan perlindungan terhadap produk lada putih dari Kabupaten Kutai Kertanegara melalui terbitnya Sertifikasi Indikasi Geografis (IG) untuk Lada Malonan.

Sertifikat IG lada Mlonan ini merupakan asset penting yang dimiliki dan menunjukkan hak paten produk dari komoditas yang mewakili komunitas atau masyarakat.

Dosen Pertanian Universitas Mulawarman, Rudarmono mengatakan, manfaat sertifikasi IG adalah untuk perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan Produk, meningkatkan posisi tawar (daya saing) produk, meningkatkan nilai tambah, memberikan informasi konsumen tentang kualitas dan karakteristik produk, tentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan, menjaga kelestarian lingkungan.

Menurut Rudarmono, kualitas / khas dari produk sangat tergantung dari kelestarian lingkungan.

Ujang Rachmad menambahkan bahwa sertifikat IG belum cukup untuk mengangkat harga di tingkat petani.

“Kita harus mencari akar masalahnya, pemerintah tidak bisa sendiri,” ujar Ujang Rachmad.

Lada di Kaltim, saat ini membutuhkan bantuan untuk strategi promosi dan pemasaran serta pengolahan lebih lanjut. Herwan Tahir dari Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Bangka Belitung (Babel) mengatakan perlu strategi setelah penetapan IG.

Pemerintah Provinsi Babel mencetak sertifikasi IG dalam bentuk barcode dengan bekerja sama Perum Peruri dalam pembuatan QR Codenya. Sehingga setiap lada yang keluar dari provinsi ini, sudah ada label IG-nya. Lada-lada dari provinsi mereka kini sudah bisa dibeli di toko-toko online, maupun ekspor.

“Kualitas lada di Kaltim, tidak kalah dari provinsi lain,” ujar Ujang Rachmad.

Namun, diakuinya, perlu ada industri hilir atau setidaknya hub yang bisa menjembatani petani untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status