Film Sexy Killers: Pusaran Industri Batubara di Antara Para Pemimpin Indonesia
KLIKSAMARINDA.COM – Jelang pelaksanaan Pemilu 219, ada penayangan film berjudul “Sexy Killers”, film dokumenter produksi Watchdoc. Film ini menelisik jaringan bisnis batubara di Indonesia yang berkelindan di antara pemain politik kubu 01 dan 02 memiliki keterkaitan dalam menguasai sektor batubara.
Sejumlah politisi top di Indonesia, termasuk para calon pemimpin seperti Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang besar dalam bisnis batu bara di Indonesia.
PT Toba Sejahtera milik Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, yang juga induk perusahaan Toba Bara, yang memiliki tambang batu bara. PT Toba Bara kemudian membeli perusahaan Sandiaga Uno yang mengoperasikan PLTU Paiton di Jawa Timur.
“Sexy Killers” diawali dengan kisah sejumlah warga di Kalimantan Timur (Kaltim) yang kesulitan mendapat air bersih setelah ekspansi pertambangan batu bara. Nyoman, warga yang mengikuti program transmigrasi ke Kutai Kertanegara (Kukar), mengaku kehadiran perusahaan batubara sudah memblokir aliran air ke pertanian.
Belum lagi dampak dari lubang bekas pertambangan yang berada di sekitar kawasan pemukiman warga yang sepanjang tahun 2014-2018 telah merenggut 115 nyawa.
Fakta lainnya yang diangkat dalam film dokumenter tersebut adalah proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kabupaten Batang, Jawa Tengah. Warga Batang yang sebagian besarnya adalah nelayan dan petani telah berjuang selama lima tahun untuk menentang proyek pembangunan PLTU Batang, yang disebut oleh aktivis sebagai “proyek kotor”.
Penentangan warga mendapat dukungan dari lembaga aktivis Greenpeace, Walhi, dan Jatam yang juga pernah menduduki alat berat yang beroperasi di perairan Roban Timur.
“Yang mengejutkan adalah PLTU ini akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro – Roban, yang merupakan kawasan kaya ikan dan terumbu karang,” tulisan laporan Greenpeace pada bulan Maret 2017.
Di film tersebut seorang nelayan geram setelah Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan PLTU Batang.
“Bila PLTU berdiri, anakku mau dibawa ke mana? Tak ada tempat lagi di Indonesia,” ujar nelayan sambil menahan amarah dan air matanya.
“Gara-gara orang pintar, gunung dijual, laut ditanami besi.”
Dalam film tersebut disebutkan perusahaan mebel PT Rakabu Sejahtera tidak hanya dimiliki keluarga Jokowi. Saham perusahaan tersebut yang juga bergerak di banyak bidang, termasuk konstruksi, pengembangan wilayah transmigrasi, pembebasan lahan, juga dimiliki oleh
Beberapa nama lain dari tim sukses kubu 01 Joko Widodo juga dilaporkan memiliki jabatan strategis di sejumlah perusahaan pertambangan, termasuk Osman Sapta Oedang, Dewan penasihan Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf yang memiliki kaitan dengan perusahaan PT Total Orbit, serta Haji Isam yang pernah menjadi Wakil Bendahara TKN Jokowi – Maruf, yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha batu bara yang sukses dan disegani di Indonesia.
Sandiaga Uno tercatat sebagai pemilik PT Saratoga Investama Sedaya yang memiliki perusahaan tambang yang pernah merengut korban jiwa dan PT Adaro Energy yang memiliki saham di PLTU Batang.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) juga memiliki orang-orang yang memiliki perusahaan yang bergerak di perusahaan pertambangan.
Presiden Joko Widodo pernah meluncurkan proyek 35 ribu Mega Watt listrik untuk Indonesia, yang menurut film tersebut berarti setidaknya akan menguntungkan 10 perusahaan pertambangan batu bara yang dimiliki jaringan politisi dan pengusaha tersebut.
Awal April 2019, sebuah lembaga non-profit dunia, Global Witness mengeluarkan laporan investigasi yang menunjukkan Sandiaga Uno telah memperoleh keuntungan dari sejumlah pembayaran mencurigakan dari sebuah perusahaan batu bara Indonesia ke perusahaan lain, dengan nilai mencapai US$ 43 juta atau lebih dari Rp 600 miliar.
Dr. Richard Chauvel dari Asia Institute di University Melbourne menyatakan, dokumenter ini adalah aspek ekonomi politik yang juga ditemukan dan terjadi di kalangan politisi Australia.
“Australia dan Indonesia keduanya memiliki struktur ekonomi yang sangat tergantung batu bara dan juga keduanya termasuk pengekspor batubara terbesar di dunia.”
“Industri batubara ini memiliki jaringan antara Jokowi dan Prabowo dan saya menduga ini melibatkan jaringan dengan semua partai politik, sama seperti di Australia,” ujarnya merujuk pada perdebatan di perpolitikan Australia soal perubahan cuaca dan pertambangan di kawasan Adani, Queensland.
Kandidat doktor di bidang hukum Lilis Mulyani memberikan gambaram dilihat dari debat calon presiden yang pernah membahas soal lubang bekas pertambangan, sepertinya tidak terlihat adanya komitmen dari kedua pihak.
“Kalau dari visi misi beberapa partai, memang komitmen soal pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam sangat kurang, tidak dibicarakan mendalam,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bisa jadi mereka berseberangan untuk mendapat kursi kepemimpinan, “tetapi dari fakta yang kita lihat, ada kesepakatan di belakang panggung.”
Profesor Vedi Hadiz dari University of Melbourne juga datang ke acara pemutaran film dan diskusi tersebut, dan ia mengatakan film ini menjadi indikator bahwa pilihan kita di pemilu mendatang belum tentu membuat perubahan.
“Ini dilihat dari sisi bahwa yang menerima keuntungan dari pembuatan kebijakan tentunya adalah perusahaan-perusahaan.”
“Pertanyaannya bagi kita apakah kemenangan dari salah satu koalisi politik ini akan berdampak dan mengubah rakyat?”
“Apakah yang satu lebih baik dari yang lainnya?” tambahnya. (*)