Politik

Zairin-Sarwono, Asa Masyarakat yang Skeptis Terhadap Parpol

CALON independen atau perseorangan mulai muncul pasca perdamaian Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada 2006.

Namun, sejak 2008, pencalonan melalui jalur independen resmi tercantum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebelum 2008, jalur independen dalam pemilu tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan hanya berlaku di Nanggroe Aceh Darusalam.

Saat 2008 hingga 2015, batas ambang dukungan adalah 6,5-10 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum sebelumnya. Regulasi ini berlaku untuk pemilihan bupati, walikota, dan gubernur di seluruh Indonesia.

Kini, jalur independen jadi salah satu alternatif; membuka peluang lebih luas masyarakat untuk turut berpartisipasi politik. Minimal di tingkat daerah. Semakin banyak pemimpin daerah yang lahir melalui jalur independen, meskipun mereka memiliki latar belakang sebagai kader partai. Termasuk fenomena Ahok dan Teman Ahok jelang pertarungan Pemilihan Kepala Daerah Jakarta pada 2017.

Di Kalimantan Timur, sejarah mencatat ada dua tempat yang mampu dimenangkan oleh pasangan kepala daerah di jalur independen. Pertama adalah Rita Widyasari-Edi Damansyah di Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara 2015 lalu. Kedua adalah Neni Moerniaeni-Basri Rase di Pemilihan Walikota Bontang 2015.

Medio 2015 tampaknya menjadi panggung bagi pasangan kepala daerah yang memilih jalur independen. Karut-marut situasi internal kepengurusan partai politik saat itu justru memudahkan mereka meraih suara, ditambah dengan sikap skeptis masyarakat terhadap para calon kepala daerah yang diusung partai politik.

Memang, di tahun yang sama, ada 10 wilayah di Indonesia yang dimenangi pasangan kepala daerah yang bertarung lewat jalur independen. Di Pilbup Rembang –Jawa Tengah– tampil Abdul Hafidz-Bayu Andriyanto. Di Supiori –Papua– ada Jules F. Warikar-Onesias Rumere. Pilbup Gowa –Sulawesi Selatan– dimenangkan Adnan Purichta-H. Abdul Rauf M.

Ada pula Marthen L.D.T.-Nikodemus N.R.H. yang menang di Pilbup Sabu Raijua –Nusa Tenggara Timur. Dadang M. Naser-Gun Gun Gunawan di Pilbup Bandung –Jawa Barat. Ahmad Hijazi-Iqbal Basta di Pilbup Rejang Lebong –Bengkulu.
M. Ramlan Nurmatias-Irwandi di Pemilihan Walikota Bukittinggi –Sumatera Barat. M. Syharial-H. Ismail Pilwakot Tanjung Balai –Sumatera Utara, serta H. Nadjmi Adhani-Darmawan Jaya di Pilwakot Tomohon –Sulawesi Utara.

MENGGALANG DUKUNGAN DARI PUSAT MASSA
Dari Gelanggang Olahraga Segiri, Zairin Zain dan Sarwono mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon walikota dan wakil walikota Samarinda 2020-2025. Event “Jalan Sehat Merah Putih Zairin-Sarwono untuk Samarinda Bangkit” di Jalan Kusuma Bangsa, Minggu 29 September 2019 lalu, menjadi penanda penting gerilya Zairin-Sarwono meraih dukungan masyarakat di luar partai telah dimulai.

Kamis 25 Oktober 2019, malam tadi, giliran Kecamatan Samarinda Seberang yang menjadi tempat keduanya bersilahturahmi kepada masyarakat. Bertempat di kediaman Al Habib Fuad Baraqbah, keduanya menyapa tokoh masyarakat hingga para habib.

Safari politik di Samarinda Seberang ini, memang bukan kali pertama. Beberapa hari sebelum pertemuan semalam, mereka telah dua kali menggelar silahturahmi, khususnya dengan milenial.

Usai pertemuan, calon wakil walikota Samarinda Sarwono mengatakan, jalur independen yang dipilihnya bersama Zairin merupakan jalan yang telah diatur undang-undang.

Dalam regulasi sendiri, persyaratan bagi calon independen semakin berat pada Pilwali Samarinda 2020. Yakni harus mengumpulkan dukungan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik yang dilengkapi dengan formulir surat pernyataan dukungan. Setiap satu dukungan fotokopi KTP elektronik yang dikumpulkan calon perseorangan harus ditempel pada formulir surat pernyataan dukungan.

Aturan persyaratan dukungan bagi calon independen itu berdasarkan Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1917/PL.01.9-SD/06/KPU/IX/2019 terkait dengan tahapan Pilkada serentak 2020. Sesuai aturan pula, jumlah syarat minimal dukungan untuk calon independen adalah 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap di pemilihan umum terakhir.

“Jadi intinya, kami berangkat maju di Pilwali dari aturan,” katanya, kepada Klik Samarinda.

Bagi Sarwono, regulasi ini sangat memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri. “Ini peluang bagi masyarakat untuk mempunyai calon sendiri di luar partai. Siapa yang mengusung? Ya masyarakat sendiri,” jelasnya.

Proses tahapan sebagai calon independen kini memang dijalani, namun Sarwono menegaskan tidak mengindahkan partai-partai yang ada. “Semua punya ruang dan punya payung hukum untuk menjadi calon (walikota, Red.). Biarkan ini berjalan secara alami,” ucapnya.

Terlepas dari pilihan jalur independen, Sarwono menilai membangun Samarinda tidak bisa seorang diri. Perlu semua pihak untuk terlibat. Partai, kata Sarwono, berpengaruh besar karena mereka ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Pemerintah daerah yang disebut dalam Peraturan Perundang-Undangan adalah kepala daerah dan DPRD. Mereka yang terlibat aktif di partai politik itu juga masyarakat, jadi nanti pasti akan dilibatkan,” bebernya. (*)

Back to top button
error: Maaf Konten Diproteksi oleh Sistem !! Sila hubungi redaksi melalui email kliksamarinda.@gmail.com
DMCA.com Protection Status