Tata Kelola Wehea-Kelay Kaltim Jadi Contoh Provinsi Jambi
KLIKSAMARINDA – Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Wehea-Kelay, Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi tempat pembelajaran bagi tim KEE dari Provinsi Jambi. Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jambi M. Ali Zaini menyatakan pihaknya belajar KEE di Kaltim yang sudah dalam bentuk pengelolaan karena Jambi berencana membangun koridor Gajah dalam skema KEE.
Tim pembentukan KEE Koridor Gajah di Jambi ini beranjangsana dengan tim KEE Wehea-Kelay yang dipimpin secara ad hoc oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur, Senin 22 November 2021. Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kaltim, Fahmi Himawan menyambut kedatangan rombongan tersebut
Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kaltim menyatakan KEE didefinisikan sebagai Kawasan penting di luar kawasan konservasi yang secara ekologis penting bagi keanekaragaman hayati. Pada Bentang Alam Wehea-Kelay, model KEE berhasil merangkul 23 anggota forum yang mewakili pemegang izin konsesi kehutanan, pemegang izin konsesi sawit, akademisi, pegiat lingkungan, pemerintah daerah, dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup.
“Mereka berkolaborasi untuk mengelola kawasan seluas 532 ribu hektare. Salah satu wujud hasil kolaborasi tersebut adalah identifikasi populasi orang utan yang diperoleh estimasi sekitar 1.200 individu (2019). Kolaborasi adalah kunci, tidak ada paksaan untuk bergabung dalam anggota forum, tetapi komimen para pihak yang menggerakkan aktivitas forum KEE Wehea-Kelay,” ujar Fahmi Himawan.
KEE Wehea-Kelay adalah salah satu inisiatif model Kesepakatan Pembangunan Hijau Kaltim yang dideklarasikan pada 2016 lalu. KEE Wehea-Kelay juga menjadi KEE model untuk 12 KEE indikatif di berbagai bentang alam yang akan dikembangkan Pemerintah Kalimantan Timur.
“Tahun ini sekitar 491 ribu hektare kawasan di KEE Wehea-Kelay sudah kami usulkan menjadi Kawasan Strategis Provinsi (KSP),” ujar Fahmi Himawan.
Luasan sudah diusulkan dan akan masuk dalam revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah. Status KSP akan menjadikan KEE Wehea-Kelay mempunyai peranan sangat penting bagi provinsi Kaltim.
“Akan memperkuat dari sisi pendanaan dan kewenangan, selain kekuatan hukum,” kata Fahmi menambahkan.
Fahmi menambahkan bahwa pendirian KEE Wehea Kelay yang diawali dengan lahirnya deklarasi bersama, justru menguatkan komitmen para pihak.
“Saya melihatnya lebih efektif, karena tidak ada paksaan kepada para anggota, melainkan komitmen bersama,” ujar dia.
Namun justru kesadaran ini yang menjadikan rencana aksi Forum KEE, rata-rata tercapai antara harapan dan kenyataan.
Manajer Senior YKAN Niel Makinuddin mengatakan orum ini kolaborasi para pihak dengan fondasi kelembagaan yang digerakan bermodal kepercayaan. Dengan basis penelitian, studi, dan survei, menjadikan KEE Wehea-Kelay terus berkembang mengikuti zaman.
Tim KEE Koridor Hidupan Liar Bentang Alam Bukit Tiga Puluh dari Jambi menyatakan sejumlah kemiripan ada di KEE Wehea-Kelay.
“Bentang Alam yang kami miliki juga dikelilingi unit manajemen, masyarakat dan kegiatan ilegal lainnya” ujar perwakilan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, Teguh Sriyanto.
Hampir semua koridor dan lintasan gajah sumatra di Kabupaten Tebo, Jambi telah beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan batubara sehingga lintasan tersebut terputus. Di dalam bentang laam tersebut, juga terjadi perambahan dan pertambangan emas tanpa ijin (PETI) yang juga ikut merusak kualitas air sungai yang menjadi sumber air minum bagi gajah dan masyarakat desa.
Masyarakat asli yang tinggal di Lanskap Bukit Tigapuluh terdiri dari Suku Melayu Tua, Suku Talang Mamak, dan Suku Anak Dalam.
“Gajah bisa dikatakan dianggap hama oleh warga dan perusahaan sekitar,” ujar Teguh.
Lantaran hewan berbelalai ini, mengkonsumsi pakan hingga 400 kg per hari, termasuk dari ladang warga dan kawasan perkebunan perusahaan. Padahal, pihaknya meyakini dan selalu mengingatkan bahwa gajah adalah bagian dari ekosistem, tidak saling meniadakan sebagai manusia.
Jumlah gajah di bentang alam bukit tiga puluh diperkirakan tersisa 120 individu.
“Kami tidak ingin, nasibnya seperti harimau jawa yang tinggal nama,” ujar Teguh.
Kedatangan Tim dari Jambi ini adalah ikhitiar untuk menjaga kelestarian gajah yang bisa hidup berdampingan dengan warga.
Manajer Kemitraan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Edy Sudiono mengatakan bahwa untuk memulai pendekatan dengan para pemangku kepentingan, harus dilakukan dengan perlahan dan komunikasi terus menerus.
Termasuk dengan warga Dayak Wehea yang pengelola hutan lindung di KEE Wehea-Kelay.
“Kami membangun kembali pengetahuan-pengetahuan lokal yang ada di Masyarakat Dayak Wehea, yang terkait perlindungan satwa penting,” ujar Edy dalam kesempatan yang sama.
Lantaran hutan adalah sakral bagi masyarakat Dayak, maka mengembalikan akses dan kepemilikan masyarakat atas hutan menjadi penting. Begitupun dengan unit usaha dari pemegang konsesi perkebunan maupun kehutanan, komitmen mereka dalam mengelola kawasan ini timbul dari kerelaan dan kesadaran perusahaan.
“Kami mendapatkan poin dalam pengajuan sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, dengan bergabung dalam Forum KEE Wehea-Kelay,” ujar Direktur PT Gunung Gajah Abadi (PT GGA) Totok Suripto dalam kesempatan yang sama.
PT GGA adalah salah satu dari 23 anggota Forum KEE Wehea-Kelay. Tri Sujatmiko selaku perwakilan dari PT Karya Lestari yang juga anggota forum, mengatakan bahwa orang utan bukanlah gangguan.
“Kami menganggap sudah bisa hidup berdampingan,” ujar dia.
Perusahaannya bergabung dalam Forum KEE juga tidak mendapatkan janji-janji apapun, melainkan hanya kesadaran dan komitmen saja dalam pelestarian hutan.