Kaltim Jadi Model Pembelajaran Pengelolaan Ekosistem Esensial Bagi Kalteng
KLIKSAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi model pembelajaran bagi Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dalam tata kelola ekosistem esensial. Menurut Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah Mathius Hosang, kunjungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ini adalah upaya untuk belajar bagaimana pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial di Kalimantan Timur.
Kunjungan Pembelajaran Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Wehea-Kelay ini berlangsung di Hotel Mercure Samarinda. Selama dua hari (3-4 Agustus 2022), perwakilan dari Kalimantan Tengah akan berdiskusi, berbagi pengalaman, dan pembelajaran pengelolaan Ekosistem Esensial di Kalimantan Timur.
Mereka yang hadir mewakili DLH Provinsi Kalimantan Tengah, DLH Kabupaten Gunung Mas, DLH Kotamadya Palangka Raya, DLH Kabupaten Pulang Pisau, Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kahayan Tengah, dan Borneo Nature Foundation.
“Kami melihat bahwa apa yang sudah dilakukan di KEE Wehea-Kelay, bisa kami terapkan di Lanskap Rungan-Kahayan,” ujar Mathius.
Lanskap Rungan Kahayan berada di antara Sungai Rungan dan Sungai Kahayan. Bentang Alam ini masuk dalam tiga kawasan administrasi meliputi Kotamadya Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Gunung Mas.
Pada 2017, Borneo Nature Foundation menginisiasi konservasi orang utan di Lanskap Rungan Kahayan yang bekerja sama dengan para pemangku kepentingan. Tim melakukan survei distribusi orang utan di kawasan sepanjang 104,8 km dan tercatat ditemukan 1.978 sarang orang utan. Tim juga menemukan potensi keberadaan primata pada enam hutan desa di Kabupaten Pulang Pisau.
Selain orang utan, ditemukan pula kukang (Niycticebyus sp), bekantan (Nasalis larvatus), kelasi (Presbytis comata), Owa (Hylobates albibarbis), dan monyet ekor pajang (Macaca fascicularis).
Berdasarkan hasil survei tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mendorong lanskap Rungan-Kahayan menjadi kawasan ekosistem esensial koridor hidupan liar. Hal ini karena masih ditemukannya orang utan di luar wilayah konservasi, seperti di area perlindungan rawa gambut.
Situasi ini serupa dengan yang terjadi di Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur. Bentang alam Wehea-Kelay ini merupakan habitat asli orang utan dikelilingi kawasan pemegang konsesi kehutanan dan perkebunan.
“Kami ingin tahu cara pendekatan kemitraan bentang alam di Wehea-Kelay ini, bagaimana bisa mengajak multipihak untuk berkomitmen,” ujar Chief Executive Officer Borneo Nature Foundation, Juliarta Bramansa Ottay.
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) merupakan ekosistem di luar kawasan konservasi yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati, yang mencakup ekosistem alami dan buatan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan.
Forum KEE Wehea-Kelay merupakan wadah multipihak untuk mengelola Bentang Alam Wehea-Kelay seluas 532.143 hektare. Saat ini memiliki 23 pihak terkait yang bergabung mulai dari pemerintah, akademisi, perusahaan pemegang izin konsesi perkebunan dan kehutanan, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dan Masyarakat Dayak Wehea.
“Hingga saat ini, kami memilih untuk tidak menuju penetapan kawasan, karena tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” ujar Ketua Forum KEE Wehea-Kelay EA Rafiddin Rizal.
Raffidin Rizal yang juga menjabat sebagai Kepala DLH Provinsi Kalimantan Timur menegaskan bahwa komitmen dalam pengelolaan adalah kunci berjalannya Forum KEE.
“Yang menjadi semangat dari forum ini adalah kolaborasi para pihak yang terbuka dan saling menghargai satu sama lain. Itu telah dimulai sejak 2015,” ia menambahkan.
Potensi keanekaragaman hayati di Bentang Alam Wehea-Kelay ini sangat tinggi. Selain menjadi habitat bagi lebih dari 1.200 individu orang utan, terdata lebih dari 500 jenis satwa liar dan 700 jenis tumbuhan.
“Masih banyak yang perlu dieksplorasi dari kekayaan alam di bentang alam ini yang pemanfaatannya berpotensi untuk kemaslahatan manusia,” ujar Manajer Kemitraan YKAN Edy Sudiono.
Salah satunya adalah penelitian tentang tanaman pakan orang utan yang memiliki kemiripan DNA hingga 97 persen dengan manusia.
“Jenis tanaman apa saja yang membuat orang utan bertahan atau digunakan untuk penyembuhan, berpotensi diaplikasikan juga ke manusia,” kata Edy.
Namun, agar pemanfaatannya bisa dirasakan para pihak di bentang alam ini, dan masyarakat secara luas, maka Forum KEE memakai panduan rencana aksi setiap tiga tahun untuk mengelola bentang alam ini. Kini, rencana aksi dibuat untuk periode lima tahun, yaitu 2022-2026, yang dokumennya masih dalam tahap finalisasi.
Forum KEE Wehea-Kelay tercakup dalam 11 inisiatif model yang menjadi bagian dari Kesepakatan Pembangunan Hijau (Green Growth Compact) Kalimantan Timur. Kesepakatan Pembangunan Hijau yang dideklarasikan pada 2016 adalah upaya Kalimantan Timur menuju pembangunan hijau.
“Pembangunan Hijau akan menjadi wajah Kalimantan Timur ke depannya, sekaligus mendukung keberadaan Ibu Kota Negara Nusantara yang juga menganut konsep Smart Forest City,” kata Pelaksana Jabatan Sekretaris Daerah Kalimantan Timur Riza Indra Riadi. (*)