Literasi Digital Antihoaks Kaltim Jelang Tahun Politik 2024
KLIKSAMARINDA – Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Literasi Digital Antihoaks, Senin 4 April 2022. Kegiatan Literasi Digital Antihoaks ini menggandeng organisasi Gerakan Antihoaks Jurnalis Kaltim.
“Tahun ini tema kita menangkal hoaks menjelang 2024. Kita mengantisipasi menjelang tahun politik tahun 2024 akan lebih banyak hoaks bertebaran dan membanjiri media-media sosial kita,” ujar Kepala Diskominfo Kaltim, Muhammad Faisal, Senin 4 April 2022.
Muhammad Faisal menyatakan, perang terhadap hoaks harus dari hulu dengan mencerdaskan pengguna internet di semua lapisan. Upaya pencerdasan bermain media sosial itu dapat dilakukan dengan memperbanyak kegiatan literasi digital antihoaks.
“Kita mengajak semua pihak yang punya kepedulian menjaga media sosial dari penyebaran hoaks untuk aktif dalam literasi digital antihoaks,” ujar Muhammad Faisal.
Muhammad Faisal juga bersyukur dalam hal literasi digital, Kaltim termasuk tiga besar terbaik secara nasional pada tahun 2021 lalu.
Agenda ini telah digelar sebelumnya, yaitu pada 30-31 Maret 2022 dengan audiens siswa-siswi SMK Negeri 18 Lempake Samarinda dan SMA Negeri 13 Samarinda.
Dalam agenda tersebut hadir narasumber anggota DPRD Kaltim, Rusman Ya’qub yang juga anggota Komisi IV membidangi pendidikan. Narasumber lainnya Ketua Antihoaks JurnalisKaltim, Charles Siahaan dan Ketua Forum Jurnalis Perempuan Kaltim, Tri Wahyuni.
Rusman Ya’qub menyampaikan materi terkait peran politik generasi muda dan ancaman terhadap negara akibat penyebaran hoaks. Umumnya siswa-siswi menyambut antusias dan banyak di antaranya baru menyadari bahaya dan ancaman terhadap warga jika memproduksi dan menyebarkan hoaks.
Rusman Ya’qub mengingatkan para siswa tentang kondisi masyarakat pengguna internet yang aktif di media sosial. Saat ini, menurutnya masih ada polarisasi dua kubu berbeda yang selalu saling menghujat dan berlawanan.
Dua kubu itu yang dulu dikenal dengan istilah kubu cebong dan kubu kampret. Pembentukan kubu-kubu ini sebagai buah dari persaingan politik Pemilihan Presiden yang telah berlangsung sejak erah tahun 2014 silam.
“Kubu cebong itu pendukung Pak Jokowi dan kubu kampret itu pendukung Pak Prabowo. Ini sampai sekarang masih berkelahi di media sosial. Gak ada habis-habisnya. Padahal, yang bersaing dalam Pilpres sudah berdamai. Pak Prabowo menjadi menterinya Pak Jokowi,” ujar Rusman Ya’qub.
Rusman Ya’qub mengajak para pelajar untuk jeli-jeli saat menerima pesan di berbagai platform media sosial. Jika menemukan judul-judul berita yang provokatif, sebaiknya menahan diri untuk tidak menyebarkannya lagi ke orang lain.
Dia mengajak para pelajar untuk disipilin melakukan konfirmasi atau tabayun, jika menemukan pesan-pesan berupa teks, foto maupun video di berbagai media sosial.
Tri Wahyuni dalam materinya mengajak para pelajar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Pelajar harus mengetahui bahwa jejak digital dalam internet itu tidak bisa dihapus.
Karena sewaktu-waktu jika memang ada yang membutuhkan bisa dilacak kembali, meski secara pandangan mata sudah dihapus dari dinding akun medsos.
Beberapa perguruan tinggi dan juga perusahaan besar, menurut Tri Wahyuni, sudah ada yang menyertakan persyaratan pencantuman akun media sosial sebelum diterima masuk kuliah atau kerja.
Dari media sosial itu tim seleksi mempelajari bagaiamana karakter orang tersebut sehingga akan berpengaruh pada diterima atau tidaknya masuk perguruan tinggi atau kerja.
“Jadi, waspada dengan jejak digital ini,” ucap Tri Wahyuni.
Narasumber lainnya, Charles Siahaan memberikan materi mengenai sejarah hoaks yang beredar di seluruh dunia. Menurut Charles, hoaks sudah ada sepanjang peradaban.
Bahkan sejak zaman nabi Adam dan Hawa dengan rayuan untuk memakan buah khuldi. Saat itulah hoaks diproduksi pertama oleh iblis.
Charles memberikan gambaran tentang ancaman yang harus diterima para produsen dan penyebar hoaks. Selain karena menyebarkan hoaks adalah perbuatan iblis yang pasti membuat orang berdosa, perbuatan itu juga mengakibatkan seseorang bisa masuk penjara.
“Sebab ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE atau informasi dan transaksi elektronik,” ucap Charles.
Hal lainnya dari penyebaran hoaks, menurut Charles, merugikan diri sendiri karena baik menerima / mendownload maupun menyebarkan pesan hoaks, menghabiskan kuota internet.
“Jadi, untuk apa menyebarkan hoaks. Selain dosa dan terancam masuk penjara, juga menghabiskan kuota,” ujarnya.
Kegiatan Literasi Digital Antihoaks sebelumnya juga digelar dalam acara talkshow yang berlangsung di arena pameran Kaltim Fair di hall Bigmal Samarinda. Pembicaranya, selain anggota DPRD Kaltim Rusman Ya’qub, Charles Siahaan dan Tri Wahyuni juga, ada Kepala Dinas Kominfo Kaltim dan seorang akademisi dari Unmul, Dr. Silviana Purwanti. (Jie/Adv/KominfoKaltim)