Puskesmas
Opini: Rizal Effendi
Sambil bertemu teman, saya sarapan pagi tinutuan alias bubur manado di Warung HK, Klandasan. Begitu saya keluar, ternyata ada rombongan Kepala Puskesmas (Kapus) sarapan di tempat yang sama. Mereka serentak setengah berteriak menyapa saya.
Mereka semuanya masih mengenakan baju adat. Cantik-cantik. “Bapak, kita baru selesai upacara HUT Kota,” kata mereka serentak. Saya kaget juga, maklum sudah lama tidak bertemu. Rupanya karena hari Jumat 10 Februari 2023 lalu, upacara HUT ke-126 Kota Balikpapan di Lapangan Merdeka berlangsung singkat. Jadi mereka sempat menyerbu warung makan.
Tidak semua Kapus saya ingat. Saya perlu tanya dulu. Di antaranya ada Kapus Baru Tengah drg. Rulida Osma M, Kapus Klandasan Ilir drg Sri Mulyati, Kapus Karang Jati dr. Niken Anggara, Kapus Damai drg. Sekar, Kapus Graha Indah dr. Cristian Dessy, Kapus Karang Joang drg. Agus Juwani, Kapus Karang Rejo drg. Farida, Kapus Marga Sari dr. Susliani, Kapus Mekar Sari drg. Lily Anggraini, Kapus Kariangau dr. Mira F, dan Kapus Baru Ilir dr. Erica S. Satu-satunya Kapus laki-laki yang ikut adalah Kapus Lamaru drg. Rudi Raharjo.
Saya agak rancu dengan baju adat yang mereka kenakan. Apakah baju taqwo atau baju adat mahligai. Dulu sengaja disebut baju taqwo Balikpapan, karena terinspirasi dengan baju taqwo Kutai. Alasannya karena Balikpapan itu awalnya bagian dari wilayah Kutai. Sehingga jejak Kutai di Balikpapan masih bisa terlihat dari baju adatnya.
Sejak dua tahun terakhir baju taqwo Balikpapan itu dimodifikasi dengan nama baru baju adat mahligai. Meski warna dasarnya tetap hitam dengan balutan bordir kuning keemasan. Tapi ada juga beberapa perubahan desain. Termasuk adanya pemakaian jarik motif kelubut berikut bandul-bandulnya.
Dalam KBBI, mahligai berarti kediaman raja atau putri-putri raja. Mungkin maksudnya biar yang memakainya bangga seperti raja atau putri raja yang datang ke Istana. Makanya dalam kepemimpinan modern, gaya kepemimpinan seperti raja masih sering terjadi di tengah-tengah kita.
Baju taqwo saya ada dua pasang. Dulunya bikinnya di Penjahit Wahana di Karang Jati. Itu sudah langganan Pemkot. Jahitannya cukup halus. Ketika saya datang minggu lalu ke sana, ukuran baju dan celana saya sudah berubah. Maklum sekarang tubuh saya jadi melebar.
Dalam undangan HUT ditulis para undangan bisa mengenakan baju adat mahligai, bisa juga baju taqwo atau baju daerah nusantara. Baju taqwo istri saya, Bunda Arita dipinjam temannya yang kebetulan menghadiri upacara HUT Kota. “Kalau bikin sudah nggak sempat, Bunda, jadi saya pinjam punya Bunda saja,” katanya menjelaskan.
Saya sempat bercanda dengan para Kapus. “Iya kita jadi ingat waktu menangani Covid dan vaksin di awal wabah,” kata mereka. Puskesmas benar-benar kelabakan. Apalagi kalau ada petugasnya yang juga sudah terkena. Semua jadi stres.
Beberapa Puskesmas sempat kita lockdown. Karena sejumlah tenaga sudah terkapar. Saya tak tega juga melihat Kepala Puskesmas tunggang langgang menghadapi wabah, yang boleh dibilang baru pertama kali terjadi.
Bela Akreditasi
Selain urusan Covid, saya sering mendampingi Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan dr. Andi Sri Juliarty. yang akrab dipanggil dr. Dio, menyemangati Kapus dalam urusan pencapaian akreditasi. Maklum akreditasi itu adalah penilaian secara nasional apakah sebuah Puskesmas tingkat pelayanan kesehatannya sudah sangat baik atau belum.
Penilaian terhadap mutu Puskesmas sangat penting karena Puskesmas adalah salah satu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang difungsikan sebagai gate-keeper dalam pelayanan kesehatan di berbagai tempat dan pelosok.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 46 Tahun 2015, tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen risiko, dan bukan sekadar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi.
Ada empat tingkatan akreditasi Puskesmas. Mulai yang paling rendah atau strata dasar, lalu naik menjadi madya, kemudian utama, dan yang paling tinggi dan sangat diinginkan semua Puskesmas jika mendapat penilaian atau pencapaian paripurna.
Setiap tiga tahun sekali dilakukan akreditasi baru apakah sebuah Puskesmas bisa meningkatkan jenjangnya atau malah melorot. Reakreditasi dilakukan oleh Komisi Akreditasi FKTP untuk memastikan bahwa hal-hal yang dilakukan Puskesmas berlangsung secara berkesinambungan.
Di era kepemimpinan saya, Alhamdulillah berkat kerja keras bersama, Puskesmas Mekarsari pada tahun 2019 berhasil meraih predikat akreditasi paripurna. Itu pencapaian pertama kali, tidak saja bagi Balikpapan tapi juga buat Puskesmas di Kaltim. Puskesmas Mekarsari juga terpilih sebagai Puskesmas terbaik karena sudah banyak inovasi layanan digitalnya.
Selanjutnya menyusul Puskesmas Baru Tengah, yang dikomandani drg. Rulida Osma Marisya. Banyak inovasi dilakukan oleh dokter cantik ini, meski wilayahnya di Baru Tengah, Balikpapan Barat, yang cukup berat dan penuh tantangan.
Karena itu tak heran Puskesmas Baru Tengah banyak menerima penghargaan. Di antaranya Puskesmas Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2019, Puskesmas Ramah Anak Tingkat Nasional Tahun 2019, Puskesmas Pengelolaan Laktasi Terbaik Tahun 2020, Puskesmas Pelayan Publik Terbaik 2021, Puskesmas Pengelola Mutu Terbaik 2022, dan Juara 2 Inovasi PKM 2022.
Sebelum purnabakti, saya masih sempat meletakkan batu pertama pembangunan relokasi Puskesmas Karang Jati. Maklum, lokasi lama sudah tidak memenuhi syarat. Mencari lahan baru di wilayah ini tidak gampang.
Setiap perayaan HUT Kota, saya juga teringat dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman milik Pemkot Balikpapan di Kawasan Gunung Malang. RSUD itu saya resmikan pada HUT Kota Ke-118 tahun 2015. Direktur pertamanya drg. Dyah Muryani, kemudian dr. Cokorda Istri Ratih Kusuma Widianingsih. Sempat plt-nya dr. Indah Puspitasari dan selanjutnya saya tidak tahu lagi. Kabarnya plt lagi. (*)
*) Rizal Effendi
– Wartawan Senior Kalimantan Timur.
– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021).