Opini

Tetap MU

Opini Rizal Effendi

MU – Manchester United menyelesaikan laga terakhir, Minggu tengah malam kemarin. Lawannya tim papan bawah, Crystal Palace. Saya nobar di rumah.  Hasilnya, tim sekotanya Manchester City juara, MU tetap saja tak bisa menang. Jangankan jadi juara, masuk lima besar saja tak mampu. MU merana di urutan ke-6 musim kompetisi 2021/2022. Jadi tahun depan, MU juga tak bisa mengikuti Piala Champions, kecuali Piala Eropa.

Saya memang cerita Liga Inggris. The Red Devils yang bermarkas di kota Manchester, Inggris, satu-satunya tim sepakbola dunia yang sangat saya cintai. Sejak dulu. Bahkan waktu saya masih jadi wartawan. Waktu saya sibuk di kursi wali kota, saya sempat-sempatkan nobar dengan teman-teman United Indonesia Balikpapan, di Gunung Malang.

Seperti ikut kena wabah Covid-19, dalam beberapa tahun terakhir kejayaan MU tampaknya mulai pudar. Terutama setelah pensiunnya pelatih legendaris mereka, Sir Alex Ferguson. Dua pelatih MU terakhir, Ole Gunnar Solskjaer dan Ralf Rangnick, membuat MU hancur lebur. Dua-duanya bukan pelatih agresif dan bertangan dingin. Hanya wajahnya saja yang dingin. Kalah atau menang, wajah kedua pelatih itu ya dingin-dingin saja. Tidak berubah, bahkan tanpa ekspresi. Lumayan Solskjaer masih sering tersenyum. Tapi Rangnick jarang sekali. Wajahnya senantiasa muram. Bagaimana pemain bersemangat. Jadi, ya sering kalah.

Saya lihat di Stadion Old Trafford, Alex Ferguson alias Fergie tetap setia mendampingi. Walau hanya di bangku penonton. Tapi tim MU benar-benar rapuh. Mandul di depan, longgar di belakang. Penyerang andalan Ronaldo seperti kehilangan taji. Padahal pada masa Fergie, MU benar-benar menjadi Setan Merah. Ditakuti di kandang mana saja. Itu sebabnya Fergie yang menangani MU selama 27 tahun (1986-2013) mampu mempersembahkan 38 trofi dari dalam dan luar negeri.

Di waktu mendatang, kompetisi Liga Inggris 2022/2023, MU sudah punya pelatih baru. Erik ten Hag, namanya. Usianya 52 tahun. Dia pelatih sukses Ajax Amsterdam, yang diboyong dengan biaya kompensasi kepada Ajax sebesar 1,6 juta poundsterling atau sekitar Rp30 miliar. “Ini kehormatan besar bagi saya dipercaya menangani MU. Saya senang sekaligus siap hadapi tantangan,” katanya bersemangat.

Kehadiran Erik ten Hag ini mengingatkan saya kepada sejumlah pemain MU asal Belanda yang hebat-hebat. Seperti penjaga gawang terkenal Edwin van den Sar, penyerang Ruud van Nistelrooy, Robin van Persie, Jaap Stam, Daley Blind, Arnold Muhren, dan Raimond van der Gouw.

Banyak yang menyarankan kepada Erik ten Hag untuk menghadapi kompetisi musim mendatang, dia harus melakukan cuci gudang alias revolusi skuad MU untuk membentuk tim baru yang solid. Kabarnya ada 10 pemain yang harus dibuang termasuk tiga pemain pilar utama MU,  yaitu kapten Harry Maguire, penyerang Cristiano Ronaldo, dan gelandang Paul Pogba. Ketiganya disebut-sebut sering bikin “onar” sehingga MU jatuh “rakai” kata orang Banjar.

Maguire sering “blunder.” Padahal kapten timnas Inggris ini andalan di barisan belakang. Akibatnya gawang MU yang dijaga de Gea sering kebobolan. Karena itu dia berpotensi didepak dari tim kalau Ten Hag berhasil membawa pemain belakang baru.

Sedang Ronaldo sendiri mengatakan tetap ingin bertahan di MU sepanjang pelatih anyar Setan Merah menginginkan kehadirannya. Kapten Portugal berusia 37 tahun ini dikontrak MU sampai akhir Juni 2023.

Pogba menyatakan akan pergi dengan status bebas transfer karena kontraknya berakhir 30 Juni nanti. Kabarnya, dia akan berlabuh ke Parist Saint-Germain (PSG) atau Juventus. Berita terakhir Pogba sudah mencapai kesepakatan personal dengan klub raksasa Italia itu. Dengan status yang sama juga hengkang adalah tiga pemain senior MU, Edinson Cavani, Nemanja Matic, dan Juan Mata.

Erik ten Hag kabarnya juga terbuka menjual Eric Bailly dan Phil Jones yang sama-sama kesulitan mendapat tempat. Ini juga dialami penjaga gawang asal Belanda Dean Henderson, yang kalah tajir dengan David de Gea. Juga bernasib sama terdepak Aaron Wan-Bissaka dan Jesse Lingard.

Sejumlah pemain baru lagi diburu Ten Hag. Tapi siapa pun yang dipilih untuk memperkuat skuad MU ke depan, dukungan saya tidak berubah. Saya tetap mencintai MU. Saya tetap menonton MU. Itu sudah saya tularkan ke cucu saya, Defa dan Dafin. Meski ada yang mencibir, termasuk sahabat saya Farhat Brahma, yang sekarang menjadi Staf Khusus Wapres. “Apaan masih pakai kaus MU?” katanya menyindir foto profil saya, kemarin.

Satu yang membuat saya masygul, meski pernah ke Inggris, saya belum pernah menjejakkan kaki ke markas MU di Stadion Old Traffod. Anehnya, malah saya sudah pernah singgah ke Stadion Camp Nou Barcelona dan Santiago Bernabeu Real Madrid di Spanyol. Saya sempat bawa oleh-oleh rumput di Stadion Camp Nou. Ini stadion terbesar di Eropa dengan kapasitas 99.354 penonton.

JUGA SAYA CINTAI

Selain MU, ada dua tim sepakbola yang juga sangat saya cintai. Keduanya dari dalam negeri. Yaitu, tim Persiba Balikpapan dan pasukan Merah Putih, PSSI. Apapun yang terjadi, keduanya tetap harus saya bela.

Saya punya ikatan batin dengan Persiba. Berkat meliput Persiba saya jadi wartawan Jawa Pos-nya Pak Dahlan Iskan. Berkat Persiba, Wali Kota Syarifuddin Yoes mengizinkan koran Manuntung milik Yayasan Pemkot Balikpapan dikerjasamakan menjadi Harian ManuntunG (sekarang Kaltim Post). Berkat Kaltim Post, saya menjadi wakil wali kota dan wali kota dua periode.

Pak Yoes dulu habis-habisan membela Persiba hingga naik ke divisi utama. Pak Yoes sendiri yang terjun langsung. Setelah itu Pak Tjutjup Suparna menyerahkan pengelolaan Persiba kepada H Syahril H. Taher, pengusaha dan ketua MPC Pemuda Pancasila Balikpapan. Kebijakan ini diteruskan Pak Imdaad dan saya.

Belakangan, Persiba oleng dan prestasinya juga melorot ke Liga 2. Sempat mau ditangani  Wali Kota Rahmad Mas’ud ketika masih wakil wali kota secara pribadi, tetapi kemudian batal. Syukurlah Pak Sekda Sayid Fadli menemukan I Gde Widiade, pengelola sepakbola dari Bali yang mau berjibaku menyelamatkan Persiba sampai sekarang. Pak Gde sebelumnya pernah mengelola Persija Jakarta dan Bhayangkara Surabaya United.

Atas dedikasinya yang luar biasa itu, saya memberikan penghargaan kepada Pak Gde pada hari ulang tahun kota. Saya berharap dia masih tahan mengawal Persiba pada musim kompetisi tahun depan. Maunya kita di Stadion Batakan yang megah itu, Persiba bangkit lagi ke Liga 1. Kita tunggu racikan pelatih baru Persiba, Ilham Romadhona menggantikan Fakhri Husaini. Ilham sebelumnya pelatih kepala Barito Putera U-18 dan pernah menjadi pelatih Indonesia All Star U-20.

Sebagai anak Bangsa, tentu saya dan Anda  juga harus mencintai tim kebanggaan nasional kita, PSSI. Meski baru saja kita dirundung duka, Timnas Indonesia U-23 gagal melangkah ke babak final SEA Games 2021. Timnas asuhan pelatih Korsel, Shin Tae-yong ini kalah 0-1 dari timnas Thailand di perpanjangan waktu babak semifinal.

Sebelumnya di babak penyisihan grup, kita juga sempat dibantai tim tuan rumah, Vietnam 0-3. Skor ini lebih baik sedikit dari nasib MU, ketika di luar dugaan dipermalukan tim papan tengah Brighton 0-4, dua minggu lalu. Gara-gara ini, MU terlempar dari 5 besar. Badan saya sempat meriang. Kepala juga cekot-cekot.

Gara-gara gagal ke babak final, maka pupuslah harapan Garuda Muda memenuhi target PSSI dan KONI Pusat menyabet medali emas. Untungla masih bisa menyabet medali perunggu mengalahkan Malaysia. Ini sekaligus kegagalan pelatih Shin Tae-yong yang kedua kalinya. Sebelumnya pelatih berusia 52 tahun itu juga gagal membawa timnas Indonesia menjuarai Piala AFF 2020.

Waktu itu kita juga dikalahkan Thailand di babak final. Jadi misi balas dendam juga gagal. Padahal kita berharap dalam Piala AFF kita bisa juara. Hampir semua warga Indonesia pakai kostum merah Garuda, meski hanya nonton di depan layar TV. Semangat kita semua sudah menjadi-jadi. Eh, tahunya kita rontok.

Ada yang memprediksi nasib pelatih Shin Tae-yong di ujung tanduk. Tapi Ketua Umum PSSI, M Irawan bilang masih aman. “Kita masih butuh proses. Kita berharap Shin Tae-yong bisa mencapai target saat di Piala Dunia U-20 tahun 2023 mendatang,” kata Irawan yang akrab dipanggil Iwan Bule.

Saya pernah bermain bola, baik sesama rekan wartawan maupun dengan tim Forkompida. Juga dengan Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Zainuri Hasyim, Kapolda Kaltim Irjen (Pol) Bachrumsyah R, Pak Tjutjup, dan Pak Imdaad. Juga Pak Zaenal Muttaqin dan Chandra “Nakata” Gunawan. Terkadang kita main dalam satu tim bernama “Kasbon Plus” dipimpin wartawan Sjarifuddin Hs, yang akrab dipanggil dengan julukan “Jenderal.” Juga bergabung pelatih Eddy Simon Badawi dan M Arsyad, pelatih PSAD, pemain veteran Persiba seperti Irianto Sukliwon dan Rahmin Sanjaya.

Kita pernah juga melawan tim DPRD Kota Balikpapan dipimpin Andi Burhanuddin Solong (ABS). ABS yang dikenal sangar itu menjadi penjaga gawang. Suatu ketika saya lihat dari jauh dia duduk bersandar pada tiang gawang. Kepalanya merunduk. Saya pikir dia lagi membaca mantera agar gawangnya tidak kebobolan. Ternyata yang bersangkutan sudah hampir ambruk dengan napas tersengal-sengal. Semua panik mencari bala bantuan. Gara-gara itu, kita memenangi pertandingan. Wasit meniup pritt…pritt…pritt. Pertandingan berakhir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status