Pertamina Pastikan Stok Solar Aman, Hindari Antrean Kendaraan

KLIKSAMARINDA – Antrean kendaraan yang mengisi BBM jenis solar jadi pemandangan rutin di sejumlah SPBU di Samarinda. Antrean ini telah berlangsung sejak November 2021 lalu.
Tidak sedikit warga yang menyasar Pertamina agar menambah BBM solar di SPBU. Saat ini, BBM solar yang masih disubsidi pemerintah seharga Rp5.150.
Di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), misalnya, antrean kendaraan masih berlanjut di tiga bulan pertama tahun 2022 ini. Seperti yang terlihat di SPBU Jalan PM Noor dan Jalan Rapak Indah.
Di Jalan PM Noor, Selasa siang, 29 Maret 2022, sekitar pukul 12.05 WITA, tampak antrean kendaraan. Selain roda empat dan truk biasa, kendaraan yang ikut antre untuk mengisi BBM solar ada truk roda enam.
Begitu juga antrean kendaraan di Jalan Untung Suropati. Antrean panjang kendaraan berjejer hingga kawasan Big Mall.
Tidak kalah mengular, antrean kendaraan juga terjadi di Jalan Rapak Dalam, Kecamatan Sungai Kunjang. Bahkan antrean kendaraan terjadi di dua sisi badan jalan.
Tidak jarang, antrean truk menjadi bahan keluhan pengguna jalan lain. Pasalnya, antrean kendaraan memakan badan jalan.
Dampaknya, arus kendaraan menjadi melambat bahkan tersendat. Belum lagi antrean juga terkadang mengganggu aktivitas keluar masuk kendaraan di deretan ruko dekat SPBU itu.
Dalam pantauan KlikSamarinda, di SPBU Rapak Dalam, kendaraan lain tidak bisa masuk ke dalam SPBU akibat pintu masuk SPBU dipenuhi truk. Tersisa sedikit jalan yang bisa dilalui untuk kendaraan roda dua.
“Coba Pertamina tambah kuota solar di banyak SPBU, supaya nggak numpuk di SPBU PM Noor ini. Antrean makan badan jalan ini ganggu pengguna jalan lain saja,” ujar Kosen (38), warga Jalan PM Noor, saat ditemui Klik Samarinda, Selasa 29 Maret 2022.
Keluhan senada bukan hal baru. Keluhan seperti itu sudah disuarakan warga sejak lama.
Pengguna kendaraan yang melintas di Jalan PM Noor melihat antrean panjang solar di SPBU itu pun sudah jadi pemandangan rutin.
Penjelasan Pertamina
Pertamina, melalui Area Manager Communication and CSR Pertamina Regional Kalimantan, Susanto August Satria menjelaskan, terjadinya antrean kendaraan pengkomsumsi solar memang menjadi perhatian serius Pertamina.
Menurut Susanto August Satria, disparitas atau kesenjangan harga jual BBM solar antara BBM solar bersubsidi dengan nonsubsidi memang dinilai menjadi penyebab utama antrean truk di SPBU. Di Kalimantan Timur, selain BBM Bio Solar (subsidi) Rp5.150, harga BBM lainnya antara lain, Pertamax Turbo Rp13.750, Dexlite Rp12.400, dan Pertamina DEX Rp13.450.
Menurut Susanto August Satria, satu usaha untuk memantau konsumsi BBM Bio Solar (subsidi) adalah dengan menggunakan kartu kendali. Kartu kendali ini digunakan untuk satu nomor kendaraan dan satu spesifikasi mobil.
“Misalnya, truk roda enam ke atas, maka dia akan memegang 1 jenis kartu kendali dengan spek maksimal 200 liter per hari. Apabila dia sudah membeli solar dalam sehari sebanyak 200 liter, maka dia tidak boleh membelinya lagi di hari yang sama,” ujar Susanto August Satria saat dihubungi KlikSamarinda, melalui telpon seluler, Selasa 29 Maret 2022 pagi.
Susanto August Satria menambahkan, kendaraan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu kendali, diverifikasi oleh Dinas Perhubungan. Instansi tersebut telah mengetahui jenis dan kategori kendaraan.
Jenis dan ketgori kendaraan itu antara lain mobil logistik, mobil penumpang, kendaraan tambang, hingga kendaraan sawit yang menyesuaikan dengan KIR kendaraan.
“Pertamina tidak punya wewenang untuk memverifikasi kendaraan itu. Maka perlu dukungan pemerintah setempat dan dinas terkait,” ujar Susanto August Satria.
Dari evaluasi tersebut, menurut Susanto August Satria, Pertamina memperoleh data dan penyebab antrean pembelian BBM solar di SPBU.
Pertama adalam tingginya permintaan BBM jenis solar di masyarakat. Menurut Susanto August Satria, sistem penjualan BBM di Indonesia berbeda. Sejak awal penjualan BBM jenis apapun, kuotanya diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
“Jadi berapa pun stok yang dimiliki oleh Pertamina, jika kuotanya tidak ditambah oleh BPH Migas, maka tidak bisa dikeluarkan,” ujar Susanto August Satria.
Kedua, harga sawit dan batubara sedang tinggi. Akibatnya, rawan penyelewengan penggunaan BBM oleh mobil atau kendaraan yang tidak berhak menikmati solar subsidi.
Terlebih karena tingginya disparitas harga solar dan solar nonsubsidi seperti Dexlite kurang lebih Rp8.000.
Ketiga, perlunya penanganan Covid-19 yang baik sehingga geliat ekonomi kembali naik, mobilitas meningkat. Jadi untuk penertiban, penegakkan hukum, adalah solusi berkelanjutan yang diperlukan,” ujar Susanto August Satria.
Susanto August Satria menambahkan penambahan supply berapa pun, antrean kendaraan pasti ada selama penegakkan hukum belum optimal.
Sementara ini, dalam perhitungan Pertamina, menurut Susanto August Satria, secara nasional stok solar aman untuk 20 hari ke depan.
“Jadi stok ada, aman, tidak langka. Tapi penyaluran solar subsidi, diatur oleh kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas sebelumnya. Penyaluran solar dilakukan setiap hari oleh Pertamina sesuai kuota. Tugas Pertamina menyediakan dan menyalurkan solar subsidi sesuai kuota,” ujar Susanto August Satria. (Jie)