Membaca Narasi Investasi di Balik Rencana Ibu Kota Negara Dari Jakarta ke Kalimantan Timur

KLIKSAMARINDA – Selama tiga bulan, sejumlah lembaga, yaitu Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), TREND ASIA, FWI, POKJA 30, POKJA Pesisir dan Nelayan, melakukan kajian mendalam tentang rencana pemindahan Ibu Kota Baru (IKN) dari Jakarta ke wilayah di dua kabupaten di Kalimantan Timur (Kaltim), yaitu Kabupaten Penajam Paser Utata (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Dalam prosesnya, sejumlah lembaga itu mencatat adanya skenario besar di balik rencana pemindahan IKN. Pun, mereka menelisik sosok berpengaruh yang paling diuntungkan dari megaproyek ini.
Rencana dari ide Presiden Jokowi ini akan mengambil alih lahan seluas 180.965 hektar yang mencakup tiga kecamatan di Kabupaten PPU dan Kabupaten Kukar, Kaltim. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menjelaskan, narasi yang dipakai pemerintah bertolak belakang dengan apa yang tengah dipersiapkan di lapangan.
“Kalau mendengarkan narasi yang dibangun Presiden dan Kepala Bappenas, saya menyimpulkan, keputusan memindahkan IKN ke PPU/Kukar didesain konsultan investasi, konsultan bisnis. Makanya pendekatan pembiayaannya dari investor,” ujar Pradarma Rupang usai Peluncuran Laporan ”Ibu Kota Baru Buat Siapa?” di Samarinda, Selasa 17 Desember 2019.
Hadir dalam jumpa pers ini perwakilan para lembaga antara lain Koordinator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kaltim, Yohana Tiko, Ketua Pokja Pesisir dan Nelayan Balikpapan, Husein Suwarno, Sri Murlianti, Dosen Sosiolog Unmul, dan Koordinator Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo yang juga menjadi moderator dalam acara jumpa pers.
Para lembaga ini menduga jika kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengambil keputusan memindahkan IKN dari Jakarta ke Kabupaten PPU dan Kabupaten Kukar menggunakan konsultan investasi atau konsultan branding. Yang dibranding adalah kebijakan pemindahan IKN.
Mereka tidak menemukan dokumen hasil kajian konsultan hukum, lingkungan, dan kajian lainnya dari lembaga yang kredibel, seperti dari Universitas Indonesia (UI), UGM, ITB, atau LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang menyimpulkan bahwa PPU/Kukar yang paling layak menjadi IKN.
Padahal, menurut kelima aktivis LSM tersebut, Sejak bergulirnya rencana pemindahan IKN dari Presiden Jokowi pada Agustus 2019 lalu, para lembaga ini mencatat ada sekitar 5 kali Focus Group Discussion (FGD) mengenai IKN dengan berbagai kementerian.
Setidaknya, para lembaga ini mencatat ada lima narasi besar di balik rencana pemindahan IKN ke Kaltim. Pertama adalah mengungkap para pihak yang diperkirakan mendapat keuntungan dari proyek bernilai triliunan rupiah itu. Kedua, membaca beban sosial, budaya, dan adat yang akan ditanggung rakyat ketika dan setelah pemindahan IKN.
Ketiga, adanya pengabaian total terhadap suara dan hak masyarakat adat serta masyarakat lokal. Keempat, pengabaian terhadap krisis lingkungan hidup yang telah ada di Kaltim. Kelima, adanya ancaman kepunahan terhadap satwa-satwa langka endemik di daerah IKN. (*)