Adv

Wamenkumham RI Paparkan Visi Misi UU KUHP di Unmul

KLIKSAMARINDA – Kementerian Hukum dan HAM(Kemenkumham) RI menggelar Kumham Goes to Campus 2023 di Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis 8 Juni 2023. Kegiatan ini merupakan salah satu program Kemenkumham RI dalam upaya sosialisasi Undang-Undang (UU) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Paten, dan RUU Desain Industri.

Sosialisasi Kumham Goes to Campus 2023 ini menyasar peserta dari para mahasiswa dan civitas akademika sesuai intruksi langsung Presiden RI Joko Widodo.

Dalam sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tersebut, sejumlah mahasiswa mengajukan pelbagai pertanyaan kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, yang langsung hadir sebagai narasumber.

Eddy Hiariej, sapaan akrabnya, menilai mahasiswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait UU KUHP yang cukup masuk akal. Karena itu, menurut pria kelahiran 1973 itu, ada beberapa hal penting soal UU KUHP Nasional yang harus dipahami dan diketahui masyarakat luas.

Pertama, UU KUHP Nasional bukan barang atau benda yang tiba-tiba turun dari langit. UU KUHP ini melalui proses atau tahapan yang sangat panjang sejak tahun 1958 hingga 2022.

“Saya pastikan bahwa KUHP Nasional ini adalah UU yang paling lama digodok. Tidak ada satu UU pun di Republik Indonesia ini yang digodok lebih dari 60 tahun,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej.

Proses penggodokan yang lama itu, menurut Edward Omar Sharif Hiariej karena para rektor, wakil rektor, civitas akademika, dan pihak terlibat lainnya telah menyusun KUHP Nasional dalam suatu negara yang multi etnis, multi religi, dan multi culture.

Melihat peta heterogenitas atau keberagaman masyarakat Indonesia seperti itu, menurut Edward Omar Sharif Hiariej, prosesnya menjadi tidak mudah dilakukan.

“Jangankan antara masyarakat, pemerintah dan DPRD. Kami sendiri diantara 14 orang tim ahli KUHP berdebat hebat hanya untuk 1 pasal saja. Bukan 1-2 jam, kita bisa melakukan debat berhari-hari hingga berminggu-minggu,” beber Edward Omar Sharif Hiariej.

Pun begitu, lanjut Eddy, ketika memutuskan sebuah pasal yang diperdebatkan sebagai kesepakatan bersama. Maka, pihak terlibat harus tetap konsisten dengan pendiriannya untuk mempertahankannya.

“KUHP yang disusun ini tidaklah sempurna. Tidak mungkin apa yang telah kita tuliskan itu akan memuaskan seluruh lapisan masyarakat dari Merauke sampai Sabang. Mengapa saya bilang Merauke sampai Sabang, karena matahari itu terbitnya dari Timur ke Barat,” ungkap Edward Omar Sharif Hiariej.

Edward Omar Sharif Hiariej menyadari setiap isu yang disampaikan dalam KUHP tersebut menimbulkan berbagai kontroversi. Namun, tim ahli mencari jalan tengah terhadap UU yang disahkan pada 2 Januari 2023 ini.

Visi Misi UU KUHP

Edward Omar Sharif Hiariej menerangkan visi KUHP Nasional tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam. Pasalnya, jika menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam akan membuat petugas pemasyarakatan menjadi kewalahan.

“Kasihan itu teman-teman saya yang bekerja di Lapas. Kami sadari Betul tidak mudah untuk merubah pola pikir, mindset dan paradigma masyarakat. Termasuk saya, Aparat Penegak Hukum (APH) dan kita semua yang ada di sini,” terangnya.

Menurut Edward Omar Sharif Hiariej, KUHP baru tidak lagi menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam. Saat ini, visi KUHP Nasional berorientasi kepada paradigma hukum pidana modern yang sudah berlaku lebih dari 4 dasarwasa dibelahan dunia lainnya. Bisa dikatakan, hukum pidana Indonesia ketinggalan lebih dari 40 tahun.

“Hukum pidana modern berorientasi pada keadilan korektif dan restoratif. Korektif itu ketika pelaku dikenakan sanksi, mereka bisa dikenakan pidana atau tindakan. Jadi tidak mesti sanksi itu adalah penjara,” paparnya.

Dari visi tersebut, harapannya pelaku bisa mengoreksi sendiri tindakannya yang salah. Karena keadilan restoratif itu pemulihan terhadap korban.

“Jadi bukan hanya pelaku, tapi korban juga diperhatikan,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej.

Selain memiliki misi keadilan korektif dan restoratif, KUHP Nasional juga memiliki 5 misi dalam hukum pidana modern.

Pertama, misi dekolonialisasi.
Misi ini diartikan sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuansa kolonial untuk mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, restoratif, tujuan dan pedoman pemidanaan, serta memuat alternatif sanksi pidana.

Kedua, misi demokratisasi.
Misi demokratisasi ini menuangkan gagasan bahwa KUHP Nasional tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan berdemokrasi, tidak membatasi kebebasan berekspresi dan tidak membatasi berpendapat, baik lisan maupun tulisan. KUHP Nasional mengatur kebebasan berdemokrasi.

“Membatasi dan mengatur itu dua hal berbeda,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej.

Ketiga, misi konsolidasi.
Misi ini memiliki arti penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan rekodifikasi.

Keempat, misi harmonisasi.
Misi ini merupakan bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law).

Kelima, misi modernisasi.
Misi ini merujuk pada filosofi pembalasan klasik (daad-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integratif (daad-daderstrafrecht-slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.

“Saya harap kegiatan ini dipahami semua pihak, kita akan terus melakukan sosialisasi ini sesuai arahan Presiden. Karena ketika KUHP disahkan, maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah sosialisasi ke kampus. Setelah bulan Juli, kita sosialisasikan kepada APH (aparat penegah hukum),” tutupnya. (Adv/Redaksi)

Back to top button
DMCA.com Protection Status