Opini: Dilema Pembelajaran Jarak Jauh
Oleh : Nabilah Jihan Khumaira (Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, warga Samarinda)
Berdasarkan data perkembangan kasus virus corona Covid-19 yang dirilis dari Kementerian Kesehatan, mulai dari 1 Maret-1 April 2020, didapati pemetaan karakter epidemiologi dari Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Sejak adanya virus corona Covid-19 yang ada di Indonesia membuat masyarakat menjadi takut akan penyebaran virus tersebut.
Pemerintah berpikir keras untuk mengurangi penyebaran virus corona Covid-19 yang sangat darurat pada saat itu. Upaya darurat Pemerintah pada saat itu adalah meliburkan seluruh sekolah, kantor, dan menutup segala tempat perbelanjaan dan hiburan. Sekolah yang awal diliburkan selama 2 minggu untuk darurat covid-19 itu di perpanjang hingga awal bulan Juli 2020 karena merebaknya virus corona Covid-19 ini.
“Artinya Tahun Ajaran Baru tetap dimulai pertengahan Juli, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya pembelajaran dilaksanakan masih dengan metode PJJ,” ujar Satriwan Salim Wasekjen FSGI dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (28/5/2020).
Hal ini dilakukan karena meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. PJJ memanglah pilihan terbaik di masa pandemi ini, PJJ bisa melindungi guru dan keluarga siswa dari paparan Covid-19 ini. Namun, memang PJJ tidak bisa optimal dalam proses belajar mengajar seperti yang biasanya tatap muka langsung di dalam kelas. Selain proses belajar yang tidak optimal, turunnya kesehatan mental para siswa yang bisa diakibatkan oleh ketidaksiapan para siswa untuk melakukan PJJ.
Masih banyak para siswa yang ada di pedalaman desa yang susah untuk mencari sinyal demi belajar di masa pandemi ini. Tidak sedikit para orang tua siswa yang mengeluhkan pembelajaran daring sebagai pengganti belajar tatap muka di dalam kelas. Tidak semua siswa yang memiliki fasilitas yang memadai seperti laptop, smartphone, dan kuota.
Minimnya bantuan pemerintah di pelosok-pelosok daerah untuk membantu para siswa yang ada didaerah tersebut membuat para siswa datang ke dusun atau fasilitas Negara untuk meminjam Wifi. Mahalnya kuota di daerah pelosok juga membuat mereka berjalan jauh ke tempat-tempat yang memiliki Wifi gratis .
Pada tanggal 7 Agustus 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memberikan pernyataan saat siaran pers terkait pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah. Banyaknya pemintaan dari masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman yang masuk zona kuning untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah masing-masing, membuat Nadiem menyatakan pendapatnya di siaran pers tersebut.
Kebijakan ini juga tentunya sudah direncanakan dengan matang agar dapat mensejahterkan pendidikan Indonesia lagi, tetapi tentu kebijakan ini juga memiliki aspek negative dan aspek positif yang dilihat dari berbagai kalangan.
“Karena seperti itu, bu. Kita kurang efektif tidak seperti di sekolah. Di sekolah kita dipantau langsung sama guru. Guru itu kan digugu dan ditiru. Dan ada wacana saya lihat di berita, saya gak tahu ini benar apa enggak, bahwa PJJ ini akan dilaksanakan dengan permanen. Sedangkan kalau kita belajar cuma mau pintar, Google juga lebih pintar daripada sekolah, benar menurut saya,” tutur seorang siswa kritik pembelajaran online pada video yang beredar di sosmed.
Memang, pembelajaran dari rumah tidak maksimal untuk mendidik siswa. Guru yang biasa mengajar langsung menggunakan papantulis dan berbicara langsung kepada siswa yang biasanya bisa membuat siswa dan guru menjadi akrab dan bisa spontan memberi pertanyaan kini tidak lah mudah untuk spontan memberi pertanyaan ataupun menjawab pertanyaan, karena jaringan yang kadang tidak stabil di tiap-tiap daerah.
Namun, pembelajaran dari rumah juga memberi kesadaran kepada orangtua bahwa mendidik anak itu ternyata tidak mudah. Diperlukan ilmu dan kesabaran yang sangat besar. Sehingga dengan kejadian ini orangtua harus menyadari dan mengetahui bagaimana cara membimbing anak-anak mereka dalam belajar. Setelah mendapat pengalaman ini diharapkan para orangtua mau belajar bagaimana cara mendidik anak-anak mereka di rumah.
Dengan demikian, pembelajaran secara daring ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di samping tetap bisa belajar dari rumah. Kita harus tetap bersama-sama mendukung kebijakan pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini. (*)