Ragam

Mereka Yang Memanfaatkan Bahan-Bahan Daur Ulang Demi Memeriahkan HUT RI ke-74

Hari kemerdekaan bisa dirayakan dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan menggerakkan lebih jauh budaya baca yang sudah ada di sekolah, seperti dilakukan oleh SDN 008 Muara Kaman, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim). Bergotong royong bersama dengan lebih 100 orang tua siswa, para pendidik di sekolah tersebut membangun dua pondok baca, taman, dan pagar sekolah.

“Bertepatan dengan hari kemerdekaan, sekolah kami menjadi tempat rapat kelompok kerja kepala sekolah. Untuk menyambut mereka dan hari kemerdekaan 17 Agustus ini, pada awal Agustus kemarin, kami mendirikan dua pondok baca bersama dengan orang tua siswa,” ujar Murniati, Kepala Sekolah, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Uniknya pondok baca, taman, dan pagar yang dibangun dibuat dari bahan yang murah yaitu dari ban mobil bekas. Bahan tersebut terutama untuk kursi dan mejanya, sedangkan atapnya dibuat dari daun palma.

Semua bahan untuk pembangunan pondok baca, taman dan pagar berasal dari orang tua siswa. Ban diambil dari dua bengkel yang ada di dekat sekolah milik orang tua siswa. Ban-ban itu gratis disumbangkan begitu saja oleh orang tua siswa. Orang tua siswa yang lain menyumbang kayu, cat, semen dan lain-lain. Ada juga yang menyumbang uang secara sukarela.

“Semua pengeluaran dan pemasukan akan kami laporkan secara terbuka kepada orang tua Siswa setelah kegiatan Agustusan hari ini,” ujar Murniati.

Lalu bagaimana cara agar orang tua siswa mau tergerak membantu sekolah. Murniati membagikan kiatnya.

“Saya sering berkomunikasi secara terbuka dengan komite tentang berbagai kebutuhan sekolah dan keterbatasan dana yang kami miliki. Setelah Pelatihan Program PINTAR Tanoto Foundation, sebagai bagian rencana tindak lanjut setelah pelatihan, saya juga berkonsultasi dengan komite untuk mendirikan pondok baca, taman dan pagar sekolah,” ujar Murniati.

Komite sangat sigap menanggapi usulan sekolah. Setelah diberitahu tentang keinginan membangun pondok baca, komite segera mengundang seluruh wali murid untuk rapat. Akhirnya wali murid dari kelas satu sampai kelas enam sepakat untuk bergotong royong membangun bersama.

Saat ini, para wali murid juga berkumpul menyambut hari 17 Agustusan dengan berbagai lomba, salah satunya lomba lari terompah dan tarik tambang. “Ini kami lakukan agar hubungan kami dengan mereka semakin akrab. Hubungan yang akrab dengan mereka akan memudahkan membangkitkan peran serta masyarakat,” ujar Murniati.

30 Kepala sekolah yang ikut rapat K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) juga dipersilahkan untuk melihat dan bertanya tentang pondok baca, taman dan pagar yang dibangun. “Mereka banyak yang antusias bertanya tentang sumber dana membangun pondok baca ini. Karena murah, saya yakin mereka akan juga membangun pondok-pondok baca di sekolah masing-masing,”ujar Murniati bersemangat menyebarkan praktik baiknya.

Keperdulian komite dan orang tua siswa memang lumayan besar di sekolah ini. Ketua Komite, bapak Teguh Wahyudi, bahkan secara sukarela menyumbangkan 50 benih kelapa sawit dan pupuknya untuk sekolah. Tanaman tersebut ditanam di tanah sekolah seluas 75 x 100 meter.

“Hasilnya nanti untuk memenuhi berbagai kebutuhan sekolah yang tidak bisa hanya mengandalkan dana BOS, misalnya untuk tambahan gaji guru honorer,” ujar Murniati.

Bangkitnya peran serta masyarakat juga tak lepas dari peran pengawas sekolah Pak Ponidi dan kepala UPT desa tersebut, Pak Alpian. Selama rapat dengan orang tua wali murid, pak Ponidi memberikan kesadaran terhadap orang tua siswa tentang pentingnya membaca bagi siswa sehingga masyarakat mau bergerak. Kepala UPT sering datang ke sekolah memberikan masukan-masukan.

“Jadi kami didukung oleh banyak pihak. Tanpa keterlibatan banyak pihak, sekolah tidak akan bisa banyak mengalami kemajuan seperti sekarang,” ujar Murniati menutup.

Pun, bagi warga RT RT 12, Kelurahan Mugirejo, Samarinda, mereka meyakini jika memeriahkan HUT RI tampaknya tak perlu mahal. Warga , misalnya, membuat gapura dan hiasan kampung untuk menyemarakkan HUT RI ke-74 tahun 2019. Warga membuat gapura dengan memanfaatkan botol plastik bekas yang dikombinasikan dengan bambu.

Sutopo, sesepuh di Lingkungan RT 12, Mugirejo mengatakan untuk membuat gapura kampung tersebut, pihaknya membutuhkan ratusan botol yang dikumpulkan dari warga.

“Hal ini kami lakukan bermula dari keprihatinan melihat botol plastik bekas yang sering dibuang begitu saja setelah digunakan. Kemudian kami mengajak warga untuk mengumpulkannya dan momentum bulan Agustus tahun ini kami manfaatkan untuk berkreasi membuat Gapura dari barang-barang bekas tersebut,” katanya.

Pembuatan gapura maupun hiasan itu dengan swadaya dari warga. Gapura yang terbuat dari botol plastik tersebut disusun dan direkatkan dengan menggunakan besi dan kawat. Pengerjaan dilakukan secara bergotong royong dengan melibatkan semua warga baik pemuda maupun orang tua, dan dalam waktu kurang lebih dua hari Gapura selesai.

Ia mengatakan dengan memanfaatkan barang bekas tersebut, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk semakin sadar menjaga kelestarian lingkungan.

“Jangan membuang botol plastik sembarangan, sampah yang masih bisa bermanfaat itu bisa didaur ulang,” ujarnya.

Lebih lanjut Sutopo mengatakan, untuk lebih memperindah Gapura, warga juga membuat ornamen Lambang burung Garuda, Pesut dan juga burung Enggang dari bahan Sterofoam yang dipasang diatas Gapura.
Alasan pemilihan ornamen Garuda Pancasila, burung Enggang dan Ikan Pesut untuk memperindah Gapura tak lain yakni untuk memperkenalkan Lambang Negara Indonesia serta icon daerah kepada anak-anak usia dini. (*)

Back to top button
DMCA.com Protection Status