Legislator Samarinda Kritisi Kebijakan Kenaikan Harga BBM
KLIKSAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain mengkritisi kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah. Sani Bin Husain berpandangan menaikkan harga BBM bersubsidi saat ini sangat membebani rakyat.
Sebelumnya, Pemerintah pusat telah mengumumkan adanya penyesuaian harga BBM sejak 3 September 2022 lalu.
Menurut Sani Bin Husain, harga BBM subsidi tak seharusnya mengalami kenaikan. Mengingat, ada 79% untuk proporsi konsumen atas pertalite dan solar.
Sani Bin Husain menyatakan, kenaikan harga BBM tersebut akan memicu adanya inflasi.
“Saya berpandangan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi tak seharusnya naik. Alasannya, kenaikkan harga pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumen sebesar 79%. Kenaikannya juga akan memicu efek domino kenaikan harga komoditas pangan karena kenaikan ongkos transportasi. Semua berujung pada menambah beban rakyat banyak,” ujar Sani Bin Husain saat dihubungi Senin 5 September 2022.
Ia juga memprediksi, kenaikan harga ini akan berdampak luas. Sebab, inflasi diperkirakan akan mencapai 0.97% jika harga Pertalite mencapai Rp10 ribu per liter.
“Jika kenaikan pertalite hingga mencapai Rp10 ribu per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97%. Sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2%. Hal tersebut akan memukul daya beli masyarakat,” ujar Sani Bin Husain.
Menanggapi alasan pemerintah pusat atas kenaikan harga BBM, Sani Bin Husain merasa keberatan. Pasalnya, sepenuhnya APBN merupakan hak seluruh rakyat Indonesia yang semestinya tidak ditahan karena hanya akan menambah beban rakyat.
“Kalau alasan kenaikannya membebani APBN, saya kurang setuju. APBN itu ssluruhnya untuk rakyat. Ya, sudah semestinya negara hadir, khususnya pada komoditas energi vital masyarakat. Bukan malah membebani rakyat dengan alasan stabilitas APBN,” ujar Sani Bin Husain.
Di sisi lain, Sani Bin Husain menganggap pemberian bantuan langsung tunai atau BLT menyisakan persoalan sinkronisiasi data penerima di derah dan di pusat.
Selain itu, mekanisme untuk mengatur warga yang berhak menerima namun belum termasuk ke dalam data penerima, belum ada kejelasan.
“Apakah data penerima di daerah dan di pusat sudah sinkron? Pertanyaan kedua. bagaimana mekanisme masyarakat yang masuk kriteria penerima bansos tapi tidak dapat? Ke mana mereka mengadu dan siapa yang akan membayar?” tanya Sani Bin Husain.
Menurut Sani Bin Husain, jika dua pertanyaan ini belum bisa dijawab tuntas, dirinya khawatir BLT dan Bansos akan rawan salah sasaran dan rawan penyelewengan.
“Di sini keberpihakan Pemerintah pusat diuji. Kita lihat dalam 1 minggu ke depan. Apakah mereka betul-betul berpihak pada rakyat atau hanya menjadikan masyarakat menjadi pemikul beban untuk mestabilkan APBN,” ujar Sani Bin Husain. (Pia/Adv)