Kompak Kaltim Tuntut Keadilan Kasus Tumpahan Minyak Balikpapan

KLIKSAMARINDA – Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak) Kaltim mempertanyakan keberlanjutan penanganan kasus tumpahan minyak yang disertai kebakaran hebat di Teluk Balikpapan. Kasus ini telah berselang 3 tahun sejak terjadi pada 31 Maret 2018 lalu.
Kasus ini telah melalui persidangan yang panjang. Kompak telah mengajukan Gugatan Warga Negara pada 13 Mei. Tuntutan itu dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan pada tanggal 18 Agustus 2020 lalu.
Gugatan yang diajukan Kompak ditujukan kepada 6 (enam) pejabat negara yang terdiri dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Penajam Paser Utara, Walikota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, dan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Lembaga-lembaga tersebut dinilai bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban hukumnya untuk penanganan tragedi tumpahan minyak di teluk Balikpapan.
Dalam amar putusan yang dibacakan, Majelis Hakim Ikhwan Hendrato yang juga selaku Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan, mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Kompak.
Gugatan yang dikabulkan berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan yang menjadi kewajiban dan kewenangan Para Tergugat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Namun, Kompak tetap menuntut adanya tindak lanjut atas kasus itu. Pasalnya, Kompak menilai jika tuntutan strategis yang berkaitan dengan pemulihan lingkungan, audit lingkungan, penegakan hukum, serta hal-hal lain dalam rangka pencegahan dan antisipasi terhadap potensi terjadinya tragedi tumpahan minyak di Teluk Balikpapan di masa depan tidak dikabulkan Majelis Hakim.
Karena itu, Kompak mendatangi Pengadilan Tinggi Kaltim di Samarinda, Rabu 31 Maret 2021. Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Yohana Tiko menyatakan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam tragedi tumpahan minyak terkesan tidak peduli terhadap penanganan pasca bencana terjadi.
Menurut Yohana Tiko, dalam tiga tahun, kasus yang masuk ke dalam pelanggaran berat tersebut telah menyisakan dampak negatif lingkungan dan ancaman bagi ekosistem. Tetapi, Walhi menilai belum ada tindak lanjut dari segala permasalahan yang timbul akibat tragedi itu.
“Kasus ini masuk dalam kategori pelanggaran berat karena telah berdampak pada hilangnya 5 (lima) nyawa manusia, hancurnya mata pencaharian masyarakat pesisir dan nelayan tradisional, serta rusaknya lingkungan yang skalanya mematikan dan sangat luas,” ujar Yohana Tiko.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menilai jika kasus tersebut tidak ditindaklanjuti dengan konkret oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemprov Kaltim, Pemkot Balikpapan, Pemkab PPU) serta PT. P R Unit V pasca tragedi tersebut khususnya terkait pemulihan lingkungan. Pradarma Rupang mengusulkan agar ada audit menyeluruh atas kasus tersebut.
“Pemerintah perlu melakukan Audit menyeluruh dengan mengevaluasi izin lingkungan PT P, mengingat teluk dan pesisir pantai Balikpapan telah 6 (enam) kali mengalami pencemaran minyak dan itu terhitung sejak tahun 2004 hingga tahun 2020,” ujar Pradarma Rupang. (*)