KIKA Desak Prof. Budi Santoso Dikembalikan Sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair
KLIKSAMARINDA – Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik atau KIKA mengeluarkan pernyataan sikap terkait pemberhentian Prof. Budi Santoso yang merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Prof. Budi Santoso sebelumnya lantang menolak rencana pemerintah mendatangkan dokter asing.
“Berulang dan kondisinya semakin miris. Itulah dua ekspresi yang harus disampaikan ketika melihat polemik diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan (selanjutnya disebut Omnibus Law bidang kesehatan), skenario Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Menkes BGS) memberi sinyal akan mendatangkan dokter asing ke tanah air tentu menjadi penegas liberalisasi sektor kesehatan,” demikian KIKA mengawali pernyataan sikapnya melalui keterangan tertulis, Kamis 4 Juli 2024.
Menurut KIKA, hal yang Prof. Budi Santoso, sering kritik kepada publik, bahwa 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu meluluskan dokterdokter yang berkualitas.
Bahkan kualitasnya dia yakini tidak kalah dengan dokter-dokter asing. Bahkan banyak RS vertikal di kota-kota besar di Indonesia, dimana banyak dokter spesialis yang berkompeten dan tidak kalah baik dengan yang ada di luar negeri (Detik.com, 27 Juni 2024).
Buntut dari kritik tersebut, Prof. Budi Santoso yang juga merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) yang lantang menolak rencana pemerintah mendatangkan dokter asing, dipecat dari jabatannya.
Pemecatan dari jabatan struktural tersebut diduga kuat terkait kritiknya terhadap dokter asing yang hendak ekspansif dan dibuka kran liberalisasinya oleh Menkes BGS. Bahkan ia gunakan analogi naturalisasi pemain bola dengan dokter asing, sungguh analogi yang amat jauh secara apple to apple.
Pemberhentian dari jabatan struktural tersebut yang terjadi akibat rangkaian tindakan dari kritik yang dilakukan oleh Prof. Budi Santoso terhadap Menkes BGS.
Menurut KIKA, upaya pemberhentian ini adalah bukti nyata tentang otonomi kampus PTNBH, yang menggunakan like and dislike untuk melakukan pemberhentian sepihak pimpinan Universitas. PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 telah membawa dampak yang buruk dalam penerapannya.
KIKA mencatat, setidaknya ada dua problem dasar dari pemecatan Prof. Budi Santoso sebagai Dekan FK Unair dan polemik dokter asing.
“Problem pertama, bagaimana Omnibus Law Bidang Kesehatan memiliki problem sejak awal pembentukannya, mulai dari pembentukan regulasinya berpotensi melanggengkan praktik pembentukan perundangundangan buruk yang tidak transparan dan tidak partisipatif. Kemudian minimnya partisipasi, bahkan organisasi sejumlah organisasi profesi tidak dilibatkan sehinga mereka menolaknya.
“Gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Senayan tak pernah digubris, padahal partisipasi bermakna (meaningful participation) merupakan kata kunci agar legislasi tersebut baik,” demikian catatan KIKA.
Problem selanjutnya adalah tindakan represi yang dilakukan oleh Rektor Unair dengan menghentikan Prof. Budi Santoso secara sepihak merupakan tindakan kesewenang-wenangan, maladministrasi dan yang lebih mendasar, tidak berupaya menjaga kebebasan akademik serta kampus sebagai rumah ilmuwan.
“Tak terhindarkan kesan campur tangan politik kekuasaan, terutama Menkes, untuk mencopot siapapun yang kritis terhadap kebijakan Pemerintah adalah bagian dari pemberangusan kebebasan akademik dan jelas merupakan bagian dari pembungkaman,” ungkap KIKA.
Dengan sejumlah persoalan tersebut, KIKA mengungkapkan 6 pernyataan sikap.
1. Mengembalikan posisi Dekan FK Unair seperti sedia kala. Rektor harus bisa menjaga otonomi perguruan tinggi jangan sampai disalahgunakan untuk melayani kepentingan proyek kekuasaan, dan justru bertentangan dengan spirit pencerdasan publik warga bangsa dan daya saing yang kuat bagi dokter Indonesia.
2. Membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang salah arah dan melemahkan sistem kesehatan nasional yang berdampak kepada warga negara. Kasus Prof. Budi Santoso merupakan awal dari banyaknya masalah yang akan terjadi di berbagai Fakultas Kedokteran, insan tenaga kesehatan, atau ilmuwan yang sudah sepatutnya
kewajiban moral menjaga nalar kritisnya. Pemberangusan pandangan akademik terhadap kebijakan negara, justru semakin menegaskan posisi kampus yang sekadar melumasi negara dengan karakter otoriter.
3. Mendesakkan Rektor Unair untuk membatalkan SK Pemecatan sebagai Dekan FK Unair yang berpotensi melanggar secara hukum administrasi dan prinsip fundamental terhadap kebebasan akademik
4. Tindakan Rektor Unairsebagai bagian dari otoritas kampus membatasi kebebasan akademik
adalah pelanggaran konstitusi, hukum dan HAM yang melekat pada Prof. Budi Santoso sebagai ilmuwan dan warga negara yang dijamin dalam perundang-undangan
5. Mendesak Kemendikbudristek, Ombudsman RI, dan Komnas HAM untuk turut aktif menginvestigasi dan memberikan jalan terbaik bagi upaya progresif menggunakan wewenangnya dalam perlindungan kebebasan akademik dan hak asasi manusia.
6. Menguatkan solidaritas antar-kolegium maupun masyarakat luas untuk mengawal kasus Prof. Budi Santoso agar tak menjadi preseden buruk di masa mendatang.
Diketahui per 3 Juli 2024, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG(K) yang akrab disapa Prof Bus diberhentikan dari jabatan Dekan FK UNAIR.
Pihak Unair, melalui Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik, Martha Kurnia Kusumawardani, menjelaskan bahwa pemberhentian Budi Santoso adalah bagian dari kebijakan internal untuk memperbaiki tata kelola dan memperkuat kelembagaan.
Unair juga mengucapkan terima kasih atas pengabdian Budi Santoso selama menjabat sebagai dekan dan berharap FK Unair terus memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara.
“Alasan atau pertimbangan pimpinan Universitas Airlangga terkait pemberhentian ini adalah merupakan kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan khususnya di lingkungan FK Unair,” katanya. (*)