Tebaran Pesona Mangrove di Mentawir PPU, Desa Penyangga Calon Ibu Kota Negara
Kawasan mangrouve di Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Panajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi salah satu desa adat tertua di Kabupaten PPU. Desa ini memiliki kawasan hutan mangrove mencapai 7000 hektare. Luasnya kawasan mangrove di tempat ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah untuk mencegak pengrusakan. Sejak tahun 2016, pemerintah melakukan pencegahan dengan membentuk satu desa sadar wisata dan memberikan pengelolaan 500 hektar kawasan hutan mangrove yang dikelola oleh masyarakat.
Nah, untuk menuju kawasan ini kita bisa menumpuh melalui jalur laut yang memakan waktu satu jam dari ibukota kabupaten PPU. Jika ingin melalui jalur darat, dari kota Balikpapan memakan waktu sekitar 3 jam.
Keindahan alam Desa Mentawir di antaranya hutan mangrove yang masih terjaga secara baik. Kawasan mangrove di Desa Mentawir sudah mulai tertata secara baik. Pengunjung yang tiba lalu menjejaki lintasan kayu menembus tengah hutan mangrove Desa Mentawir. Hawa sejuk pun langsung menyelimuti kulit tubuh. Rimbunan dahan mangrove membuat sejuk dan nyaman. Suara kicau burung yang bersahut-sahutan seolah bak paduan suara musik alam membuat kesan kunjungan di mangrove desa mentawir semakin tambah menarik. Inni Indarpuri, pengunjung dari kota Samarinda mengaku puas mendatangi lokasi hutan mangrove di Desa Metarwir.
”Amazing. Saya suka karena bersih. Dijaga, penduduknya kompak semua,” ujar Inni.
Warga di Desa Mentawir mengharmonisasikan kehidupan alam dengan permukiman penduduk secara seimbang. Warga setempat menjaga mangrove sebagai benteng kehidupan, tidak merusak, merambah, apalagi menjadi permukiman. Bahkan di kawasan ini masyarakat bisa berbagi hidup dengan bekantan yang setiap waktu mencari waktu di kawasan itu. La Male, tokoh setempat menerangkan jika komitmen masyarakat Desa Mentawir untuk menjaga kawasannya membuat Desa Mentawir menjadi lokasi pelaksanaan Program Kampung Iklim (Proklim). Pun, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia mendukung Desa Mentawir sebagai desa wisata di Kaltim.
”Ada monyet, mangrove, ada semua itu. Ada buaya tapi buayanya selalu di luar. Pesut itu muncul dari pagi hari sampai siang hari di muara sungai,” ujar La Male beberapa waktu lalu.
Sebelum ada Proklim, warga Mentawir sudah memelihara hutan mangrove seluas 7.000 hektare. Pengelolannya dilakukan kelompok masyarakat baik untuk wisata maupun peningkatan ekonomi masyarakat sekitar Mentawir.
Proklim merupakan program Forest Carbon Partnership Fasility (FCPF) Carbon Fund kerjasama Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pihak Bank Dunia sebagai sponsor. Program dilaksanakan di Provinsi Kaltim sebagai percontohan karena dinilai berkomitmen menjaga kawasan berhutan. Menurut konsultan Development Social FCPF Sarbon Fund, Wijaya, jika program ini berhasil, masyarakat Mentawir akan mendapatkan insentif sebesar US$ 110 juta dolar dari Bank Dunia dalam lima tahun pelaksanaannya.
Meski hingga saat ini masyarakat belum mendapatkan hasil dari program pengurangan emisi karbon berbasis lahan berbayar, namun komitmen mereka telah membuka daerah yang dulunya terisolir ini menjadi satu kawasan yang layak dikunjungi untuk berwisata
”Itu juga hanya untuk menyakinkan bahwa kalau mengelola hutan begni juga manfaatnya bukan hanya dari sisi lingkungan, tapi sisi ekonomi bukan seperti orang dagang pungutan atau segala macam tapi ada insentif yang lain,” ujar Wijaya. (Jie)