Marthinus Minta Kebijakan Tenaga Honorer Dipertimbangkan Secara Matang
KLIKSAMARINDA – Kebijakan penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023 masih menuai polemik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menurut anggota Komisi I DPRD Kaltim, Marthinus, polemik itu merupakan buah dari adnya transisi regulasi dari pemerintah pusat. Meski begitu, transisi regulasi itu berdampak ke daerah sebagai pelaksana regulasi.
Marthinus menyatakan, ada 3 opsi yang ditawarkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang harus dikaji secara matang.
Menurut Martinus, opsi yang tidak saling merugikan adalah opsi afirmasi.
Pola afirmasi ini merupakan bentuk penerimaan bagi seluruh tenaga honorer agr diberi kesempatan mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja (PPPK) atau PNS dengan prioritas utama adalah masa kerja / umur dan tingkat Pendidikan.
“Kebijakan ini adalah dari kepala daerah. Menggunakan pola jangan terlalu ribet. Polanya adalah afirmas yang paling utama. Yaitu ketegasan yang positif,” ujar Marthinus, 30 September 2022.
Ada dua pertimbngan yang mesti diperhatikan dalam pola afirmasi tersebut. Pertama, menurut Marthinus adalah masa kerja. Kedua adalah faktor usia.
“Masa kerja yang harus jadi pertimbangan utama. Kedua adalah faktor umur atau usia,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Marthinus juga menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan OPD terkait di Pemprov Kaltim, yaitu Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltim untuk membahas rencana ke depan. Tak hanya itu, pihaknya telah berkomunikasi dengan Komisi II DPR RI yang membidangi kepegawaian.
Dalam regulasi itu disebutkan, pemerintah pusat menghendaki pada November 2023, semua tenaga honorer diberhentikan dan diganti dengan tenaga outsourching.
Regulasi lainnya muncul dan menyatakan bahwa pegawai non-ASN yang memenuhi syarat diberi kesempatan mengikuti seleksi PNS maupun PPPK.
Regulasi tersebut tercantum dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
ASN ini merupakan tenaga honorer yang tidak termasuk pegawai pemerintah.
Penghapusan tenaga honorer menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk membangun sumber daya manusia ASN yang berkompeten, profesional, dan sejahtera
Alasan lainnya adalah sistem rekrutmen tenaga honorer selama ini dinilai tanpa standar yang jelas. Sehingga jumlah tenaga honorer terus membengkak yang berujung membebani keuangan negara.
Menurut Marthinus, mayoritas kepala daerah di seluruh Indonesia justru tidak begitu setuju dengan kebijakan tersebut.
Asosiasi pemerintah kabupaten seluruh Indonesia (APKASI) dalam Rakornas dengan Kementerian PAN-RB 22 September 2022 lalu meminta pemerintah menunda penghapusan tenaga honorer.
“Sebab masih banyak daerah yang kekurangan ASN dan harus diisi tenaga honorer. Polemik ini juga terjadi di provinis Kalimantan Timur,” ujar legislator dapil Kubar-Mahulu ini. (Pia/Adv/DPRDKaltim)