KLIKSAMARINDA – Tiga aktivis pembela hak asasi manusia (HAM) di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) yang diduga terpapar Covid-19 oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Samarinda melakukan swab test secara mandiri.
Ketiga aktivis tersebut adalah Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Yohana Tiko serta dua aktivis hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, yaitu Bernard Marbun dan Fathul Huda.
“Kami bertiga melakukan uji swab tandingan karena tidak menerima dokumen berkas hasil tes Covid-19 dari Dinas Kesehatan Samarinda,” ujar Bernard Marbun saat teleconferene melalui aplikasi Zoom, Jumat 21 Agustus 2020, dengan moderator Pradarma Rupang.
Bernard Marbun menjelaskan dirinya melakukan uji swab di RS Pertamedika, Balikpapan dengan dokter penanggung jawab pasien dr. Elis Fitriyani, Sp., IP selang 4 hari setelah ditetapkan Dinkes Samarinda konfirmasi positif Covid-19. Swab tandingan tersebut berlangsung pada 4 Agustus 2020, setelah Bernard ditetapkan Dinkes Samarinda terpapar Covid-19 pada 30 Juli 2020.
Sebelum hasil test swab keluar, pada 6 Agustus 2020 Bernard Marbun juga melakukan Rapid Test dengan hasil non-reaktif.
“Hasil swab test keluar tanggal 6 Agustus dengan status bahwa saya negatif. Masih hangat-hangatnya saya dikatakan Covid-19 dan saya melakukan swab mandiri. Hasilnya berbalik tidak sesuai dengan hasil dari Dinkes Samarinda. Bagi saya ini adalah pembohongan dan peristiwa pidana. Sesuai UU Kesehatan pasal 8 saya berhak memperolah hasil dari tes swab dari Dinkes. Tapi sampai detik ini saya tidak menerima hasil swab sampai saya menerima hasil ini dengan hasil tes negatif,” ujar Bernard Marbun.
Sementara Yohana Tiko mengawali pemeriksaan tandingan melalui Rapid Test pada 6 Agustus 2020. Yohana kemudian melakukan swab mandiri susulan di Pertamedika Balikpapan dengan dokter penanggung jawab pasien Suryani Trismiasih Sp.PK.
“Awalnya saya rapid test bersamaan dengan Bernar pada tangggal 6 Agustus 2020. Hasilnya non-reaktif. Untuk meyakinkan, saya melakukan swab mandiri di RS Pertamedika. Hasilnya negatif,” ujar Yohana Tiko.
Koordinator Pokja 30 Samarinda, Buyung Marajo menerangkan kemudian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah bersurat kepada Wali Kota Samarinda, RS IA Moeis Samarinda, serta Ketua Satgas Covid-19 untuk meminta klarifikasi dan keterangan pendukung atas kasus tersebut.
“Atas kasus yang dituduhkan oleh Satgas pada 6 Agustus 2020, Komnas HAM telah bersurat kepada Wali Kota Samarinda untuk memberikan klarifikasi dan meminta dokumen penunjang terkait kebijakan dan keterangan putusan swab secara acak pada kantor Walhi dan Pokja 30 Samarinda. Komnas HAM juga bersurat kepada Direktur RSUD IA Moeis SOP pelaksanaan penanganan pasien Covid-19 dan keterangan hasil lab tes swab. Komnas HAM juga bersurat kepada Ketua Satgas Komnas HAM meminta dokumen penunjang bagi kegiatan penyemprotan disinfektan pada tanggal 29, 30, 31 Juli 2020,” ujar Buyung Marajo.
Saat ini, ketiga aktivis meminta pertanggungjawaban kepada Tim Satgas Covid-19 Samarinda dan pihak terkait atas tuduhan serta dampak yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Ketiga aktivis tersebut sebelumnya dijemput petugas dari Satgas Covid-19 Samarinda dan BPBD Samarinda pada 31 Juli 2020. Peristiwa penjemputan tiga aktivis yang diduga terkonfirmasi positif Covid-19 di Samarinda tersebut menimbulkan kritik dalam soal prosedur penanganan Covid-19.
“Kami akan menyurati secara resmi pihak-pihak yang terkait kasus ini. Kami merasa penting untuk menyuarakan ini kepada pihak-pihak yang diduga melakukan pembungkaman terhadap aktivs dengan menunggangi penanggulangan pandemi Covid-19,” ujar Yohana Tiko. (*)