Warga Sanga-sanga Kukar Tuntut Kejelasan Legalitas Tanah Pertamina
KLIKSAMARINDA – Warga Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim), memperjuangkan legalitas tanah Pertamina yang mereka tempati, terutama di eks area pengolahan minyak Pertamina.
Warga Sanga-sanga menyampaikan aspirasi terkait legalitas Tanah Pertamina di Lahan Eks Pengolahan Minyak itu kepada Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun, saat pertemuan bersama belum lama ini.
Politikus PDI Perjuangan Daerah Pemilihan (Dapil) Kutai Kartanegara ini pun meminta agar masyarakat Sanga-sanga tetap bersabar atas segala yang diperjuangkan selama ini. Terutama, semua upaya untuk mendapatkan kejelasan atas legalitas tanah Pertamina atau lahan yang dimaksud.
Muhammad Samsun menyatakan akan melakukan komunikasi dengan pihak terkait. Terutama, pemerintah agar bisa lebih bijak menyikapi persoalan ini untuk kepentingan masyarakat. Harapannya, ada solusi atas semua keluhan masyarakat.
“Mudah-mudahan ada solusi terbaik, makanya kami minta masyarakat untuk tetap bersabar,” ujar Muhammad Samsun.
Apabila tidak ada tindakan penyelesaiannya, tidak menutup kemungkinan nanti akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kaltim.
“Tidak menutup kemungkinan kita akan panggil semua pihak terkait, dan kita gelar RDP, agar warga bisa mendapatkan hak atas tanah negara,” jelasnya.
Sebelumnya, seorang warga Sanga-sanga bernama Dasi mengatakan, masyarakat di Kelurahan Sanga-sanga Dalam hanya ingin legalitas atas lahan tempat bermukim di daerahnya itu jelas.
Terutama, masyarakat yang bermukim di eks area pengolahan minyak Pertamina.
Pasalnya, keluhan ini sudah berangsur cukup lama. Yakni, sudah berpuluh-puluh tahun tak kunjung tuntas.
Masyarakat khawatir akan terjadi konflik sosial jika tidak ada pihak-pihak terkait yang ikut serta menangani persoalan ini.
Meskipun lahan yang dijadikan warga sebagai tempat tinggal ini masuk dalam area yang dikelola SKK Migas, namun Dasi menuturkan bahwa sudah tidak ada operasi pengolahan minyak sejak tahun 1995-an.
Sehingga, para warga mengklaim lahan dimaksud sudah tidak termasuk sebagai obyek vital.
“Dulunya memang obyek vital, ada pompa, ada tangki pengolohan, tapi sejak pompa dibongkar, sekarang tidak ada lagi aktivitas pengolahan minyak di sini,” tegas Dasi.
Setelah melakukan pertemuan dengan tim pengukur dari BPN Kukar, diketahui dari 82 titik yang sudah dilakukan pengukuran, hanya 27 titik yang lolos.
“Sisanya yang tidak lolos ternyata terkendala dengan adanya SK yang keluar pada 1954-1961, yang ditandangtangani oleh gubernur saat itu,” paparnya.
Peluang masyarakat untuk mendapatkan legalitas atas lahan yang ditempatinya tergolong masih terbuka, dengan cara melakukan gugatan atas SK tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Ya, jika masyarakat tidak punya kekuatan (legalitas), sewaktu-waktu bukan tidak mungkin kami digusur. Makanya dengan adanya wakil rakyat, kami berharap bisa menjembatani aspirasi kami. Kalaupun akhirnya mengarah ke arah gugatan ke PTUN, maka akan kami tempuh,” harapnya. (Dya)