Teknologi Padi Apung dari Muara Enggelam Kukar
KLIKSAMARINDA – Lumrahnya, bertanam padi di daratan, seperti sawah atau huma. Tetapi, tak menutup kemungkinan, bertanam padi juga dapat dilakukan di atas permukaan air.
Seperti itulah upaya warga Muara Enggelam, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) dalam menyiasati alam dan potensinya. Petani Muara Enggelam membuka potensi bercocok tanam padi di atas permukaan air.
Teknologi ini dikembangkan atas inisiatif mandiri dari Kelompok Informasi Masyarakat KIM Bersinar Desaku Desa Muara Enggelam bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Panji Sejahtera Tenggarong. Inisiatif ini timbul mengingat hampir seluruh area Desa Mueng adalah air.
Kondisi alam seperti itu membuat warga setempat bertekad tetap bisa menanam padi meski di atas perairan. Jika berhasil, cara ini dinilai memiliki prospek cerah untuk terus dikembangkan di lahan-lahan pertanian diatas air.
“Kami tidak hanya bisa menghasilkan ikan namun juga bisa menghasilkan beras,” ujar Kepala Bidang Komunikasi Publik (PKP) Diskominfo Kukar Ahmad Rianto saat mengunjungi lokasi padi apung di Muara Enggelam, Selasa 27 Oktober 2020 lalu.
Menurut Rianto, padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang berperan sebagai sumber karbohidrat utama di Indonesia dan banyak digemari masyarakat khususnya di Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis Kabupaten Kutai Kartanegara yang sebagian masyarakatnya hidup di atas permukaan air. Rianto menerangkan, keberadaan metode padi apung ini merupakan inovasi baru pertama kali di desa Muara Enggelam,
“Kami harus adaptasi dengan iklim, sehingga kami mempunyai inisiatif dan inovasi bagaimana memanfaatkan lahan pertanian diatas permukaan air untuk tetap bisa ditanami tanaman produktif demi menjaga ketahanan pangan,” ujar Rianto.
Perbedaan padi tersebut dengan padi lain, menurut Rianto, terletak pada media tanam dan cara memanennya. Bila padi lain ditanam di tanah sawah, maka padi apung ditanam di atas rakit dengan media tanam menggunakan cara tanam sri, tabeta dan tanam pindah.
Pola tanam ini menggunakan bibit padi serai kuning yang merupakan bibit lokal Kukar merupakan persilangan padi serai dengan propot. Rakit difungsikan sebagai lahan peletakan media tanam agar menjadi terapung dan tidak terpengaruh oleh ketinggian air saat banjir.
“Perbedaan lainnya pada saat panen, tanaman padi yang baru disabit tidak bisa langsung dirontokkan di tempat tersebut. Padi harus dibawa ke darat. Padi Apung ini dalam jangka waktu 100 hingga 120 hari bisa dipane,” ujar Rianton.
Rianto menambahkan, metode ini sangat mungkin dikembangkan di beberapa wilayah Kecamatan Kukar khususnya di wilayah pinggiran sungai.tuturnya. Namun, metode ini perlu adanya kesiapan antara kelompok-kelompok tani Kecamatan se-Kukar untuk terus bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Pangan, dalam menerapkan dan terus mengembangkan budidaya padi apung ini ke depan. (*)