News

Simak Seruan Agar Perempuan Terlibat dalam Pembangunan Hijau

KLIKSAMARINDA — Pengelolaan sumber daya alam yang baik mensyaratkan pelibatan semua kelompok masyarakat, termasuk pelibatan perempuan. Pada proses pengambilan keputusan, khususnya terkait pembangunan rendah emisi, keseteraan gender di Provinsi Kalimantan Timur masih perlu penguatan di berbagai aspek.

Hal ini diungkapkan dalam kegiatan “Pelatihan Integrasi Gender dan Inklusi Sosial dalam Implementasi Program Kegiatan (Perencanaan, Implementasi, dan Pemantauan-Evaluasi) Pembangunan Hijau di Kalimantan Timur, pada Kamis, 16 Maret 2023.

“Pelatihan hari ini adalah upaya untuk meningkatkan peran serta perempuan dan memberikan pemahaman integrasi aspek gender dalam implementasi program kegiatan pembangunan hijau,” ujar Manajer Senior Pembangunan Hijau Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Alfan Subekti ketika membuka kegiatan.

Pelatihan ini merupakan kerja sama YKAN dan Yayasan Planet Urgensi Indonesia (YPUI). Peserta berasal dari berbagai lembaga di Kalimantan Timur yang mendukung implementasi rehabilitasi dan restorasi ekosistem lahan basah serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian alternatif.

YPUI bekerja dalam Proyek Mahakam Baru (New Mahakam Project) dengan dua wilayah intervensi, yaitu di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Delta Mahakam di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara dan kawasan Cagar Alam Teluk Adang di Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser.

Adapun YKAN, melalui strategi Kerangka Mitigasi Perubahan Iklim, melakukan pendampingan di lanskap Delta Mahakam untuk program perlindungan mangrove dan Muara Siran untuk gambut, di ekosistem lahan basah Mesangat Suwi, dan kawasan pesisir Kabupaten Berau.

Selama proses pendampingan di lapangan, ditemui bahwa para perempuan di wilayah intervensi belum terlibat banyak dalam pengambilan keputusan.
Padahal, menurut Spesialis Green Growth Compact YKAN Dina Riska, perempuanlah yang menjadi penopang dan terdampak langsung akibat krisis iklim.

Dina Riska mencontohkan, para istri yang menyokong pendapatan keluarga bila suaminya tidak melaut akibat badai atau gelombang pasang. Mereka pulalah yang berjibaku ketika musim kering tiba dan tidak ada sumber air bersih di rumah.

“Mereka sudah seharusnya terlibat penuh dalam mengambil keputusan, karena dampak krisis iklim pertama-tama akan menerpa kaum perempuan,” ujar Dina.

Pernyatan Dina tersebut seirama dengan hasil Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kalimantan Timur yang masih di bawah indeks nasional. IDG Kalimantan Timur pada 2021 sebesar 66,64; sementara indeks nasional di tahun yang sama sebesar 76,26. IDG adalah indikator untuk mengukur terlaksananya keadilan dan kesetaraan gender berdasarkan partisipasi politik dan ekonomi.

Faktor penting dalam pengukuran tersebut antara lain keterlibatan perempuan di parlemen, partisipasi sebagai tenaga profesional, dan sumbangan dalam pendapatan pekerjaan.

Pada 2019, YKAN melakukan analisis gender pada kegiatan penurunan emisi konservasi hutan terencana. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat partisipasi perempuan dalam berbagai forum rapat dan pertemuan baik di internal organisasi maupun antar para pihak dalam perumusan kebijakan, strategi, program, sosialisasi, pemantauan dan evaluasi terkait perubahan iklim dan penurunan emisi di Kalimantan Timur relatif beragam, yaitu berkisar 29 – 45% atau tingkat partisipasi gender perempuan rata-rata adalah 38%.

Angka tersebut tentu masih jauh di bawah partisipasi gender laki-laki yang menguasai lebih dari separuh.

“Kami berharap, angka ini bisa bergeser, sehingga setidaknya terjadi keseimbangan untuk partisipasi perempuan dalam konservasi lahan basah,” ujar Ketua YPUI Reonaldus dalam kesempatan yang sama.

Reonaldus juga menambahkan, partisipasi gender bisa mempercepat upaya pembangunan hijau, mendukung capaian Tujuan Global (SDGs) serta mendukung misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Dasar (RPJMD) 2018-2023 di Kalimantan Timur.

Partisipasi perempuan dalam berbagai aksi mulai dari perumusan kebijakan hingga pada tataran forum-forum diskusi menjadi bagian penting untuk melihat kontribusinya dalam pengendalian perubahan iklim. Kemudian dari sisi SDGs, tujuan kelima secara lugas membahas isu gender.

Terakhir, Reonaldus menjelaskan, misi pertama RPJMD adalah berdaulat dalam pembangunan sumber daya manusia yang berakhlak mulia dan berdaya saing, terutama perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas.

“Pengarusutamaan gender dalam semua lini konservasi adalah bagian besar mendukung pembangunan di skala regional dan global,” ujarnya. (Retno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status