Putusan MK Beri Landasan Hukum Kuat untuk Menolak Perpanjangan Izin PKP2B

KLIKSAMARINDA – Mahkamah Konsitusi (MK) telah menyatakan jaminan perpanjangan izin tambang pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
MK berpendapat pasal 169 A ayat (1) huruf a dan b tak sesuai dengan amanat pasal 27 ayat (1) serta pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian, MK mengabulkan sebagian gugatan pemohon dalam uji materi UU Minerba.
“Mengabulkan permohonan Pemohon II untuk sebagian,” kata Ketua MK yang merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Rabu 27 Oktober 2021 dalam Putusan bernomor 64/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Muhammad Kholid Syeirazi selaku Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Karena itu, pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tidak lagi mendapat jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi sebagaimana diatur Pasal 169 A UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dinyatakan inkonsitusional bersyarat.
Mengutip amar putusannya, Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon II untuk sebagian. Mahkamah menyatakan Pasal 169 A ayat (1) UU Minerba sepanjang frasa “diberikan jaminan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “dapat diberikan”. Ketentuan Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b UU Minerba sepanjang kata “dijamin” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “dapat”.
Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) atas sejumlah permohonan Judicial Review [1] yang dibacakan pada Rabu, 27 Oktober 2021 kembali menegaskan bahwa penguasaan sumber daya alam seharusnya untuk kemaslahatan rakyat bukan kepentingan kelompok tertentu.
Sejumlah aktivis lingkungan menilai putusan MK ini menjadi kesempatan yang tepat bagi pemerintah untuk menolak dan tidak memperpanjang izin Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B), terutama yang punya catatan buruk atas lingkungan dan masyarakat pada saat beroperasi.
Putusan untuk JR yang diajukan Pemohon II, hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian dengan menyatakan bahwa jaminan perpanjangan izin tambang pada UU Minerba tersebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. MK menyebut pasal 169A ayat (1) huruf a dan b bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) serta pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.
Dalam putusannya, MK menghilangkan frasa “diberikan jaminan perpanjangan” dan mengubahnya menjadi frasa “dapat diberikan perpanjangan” serta frasa “dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan” dan diubah menjadi “dapat”.
“Putusan MK yang menghapus kata jaminan perpanjangan pada pasal 169 A UU Minerba telah memberi kekuatan hukum yang cukup bagi negara untuk mengevaluasi secara menyeluruh izin PKP2B dan IPK yang akan habis kontraknya. Izin PKP2B yang akan segera habis masa kontraknya adalah Kaltim Prima Coal pada 31 Desember 2021 dan beberapa perusahaan lainnya,” kata Dwi Sawung dari WALHI Nasional, melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Oktober 2021.
Pemegang izin PKP2B lainnya yang akan habis masa kontrak adalah PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), PT Berau Coal (26 April 2025). Dua perusahaan PKP2B yang sudah habis dan telah diperpanjang izinnya oleh pemerintah adalah PT Arutmin dan PT Kendilo Coal Indonesia).
Namun Dwi Sawung mengingatkan bahwa pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 tidak hanya pada pasal 169A. Beberapa pasal lain masih memuat aturan tentang jaminan dan perpanjangan izin otomatis. Putusan MK atas pasal 169A sebaiknya diikuti dengan pasal-pasal lain di UU Minerba.
Menurut Dwi Sawung, seharusnya izin tambang yang akan habis dan terbukti tidak mengindahkan kelestarian lingkungan perlu dievaluasi dan tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah.
“Masih adanya frasa perpanjangan otomatis dan jaminan perpanjangan pada pasal-pasal lainnya di UU Minerba telah mengkhianati amanat UUD yang mengutamakan penguasaan sumber daya alam oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat,” ujar Dwi Sawung.
Meski menghilangkan kata jaminan yang jelas bertentangan dengan UUD 1945, Dwi Sawung menilai para hakim tetap mempertimbangkan pendapatan keuangan negara dari sektor tambang. Menurut Dwi Sawung, harusnya perpanjangan itu juga mempertimbangan kelestarian lingkungan dan keselamatan warga.
Dinamisator JATAM Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, putusan Mahkamah Konstitusi itu membuktikan bahwa UU Minerba adalah produk hukum yang bermasalah.
“Pendapat dari Mahkamah Konstitusi memperkuat dalil JR UU Minerba yang diajukan oleh 4 pemohon yakni Bapak Yaman, Ibu Paini, JATAM Kalimantan Timur, dan WALHI dalam menguji 7 pasal lain yang juga bermasalah,” ujar Pradarma Rupang.
Pradarma Rupang menambahkan, keputusan ini seharusnya bisa menjadi landasan kuat untuk membatalkan dua izin PKP2B dari PT Arutmin dan PT Kendilo Coal Indonesia yang baru saja diperpanjang izinnya oleh pemerintah. Jauh sebelum perpanjangan itu terjadi, JATAM Kaltim telah mengajukan permohonan sengketa informasi atas ketertutupan data bagaimana evaluasi kinerja lingkungan dan dampak lainnya dari operasi sejumlah perusahaan pemilik izin PKP2B.
”Namun proses sengketa informasi itu tidak dipertimbangkan oleh pemerintah yang tetap memperpanjang izin PKP2B secara otomatis dari dua perusahaan itu,” ujar Pradarma Rupang. (*)