Warga Kaltim Kritik Kebijakan COP Tanpa Aksi Nyata
KLIKSAMARINDA – Konferensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-26, akan digelar pada 31 Oktober-12 November 2021. Kegiatan ini akan berlangsung di Glaslow Scotlandia dan rencananya akan dihadiri oleh 196 negara penanda tangan.
Secara umum, kegiatan rutin tiap tahun konferensi COP itu memiliki tujuan agar para pemimpin negara di dunia berkomitmen untuk menahan laju pemanasan global dengan mengurangi pengeluaran gas rumah kaca (GRK). Tetapi, konferensi itu justru menuai kritik. Pasalnya, sejak digelar, COP dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kondisi bumi.
Menurut aktivis lingkungan di Kalimantan Timur, Yhudistira, fakta yang terjadi adalah emisi gas rumah kaca terus meningkat dan keadaan bumi makin memprihatinkan.
”Dengan jalur yang sekarang, di mana para politisi terus membawa konflik kepentingan para pemain industri ekstraktif di seluruh dunia, COP26 tidak akan bisa menyelesaikan krisis iklim dan hanya akan menjadi latihan green washing terbesar yang pernah dilakukan oleh pemerintah dunia,” ujar Yhudistira melalui keterangannya Sabtu, 30 Oktober 2021.
Menurut Yhudistira, jika COP mampu mengatasi krisis iklim, mengapa dibutuhkan sampai 26 kali pertemuan dan membahas yang itu-itu saja. Yhudistira menilai COP hanya melambungkan janji palsu terhadap perbaikan iklim bumi.
”COP tidak dibarengi aksi nyata dan seakan tidak mengerti sains sambil terus membiarkan keadaan makin memburuk,” ujar Yhudistira.
Yhudistira menambahkan, Kaltim termasuk wilayah pengerukan dan penghacuran hutan yang massif dari tahun ke tahun. Krisis iklim pun terjadi dengan penyebab utama adanya pembongkaran hutan dan pembakaran energi yang tak terkendali.
”71% penyebab krisis iklim hanya disebabkan oleh 100 perusahaan dan sebagian di antaranya ada di Kaltim,” ujar Yhudistira.
Yhudistira menegaskan bahwa para pemangku kepentingan saat ini perlu untuk memastikan adanya kedaulatan masyarakat dalam sistem pembuatan kebijakan dan penentuan pembangunan para negara. Upaya itu dapat ditempuh melalui adanya balai masyarakat yang berdaulat, acak, adil, dan representatif, serta terbebas dari kekuasaan terpusat dan konflik kepentingan.
”Untuk mengeluarkan kita dari krisis iklim membutuhkan partisipasi aktif kita semua. Yaitu melaksanakan solusi yang sebenarnya sudah ada dan menyebarkan kebenaran seluas-luasnya agar menjadi mandat untuk semua lapisan masyarakat bisa berkolaborasi guna membantu situasi. Terutama untuk mengupayakan semua yang bisa diupayakan guna menyelamatkan kita semua dari malapetaka,” ujar Yhudistira.
Karena itu, Yhudistira mengajak agar para pemangku kebijakan bisa cepat sadar bahwa yang dilakukan sekarang akan membawa berlari ke jurang kehancuran ekologis dan keruntuhan sosial. (*)