Marthinus Harap Ada Sinkronisasi dalam Revisi UU MD3
KLIKSAMARINDA – Anggota Badan Kehormatan DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Marthinus menyampaikan harapan saat Seminar Nasional Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI dengan tema “Hak Imunitas Wakil Rakyat Dalam Perspektif Penegakkan Hukum Dan Etika Kelembagaan DPRD”.
Seminar Nasional ini diikuti Ketua Badan Kehormatan DPRD dari 34 Provinsi di Indonesia.
Hadir sebagai narasumber dari Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto dan selanjutnya Wakil Ketua Mahkamah Agung Dr Andi Samsan Nganro.
Hadir pula Koordinator Jaksa Agung Dan Tindak Pidana Umum, Wakil Ketua MA Bagian Yudisial, dan Ketua Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jawa Barat.
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Adang Daradjatun, menyatakan Seminar Nasional MKD RI ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya peran wakil rakyat di daerah dan melakukan koordinasi sistem penegakan hukum dan etika lembaga perwakilan rakyat.
“Tujuan acara guna mendapatkan masukan dari ahli dan kepolisian mengenai Hak Imunitas Wakil Rakyat. Masukan mengenai Hak Imunitas Anggota Dewan ini agar tidak ada kesalahpahaman di lapangan,” ujar Adang Daradjatun saat sambutan.
Selain itu, Seminar ini juga demi mewujudkan ekosistem kelembagaan DPRD yang efektif dengan dukungan penegakan hukum yang berkeadilan dan bermartabat.
Seminar Nasional ini menghasilkan kesepahaman visi dan misi penegakan hukum melalui peran aktif kelembagaan Badan Kehormatan DPRD. Berdasarkan Undang-Undang Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis.
Menurut Anggota Badan Kehormatan DPRD Provinsi Kalimantan Timur dari Fraksi PDI Perjuangan, Marthinus, dari hasil seminar nasional menanggapi pentingnya pemahaman tentang hak imunitas, khususnya bagi aparat hukum.
“Yang pertama adalah perlunya penerjemahan tentang aparat hukum dalam menjalankan dan mengaplikasikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD (MD3),” ujar Marthinus.
Yang kedua, imbuh Marthinus, adalah karena di undang-undang MD3 ini perlu diketahui bahwa anggota DPRD itu memiliki hak melekat otomatis hak imunitas dari tiga fungsi anggota DPR yang pertama pengawasan, penganggaran dan legislasi.
“Tapi di luar itu kejadian contoh kasus adalah tentang yang dulu sempat viral masalah kasus “SN”. Anggota DPR itu menggunakan hak imunitas makanya hukum tidak maksimal,” ujar Marthinus usai acara di Hotel Bidakara, Senin 3 Oktober 2022.
Marthinus juga menyikapi adanya seorang anggota DPR lama berinisial “FH” yang secara etika pernah mengeluarkan kata kata makian dan tidak sopan kepada KPK.
“Apakah dengan perlakuan itu hak imunitas wajib diterapkan?” ujar Marthinus.
Marthinus menyarankan agar adanya sinkronisasi antara Undang Undang MD3 dan Undang Undang KUHP dalam revisi UU MD3.
“Saya ingin sampaikan, perlu adanya sinkronisasi antara Undang-Undang KUHP. Karena ada tiga bagian (dalam UU KUHP). Ada penyidik, penuntut umum, dan pengadilan. Sementara di Undang Undang MD3 hanya satu badan. Ini perlu disinkronisasi. Oleh karena itu, saya berharap kepada eksekutif, kepada legislatif, dan yudikatif agar revisi Undang Undang MD3 ini harus dilaksanakan,” ujar Marthinus.
Marthinus berharap perlakuan antara DPRD kabupaten kota, dan Provinsi dan DPR RI harus sama dalam hal imunitas. Selama ini yang berjalan adalah hanya DPR RI yang jika terkena masalah hukum harus melapor ke Presiden.
“Kita DPRD provinsi dan kabupaten kota perlakuannya berbeda. misalnya mau dipanggil aparat hukum harus lapor ke gubernur provinsi kalau mau dipanggil harus melapor ke Mendagri. Oleh karena itu kami berharap agar Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 itu harus segera direvisi,” ujar Marthinus. (Pia/Adv/DPRDKaltim)