LPDN Dorong Pembangunan di Bumi Borneo Selaras dengan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Lokal
KLIKSAMARINDA – Lembaga Perempuan Dayak Nasional atau LPDN mendorong proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) selaras dengan kondisi sosial budaya suku lokal di Kalimantan. Termasuk di dalamnya, aktivitas proyek lain seperti food estate, pertambangan, dan perkebunan sawit di Bumi Borneo memiliki potensi dampak besar terhadap lingkungan.
Dorongan tersebut disebabkan karena terjadi pengurangan kawasan hutan dan penurunan kualitas ekosistem.
Dalam situasi seperti itu, LPDN menilai penting untuk memahami peran perempuan Dayak dalam pelestarian hutan dan bagaimana dapat berkontribusi dalam merancang rencana pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini semakin penting mengingat pencapaian 20 tahun Social Forestry perlu ditindaklanjuti.
Menyikapi hal tersebut, LPDN meminta pemerintah dan Otorita Ibu Kota Nusantar (IKN), juga penanggung jawab pembangunan food estate, pertambangan, juga perkebunan sawit serta ragam proyek yang akan mengeksploitasi hutan dan alam bumi borneo agar dalam melaksanakan pembangunannnya di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim) harus diselaraskan dengan situasi dan kondisi sosial budaya lokal dan adat istiadat suku setempat dalam hal ini dayak.
Nyelong Inga Simon mendukung pembangunan ibu kota baru di bumi Borneo. Namun, Nyelong Inga Simon meminta pembangunan tersebut tak mengusik hutan yang notabene sebagai sumber kehidupan bagi suku Dayak.
“Jika hutan itu punah, maka punahlah segala budaya dan sumber makanan orang Dayak,” ujar Nyelong Inga Simon usai FGD bersama Lemhanas RI yang mengusung tema ‘Pemberdayaan Perempuan Dayak: Menjaga Kelestarian Hutan Dalam Rangka Pembangunan IKN’ di Lemhanas RI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis 31 Agustus 2023 lalu.
Selain itu, LPDN juga meminta pemerintah dan Otorita IKN untuk memberikan jaminan bahwa pembangunan IKN Nusantara turut mempertimbangkan perspektif budaya lokal, dengan tetap menjaga ketahanan sosial budaya suku Dayak.
“Artinya semua jenis pembangunan yang berkenaan dengan alam dan hutan Borneo harus ada jaminan bahwa budaya Dayak tidak luntur atau punah dengan majunya inovasi teknologi maupun hal yang menjadi konsentrasi pembangunan IKN serta program pembanunan lain di alam Kalimantan,” ungkap Nyelong Inga Simon.
Lebih jauh Nyelong Inga Simon juga berharap pelibatan perempuan Dayak dalam dalam hal menjaga hutan di Indonesia secara umum dan secara khusus di Kalimantan.
Sebab, menurut Nyelong Inga Simon, perempuan Dayak memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian, serta pemberdayaan lingkungan dan hutan. Tak hanya sebatas pembangunan IKN, namun juga termasuk food estate, perkebunan sawit dan lainnya diharapkan juga selaras dengan aspek sosial ekonomi dari perempuan Dayak.
“Bahwa yang tepat untuk mengelola hutan ini adalah perempuan Dayak. Utamanya dalam hal menjaga kelestarian, penguatan, dan pemberdayaan untuk mengisi pembangunan IKN tak lepas dari aspek sosial ekonomi yang dimiliki perempuan Dayak. Dan secara khusus dalam menjaga hutan terdapat model agroforestry yang telah menjadi prioritas untuk dijalankan,” ujar Nyelong Inga Simon.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia periode 1999–2001, Alexander Sonny Keraf, menyebut pembangunan IKN harus mengedepankan inklusivitas.
Termasuk aspek pemberdayaan masyarakat lokal dari sisi sosial budaya. Sebab berdasarkan pengalamannya, pengembangan kota-kota baru bisa menyingkirkan penduduk lokal hingga akhirnya mereka menjadi penonton.
Alexander Sonny Keraf menyatakan, jika pelibatannya diabaikan, maka khawatir aspek tersebut berubah menjadi bom waktu munculnya konflik horizontal.
“Karena pengalaman kita, pengembangan kota-kota baru biasanya tidak memperhatikan penduduk lokal, lalu mereka tersingkir dan menjadi penonton. Itu bisa menjadi bom waktu konflik horizontal di kemudian hari,” ungkap Alexander Sonny Keraf.
Oleh karenanya, Alexander Sonny Keraf menekankan kepada pemangku kebijakan IKN untuk menstop deforestasi dan mengembalikan hutan sebagaimana fungsi vitalnya.
“Karena itu rekomendasi saya stop deforestasi hutan, kembalikan hutan ke fungsi vitalnya. Di antaranya klimatologis pengatur iklim, hidrologis untuk air, menyumbang udara bersih, sumber pangan, sumber energi. Dan dalam kaitan itu, libatkan perempuan karena perempuan punya kepedulian terhadap kehidupan sebagaimana kodratinya,” ungkap Alexander Sonny Keraf. (*)