Literasi Media KPID Kaltim, Partisipasi Politik Warga Perlu Ditingkatkan
KLIKSAMARINDA – Media massa, termasuk di dalamnya lembaga penyiaran, tak bisa dipungkiri, memiliki andil besar dalam setiap perhelatan demokrasi. Tak hanya menjadi sarana berkampanye para calon pemimpin, pun media massa mampu menjadi instrumen pendidikan politik bagi masyarakat pemirsanya.
Peran lembaga penyiaran, juga peran media massa dalam pendidikan politik tersebut menjadi tema utama dalam Literasi Media Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Pemerintahan Integratif Universitas Mulawarman, Jumat 5 November 2021.
Kegiatan yang dimoderatori Siti Fatimah ini digelar baik secara luring di Kantor Gubernur Kaltim, maupun daring dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Antara lain Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Kaltim, Dr Moh Jauhar Effendi, M.Si, Ketua KPU Provinsi Kaltim, Rudiansyah, SE, Komisioner KPID Provinsi Kaltim, Andi Muhammad Abdi, M.I.Kom, dan Ketua Prodi PIN FISIP Unmul, Budiman, S.IP., M.Si.
Mengawali paparan, Jauhar Effendi menerangkan peta ringkas terkait peran pemerintah untuk membangun kesadaran politik bagi warga dalam rangka pengambilan kebijakan politik. Jauhar Effendi menyatakan bahwa pemerintah memiliki dua peran penting dalam membangun kesadaran partipasi politik warga. Menurut Jauhar Effendi, peran pemerintah tersebut juga memerlukan bantuan media massa dalam meneruskan pesan-pesan kepada masyarakat.
“Ada dua peran pemerintah dalam membangun kesadaran politik warga. Pertama, pemerintah berperan untuk membuka ruang partisipasi politik bagi warga. Kedua, mengampanyekan secara massif praktik baik berpolitik, termasuk di antaranya kampanye menolak politik uang,” ujar Jauhar Effendi.
Narasumber lainnya, Rudiansyah, memberikan titik tekan terhadap peran media penyiaran dalam membantu KPU sebagai pelaksana pemilihan untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan politik kepada masyarakat.
Dalam hal ini, KPU Kaltim telah melakukan kerjasama dan menggandeng media massa, termasuk media penyiaran, dalam sosialisasi tahapan pemilu beberapa waktu lalu. Tujuannya agar mampu meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan mengurangi cara-cara praktik politik yang melanggar aturan.
Meski begitu, Rudiansyah menyoroti peran media massa dalam pemberitaan, juga iklan, bagi calon-calon yang bersaing dalam perhelatan pemilu. Menurut Rudiansyah, media massa perlu memberikan ruang serta kesempatan yang sama bagi semua calon.
“Seyogyanya media massa memberitakan secara berimbang agar memunculkan rasa keadilan bagi para calon,” ujar Rudianyah.
Dari sisi lain, Komisioner KPID Kaltim, Andi Muhammad Abdi, membedah beberapa urgensi pendidikan politik kepada masyarakat dari tinjauan penyiaran. Menurut Ani Muhammad Abdi, ada 3 hal yang menjadi orientasi pendidikan politik.
Pertama membangun kesadaran tentang ketentuan penyelenggaraan negara. Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dan aturan pemilihan. Ketiga adalah membangun politik partisipan sehingga masyarakat dapat meningkatkan peran dalam proses penyelenggaraan negara.
Di tengah proses itu, penyiaran memiliki peran vital untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam politik. Karena memiliki fungsi sosialisasi, menurut Andi Muhammad Abdi, media penyiaran harus netral, faktual, dan memiliki komitmen kuat untuk pendidikan politik.
“Media penyiaran perlu menjaga kredibilitas dan melakukan pemberdayaan melalui pendidikan politik untuk masyarakat. Ada tiga aturan yang mengatur peran media penyiaran, yaitu P3SPS, Kode Etik Jurnalistik, dan UU ITE. Media juga perlu tanggun jawab menjadi ruang konfirmasi bagi masyarakat atas informasi yang belum valid kebenarannya,” ujar Andi Muhammad Abdi.
Pada bagian akhir diskusi, Ketua Prodi PIN FISIP UNMUL, Budiman menyatakan dengan tegas bahwa pendidikan politik merupakan hak warga negara. Karena itu, menurut Budiman, literasi politik untuk masyarakat masih perlu untuk ditingkatkan, termasuk melalui media penyiaran.
“Politik bukan semata tentang kekuasaan. Tetapi di dalamnya ada hak warga negara untuk memahami realitas politik. Termasuk di dalamnya tentang hak pendidikan politik,” ujar Budiman. (*)