News

Gubernur Kaltim Kritik Kebijakan Tata Kelola Keuangan Dana Pungutan Hasil Sawit

KLIKSAMARINDAGubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Isran Noor, menuntut keadilan dari pemerintah pusat dalam dana bagi hasil sumber daya alam, khususnya dari pungutan industri sawit.

Gubernur Isran Noor menegaskan, ada 9 provinsi di Indonesia yang menjadi sumber utama penghasil sawit. Namun, dana pungutan hasil sawit itu justru tidak berdampak terhadap daerah.

Karena itu, Gubernur Isran Noor mengharapkan agar dana hasil pungutan sawit itu bisa kembali ke daerah penghasil, bukan seluruhnya dikelola oleh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS).

Apalagi sampai mengendap di rekening Kementerian Keuangan. Bahkan, Gubernur Isran Noor menyebutkan bahwa ada ketidakjelasan pengelolaan dana hasil pungutan sawit yang dikelola BPDKS itu.

Kritik itu disampaikan Gubernur Isran Noor saat menjadi narasumber dalam Diskusi Tempo dimoderatori jurnalis Tempo, Dheayu Jihan, bertema Optimalisasi dan Keberlanjutan Industri Sawit sebagai Penggerak Ekonomi Nasional di Hotel Bobobudur Jakarta, Rabu malam 30 November 2022, yang bisa diakses melalui kanal Youtube Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit.

Dalam hitungan Gubernur Isran Noor, dana pungutan sawit yang tersimpan di BPDKS bisa mencapai triliunan rupiah. Namun, dana ersebut sama sekali tidak berimbas ke daerah.

Dalam dialog yang dipandu itu, Gubernur Isran mengaku tidak tahu persis, berapa dana yang selama ini dipungut atau dikumpulkan oleh Kementerian Keuangan dari industri sawit di Indonesia.

Gubernur hanya mendengar kabar bila kisaran pungutan itu mulai 50 US Dolar per ton hingga 450 US Dolar per ton.

Sebab itu sambung Gubernur Isran Noor, jika diambil titik tengahnya saja, 225 US Dolar per ton, maka dalam lima tahun ke belakang, lebih dari Rp200 triliun dana yang bisa dikumpulkan.

Padahal, jika dana sebesar itu dikembalikan ke 9 provinsi penghasil utama sawit, maka daerah penghasil pasti akan lebih sejahtera.

Apalagi dari bisnis ini setidaknya 35 miliar US Dolar menjadi devisa negara. Selain itu, 21 juta orang hidup dan bekerja di sektor sawit. Menurut Gubernur, peran perusahaan dan petani sawit sesungguhnya sudah sangat besar.

“Bisa dibayangkan berapa ratus triliun uang ada di BPDKS. Tidak jelas. Penghasil sawit yang utama di Indonesia itu sekitar 9 provinsi. Daerah penghasil tidak dapat apa-apa. Dana itu diambil Kementerian Keuangan, ditaruh di sebuah rekening khusus. Setelah ribut-ribut (baru dikatakan) digunakan untuk pembangunan biodiesel. Setelah tidak jalan, digunakan untuk replanting (penanaman kembali). Makanya saya bilang tidak jelas. Setahu saya, saya tidak tahu. Padahal daerah-daerah penghasil itu, itu yang memerlukan,” ujar Gubernur Isran Noor.

Gubernur Isran Noor merinci kebutuhan daerah penghasil terhadap dana pungutan sawit itu. Antara lain untuk dana rehabilitas, dana untuk pembangunan infrastruktur, dan lain-lain.

Karena itu, Gubernur Isran Noor mendoronga agar dana pungutan sawit harus transparan.

“Tapi daerah sama sekali tidak punya kewenangan. Jadi ini semua harus dibuka. Jadi ini harus terbuka. Yang harus buka harus Menteri Keuangan,” ujar Gubernur Isran Noor tandas.

Perjuangan menuntut keadilan dalam dana bagi hasil sumber daya alam ini dilakukan setelah daerah mengetahui bahwa ada slot Rp3,7 triliun di Kementerian Keuangan untuk daerah penghasil sawit.

“Dana Rp3,7 triliun itu sangat tidak memadai dibanding yang dikumpulkan Kementerian Keuangan mencapai lebih dari Rp200 triliun,” kritik Gubernur.

Selain itu, Gubernur Isran juga melakukan protes jika dana yang dikumpulkan dari industri sawit itu digunakan untuk pembangunan biodiesel.

Menurut Gubernur, sangat tidak tepat jika pembangunan biodiesel diambil dari dana yang dikumpulkan dari industri sawit itu. Sebab kata Gubernur, pembangunan biodiesel itu harus menggunakan investasi, bukan dana pungutan sawit itu.

“Biodiesel itu seharusnya investasi baru yang dilakukan oleh para pengusaha. Mohon maaf, kita memang tidak banyak mengerti soal itu. Tapi logika saya, sangat tidak masuk akal,” kesal Gubernur lagi.

“Industri biodiesel jangan diambil dari dana pungutan itu. Dana pungutan itu seharusnya diserahkan ke kabupaten dan kota dimana daerahnya menjadi daerah penghasil sawit. Maunya saya begitu,” tandas Gubernur.

Senada dengan Gubernur Isran Noor, Gubernur Riau Syamsuar juga meminta dana pungutan itu agar bisa lebih dioptimalkan untuk daerah-daerah penghasil kelapa sawit.

“Penghasil sawit itu ada 25 provinsi. Kami rapat bersama di Riau menyepakati agar semua provinsi penghasil sawit ini mendapatkan dana bagi hasil sawit. Selama ini yang diperoleh dari sawit ini hanya PBB perkebunan sawit. Itu pun merupakan pungutan Kementerian Keuangan,” ujar Syamsuar.

Hadir juga sebagai narasumber dalam dialog tersebut, Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah, dan Wakil Sekjen Gapki Agam Fatchurrochman. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status