Culinary

Tradisi Pembagian Bubur Peca di Masjid Shirothol Mustaqim Samarinda Seberang

KLIKSAMARINDA – Bulan suci Ramadan merupakan bulan yang ditunggu-tunggu bagi umat Islam, tidak terkecuali oleh masyarakat Samarinda Seberang. Apalagi, hanya di bulan inilah tradisi membagikan makanan berbuka puasa dilakukan oleh pengurus Masjid Shirothol Mustaqim, Samarinda, Kalimantan Timur.

Pembagian bubur peca dianggap sebagai upaya pelestarian budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh masyarakat sekitar.

Tak terkecuali pada 1 Ramadan 1445 Hijriah, 12 Maret 2024, puluhan warga di sekitar Masjid Shirothol Mustaqim, yang terletak di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, berkumpul di teras masjid menjelang waktu berbuka puasa.

Bubur peca menjadi menu khas yang sudah turun-temurun dihidangkan di masjid tertua Kota Tepian ini. Tidak jarang, ada masyarakat dari kawasan perkotaan atau luar kota yang penasaran ingin menyantap hidangan satu ini.

Mardiana, juru masak Masjid Shirothol Mustaqim, mengatakan bahwa bubur peca merupakan tradisi orang dulu untuk mengumpulkan jemaah.

“Dulu, tempat tinggal warga berjauhan, jadi bubur peca ini menjadi sarana untuk mengumpulkan jemaah,” ujar Mardiana 12 Maret 2024.

Rahasia kelezatan bubur peca terdapat pada bumbunya yang terdiri dari berbagai rempah-rempah, seperti bawang putih, bawang merah, kayu manis, pala, kunyit, jahe, dan cabe kering.

Selain itu, bumbu rempah-rempah tersebut masih dicampur dengan bumbu kari supaya bubur peca semakin gurih.

Perlu waktu 4 jam bagi para ibu-ibu pengurus Masjid Shirathal Mustaqim untuk memasak bubur yang disajikan untuk ribuan warga Kelurahan Masjid yang berada di sekitar masjid.

Kata “peca” berasal dari bahasa Bugis, yang berarti ‘lembut’. Bubur ini dibuat dari paduan beras yang diaduk perlahan, secara terus-menerus dalam panci besar panjang yang berisi air mendidih.

Setelah itu, dilarutkan menggunakan santan dan kemudian dicampur dengan nasi yang sudah dimasak menjadi bubur. Setelah terus diaduk dan nasi sudah berubah warna, kemudian diangkat dan disiapkan untuk dibagikan kepada warga sekitar.

Tidak hanya anak-anak yang mengantri, sejumlah warga atau orang dewasa pun terlihat ikut mengantri meminta bubur peca.

Mardiana mengatakan bahwa bubur ini merupakan bubur khas masyarakat di kawasan Samarinda Seberang. Meski asalnya dari Sulawesi Selatan, namun rasa dan aroma berbeda dari bubur di daerah asalnya itu.

Untuk tiap hari, Mardiana menggunakan 25 kg beras untuk memasak lebih dari 300 porsi bubur peca. Setiap harinya, pengurus masjid harus memasak 25 kilogram beras, 8 ekor ayam, dan 8 biji kelapa yang diolah menjadi bubur khas Masjid Shirathal Mustaqim ini.

Mariana alias Acil Aluh, juru masak Masjid Shirothol Mustaqim, mengatakan bahwa untuk hari pertama, panitia hanya memasak 25 kilo beras. Hal ini dilakukan karena puasa pertama.

Panitia akan menambah beras yang dimasak dari 25 kilogram menjadi 40 kilogram pada hari-hari berikutnya.

Setiap anak berkumpul di depan pintu dengan membawa berbagai tempat atau wadah plastik milik mereka. Satu persatu wadah atau tempat itu kemudian diserahkan kepada pengurus dan kemudian dikembalikan dengan berisi bubur.

Warga mengaku senang dan rela mengantri karena bubur peca dipercaya bisa menjadi obat penyakit maag.

Kerelaan berebut dilakukan karena bubur Arab ini hanya bisa ditemui selama bulan suci Ramadhan. Biasanya, bubur pembagian masjid ini akan disantap bersama keluarga di rumah.

Selain dibagikan ke semua warga yang ada di sekitar masjid, bubur ini juga menjadi sajian untuk masyarakat yang berbuka puasa di Masjid Shirothol Mustaqim setiap harinya.

“Ini anu bilanganya makanan khasnya orang Samarinda Seberang. Asli di sini tiap tahun ini. Makanya harus diadakan, karena bilangnya itu tahan penyakit maag. Katanya, kalau kita puasa makan ini tahan maag ku, untuk obat,” ujar Mariana, pengurus masjid yang memasak.

“Ini adalah makanan yang ditunggu-tunggu lah. Bubur peca ini cuma ada di masjid ini, gak ini masjid sebentar cuma ini, mau saya kasih orang lain aja,” ungkap Rahmad, salah satu warga.

“Tentu saja ini kan bubur untuk, bubur ini cuma satu-satunya di sini, di bulan puasa aja, sangat dirindukan banget,” tambah Akmal, warga lainnya.

Warga pun akhirnya bergembira bisa merasakan buka puasa bersama dengan menu yang spesial dan mengandung banyak manfaat bagi masyarakat sekitar.

Jika Anda ingin mengunjungi kampung dan melihat sejarah panjang perkembangan Islam di Kota Samarinda, Anda bisa datang ke Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Lokasinya berjarak 40 km dari Bandara APT Pranoto Samarinda atau 120 km dari Bandara Sepinggan Balikpapan. (Suriyatman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status