Niat Bertemu Kak Seto, Bapak Tiri Asal Samarinda Malah Ditangkap Polisi di Semarang
Polisi dari Polresta Samarinda menahan terlapor pelaku kekerasan terhadap anak di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Penahanan pelaku berlangsung setelah pelaku tiba di Samarinda, Rabu pagi 7 Agustus 2019. Sebelumnya, pelaku buron dan berada di Semarang. Polres Samarinda telah melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan. Namun, dalam waktu 1 bulan, pelaku tak kunjung datang memenuhi panggilan tersebut. Polres Samarinda pun berkoordinasi dengan Polres setempat untuk melakukan penangkapan.
Nah, polisi dari Polres Semarang, Jawa Tengah, kemudian menangkap pelaku pada Senin 5 Agustus 2019 di rumah kerabatnya. Sebelum penangkapan, pelaku mengaku berniat bertemu dengan Kak Seto (Seto Mulyadi), pakar psikologi anak. Namun, niatnya tak sempat terwujud karena polisi menangkapnya.
Kepala Unit (Kanit) (PPA) Reskrim Polresta Samarinda, Iptu Richard Nixon mengatakan, kasus ini bermula dari laporan kakek dan nenek anak yang menjadi korban aksi kekerasan pelaku. Kasus penganiayaan ini sempat beredar di media sosial setelah foto korban di-upload ke media sosial oleh kerabatnya. Korban waktu itu dalam keadaan luka-luka dan dibawa kabur oleh pelaku. Kakek dan nenek korban kemudian melaporkannya kepada polisi.
Polisi kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan melakukan pemeriksaan terhadap korban. Dari visum, polisi mengetahui adanya luka lecet pada bagian bibir, lengan, dan paha serta tungkai korban.
“Setelah kita lakukan pemeriksaan visum, hasilnya kita sudah membaca ada luka-luka lecet. Luka-luka lecet itu ada di bagian bibir atas, kemudian ada di lengan sebelah kiri, paha kiri kanan, kemudian di tungkai kiri kanan juga,” ujar Iptu Richard.
Karena itu, penahanan pelaku berdasarkan pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Nomor 23 Tahun 2004 dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 pasal 80. Ancamannya, 5 tahun penjara.
Kini, pelaku yang bekerja sebagai penjual telepon seluler itu mendekam dalam tahanan. Ia ditahan atas dugaan penganiayaan terhadap anak tirinya sendiri. Di kantor polisi, pelaku mengakui aksi kekerasan terhadap anak tirinya. Dia kerap menggunakan gayung atau bambu ketika memberi pelajaran dan efek jera kepada anak tirinya itu.
Namun, ia beralasan, aksi kekerasan itu dipicu karena tindakan anak tirinya yang kerap mengambil uang hasil penjualan handphone tanpa sepengetahuan dirinya. Jumlahnya mencapai Rp21 juta. Keterangan tersangka, uangnya diambil bertahap, tidak sekaligus.
“Kalau secara keseluruhan, banyak. Mungkin ada sekitar Rp21 juta. Uang itu diserahkan ke orang. Kalau dia, mengakunya sama istri saya (ibu korban),” ujar pelaku. (Jie)