Senjakala Lumbung Pangan di Samarinda
KLIKSAMARINDA.COM – Kolam-kolam ikan di daerah lumbung pangan Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), sejak sepekan terakhir mengalami kekeringan. Para petani yang merupakan warga Makroman, tepatnya di Jalan Usaha Tani, RT 13, Kelurahan Makroman Kecamatan Sambutan, Samarinda mengeluhkan terjadinya kekeringan tersebut.
Para petani di Makroman merasakan langsung dampak kekeringan yang telah terjadi dalam tiga bulan terakhir. Menurut Ketua Kelompok Tani Tunas Muda Makroman, Bahar, ikan-ikan yang dibudiyakan seperti ikan nila, ikan mas, ikan gabus, ikan betutu, mati sebagai dampak langsung dari kekeringan tersebut.
Menurut Bahar, tak kurang dari 1 ton lebih ikan mengalami kematian di kolam-kolam kering milik petani Makroman.
Dari pengakuan Bahar, kekeringan yang terjadi terindikasi akibat kerusakan lingkungan yang menggerus sumber air di wilayah Makroman akibat aktivitas pertambangan yang terjadi selama kurun waktu 5 tahun terakhir.
Bahar mengaku, dirinya mengalami kerugian akibat gagal panen ikan sebagai dampak dari kekeringan yang terjadi. Yang paling terasa adalah matinya ikan-ikan yang dipelihara petani di sejumlah kolam yang ada di sekitar lahan pertaniannya.
“Ini ikan-ikan mati. Dari 50 kolam yang ada seluas 6 hektar. Hampir separuhnya kekurangan air. Bahkan ada yang sudah habis airnya. Ikan-ikan juga mati,” ujar Bahar saat ditemui KlikSamarinda pada Rabu siang 30 Maret 2016 di sekitar kolam ikan miliknya.
Para petani telah lama merasa khawatir terkena dampak penambangan batu bara di wilayah Makroman. Menurut Bahar, terdapat satu lahan konsesi pertambangan batu bara di sekitar Makroman sejak 2008.
Para petani merasa lahan mereka yang terletak di radius 50 meter dari area pertambangan akan mengalami krisis sumber air.
“Itu kan sumber airnya sudah ndak ada. Jadi kita ini pertanian dama perikanan ini ya sudah, ndak bisa apa-apa lagi sudah kita,” ujar Bahar sambil menunjuk bukit kering yang merupakan sisa area pertambangan batu bara.
“Sebelum ada tambang, pendapatan paling kecil Rp150 juta-Rp200 juta setahun. Nah, sekarang sudah ndak bisa diharap lagi. Karena apa, karena air sudah nda ada lagi.”
Begitulah penuturan Bahar, Ketua Kelompok Tani Tunas Muda Makroman, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) kepada KlikSamrinda pada 30 Maret 2016.
Bahar mengingat waktu kejayaan pangan di Makroman, Samarinda sebelum adanya aktivitas pertambangan batu bara pada 2018.
“Di sini perikanan paling besar se-Indonesia pada tahun 2003. Luas lahan kami 6 hektar dengan jumlah kolam 50 petak. Ikan betutu cukup sukses pada waktu itu dan sekarang hancur total,” ujar Bahar.
Sejak 2003, Bahar bersama sejumlah petani telah merasakan hasil panen pertanian yang melimpah di Makroman.
Namun, kondisi tersebut telah berubah.
“Ikan mati, pertanian gagal panen, semuanya. Sektor pertanian di sini kita anggap gagal,” tandas Bahar.
Saat ini, lahan pertanian, baik sawah maupun kebun dan juga kolam, di Makroman dialiri air yang berasal dari tambang batubara. (*)